JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan penyelewengan dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus bergulir.
Terbaru, Senin (25/7/2022), polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yang seluruhnya merupakan pengurus Yayasan ACT.
Mereka yakni pendiri sekaligus mantan presiden ACT Ahyudin, lalu presiden ACT yang kini menjabat Ibnu Khajar.
Dua lainnya yaitu Hariyana Hermain selaku pengawas Yayasan ACT tahun 2019 dan kini sebagai anggota pembina ACT, serta Novariadi Imam Akbari sebagai mantan Sekretaris yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembinan ACT.
Pihak kepolisian menduga, keempat tersangka menyelewengkan dana donasi untuk berbagai keperluan, mulai dari pengadaan transportasi, pembangunan pesantren, hingga menggaji karyawan.
Selewengkan dana Boeing
Salah satu dugaan penyelewengan yang dilakukan para petinggi ACT ialah terkait dana sosial untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Kombes Helfi Assegaf mengatakan, dana yang disalahgunakan nilainya mencapai Rp 34 miliar.
"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," kata Helfi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Menurut polisi, dana tersebut diselewengkan untuk berbagai macam hal. Mulai dari pengadaan truk, pembangunan pesantren, bahkan operasional koperasi. Rinciannya yakni:
"Sehingga total semuanya Rp 34.573.069.200," ujar Helfi.
Untuk menggaji karyawan
Tak hanya itu, polisi menduga, dana sosial dari Boeing juga disalahgunakan untuk menggaji para pengurus ACT.
"Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami, yaitu akan dilakukan audit. Selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk selanjutnya melakukan tracing aset atas dana tersebut," tutur Helfi.
Helfi mengatakan, dana ini tidak seharusnya digunakan untuk menggaji pengurus yayasan.
Sebabnya, Boeing Community Investment Fund (BCIF) atau Dana Investasi Komunitas Boeing diperuntukkan bagi program, proyek, maupun komunitas sosial.
"Dan tidak diperuntukkan kepentingan individu atau diperuntukkan individu. Itu tidak dibenarkan," tegasnya.
Menurut Helfi, pihak Boeing sedianya juga sudah menerapkan protokol ini ketika ACT menerima dana yang diperuntukkan bagi para ahli waris korban pesawat Lion Air JT-610.
"Boeing menguasakan kepada BCIF, ada administrator di sana. Mereka sekaligus sebagai pengawas untuk penggunaan dana tersebut sesuai dengan protokol yang disepakati oleh pihak Boeing dengan pihak ACT," terang dia.
Helfi menambahkan, dana yang disalahgunakan untuk menggaji petinggi ACT nilainya fantastis, bahkan mencapai Rp 450 juta.
“Gaji sekitar 50-450 juta per bulannya,” ungkapnya.
Menurut Helfi, setiap bulannya Ahyudin menerima sekitar Rp 450 juta, Ibnu Khajar sekitar Rp 150 juta, lalu Hariayana dan Novariadi sekitar Rp 50-100 juta.
Peran para tersangka
Sementara, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menerangkan, Ahyudin bersama ketiga tersangka lainnya memperoleh gaji serta fasilitas lain bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus dari Yayasan ACT.
Ahyudin dan Ibnu disebut duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.
Tahun 2015, Ahyudin dan Ibnu Khajar pernah membuat surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.
“Bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan tak harusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan, akan tetapi dalam hal ini A (Ahyudin) menggunakannya untuk kepentingan pribadi,” ujar Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (25/7/2022).
Selain itu, Ahuyudin disebut menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul, termasuk dari dana Boeing, tidak sesuai dengan peruntukannya.
Kemudian, tersangka Ibnu Khajar, disebut membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi CSR atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
Pada saat Ahyudin menjabat sebagai ketua pembina ACT, tersangka Hariyana bersama Novariadi yang menentukan pemotongan dana donasi sebesar 20-30 persen untuk membayar gaji karyawan.
“Sedangkan ketentuan pengurus pembina dan pengawas tidak boleh menerima gaji tidak boleh menerima upah maupun honorarium,” kata Ramadhan.
Ancaman hukuman
Kendati telah ditetapkan sebagai tersangka, keempat pengurus ACT belum ditahan. Polisi akan menentukan status penahanan setelah keempat tersangka diperiksa pada Jumat (29/7/2022).
Dalam kasus ini, Ahyudin, Ibnu, dan 2 tersangka lainnya dikenakan pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Keempatnya dijerat Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan TPPU jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Menurut Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf, keempat tersangka terancaman penjara untuk TPPU 20 tahun dan penggelapan 4 tahun.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/26/16151901/dugaan-penyelewengan-donasi-act-mengalir-ke-koperasi-212-hingga-kantong