Setelah mendengarkan hasil taushiyah, Gus Dur juga menghubungi KH Abdullah Faqih yang saat itu merupakan pengasuh pesantren Langitan, Tuban.
Ternyata, KH Faqih juga sependapat dengan hasil taushiyah ulama. Bahkan, ulama sepuh NU itu secara lebih tegas memberikan dukungan agar Abdurrahman Wahid menerbitkan dekrit.
"Didukung atau tidak oleh tentara, Gus Dur harus mengeluarkan dekrit. Ini menunjukkan bahwa Gus Dur tetap tidak mengakui SI dan tidak mengakui pelanggaran yang dituduhkan. Biar sejarah nanti yang menilai, apakah SI atau dekrit Presiden yang benar," tegas KH Faqih.
Kemudian, pada 23 Juli 2001 lewat tengah malam, Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden. Isinya memuat 3 poin utama yakni pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat, dan pembekuan Golkar.
Baca juga: Cerita Wartawan Saat Gus Dur Dilengserkan: Menginap di Istana hingga Antarkan ke Lapangan Monas
Namun penerbitan dekrit presiden itu ditentang Parlemen sehingga melalui Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais pada 23 Juli 2001, Gus Dur resmi dimakzulkan.
Tepat di hari pemakzulan, para pendukung Gus Dur berkumpul di Istana Negara. Mereka pun ikut mengawal Gus Dur keluar dari Istana Presiden.
Diketahui, hingga Gus Dur turun tahta, kasus hukum yang dituduhkan kepadanya tak pernah terbukti.
Baca juga: Bintang Kejora dan Prahara Gus Dur dengan Kapolri Surojo Bimantoro
Bahkan, Jaksa Agung dan Kepolisian sendiri sudah menyatakan bahwa Gus Dur tidak terkait dengan kasus yang dituduhkan kepadanya.
Selang dua hari setelah pemakzulan, Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa dia banyak dikelilingi Brutus (istilah untuk seorang pengkhianat di dunia politik).
"Saya tidak tahu siapa yang dimaksud. Tetapi, tampaknya para pejabat di sekitar Gus Dur," ujar seorang pengurus PBNU seperti dikutip dari arsip Kompas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.