Kesimpulan Prof. Nugroho menciptakan polemik pada saat itu, sebab keaslian (otentisitas) pidato Yamin dalam buku Naskah Persiapan UUD telah ditolak oleh para perumus Pancasila yang tergabung dalam Panitia Lima. Buku Panitia Lima, yakni Uraian Pancasila terbit tahun 1977 dan telah menyatakan bahwa pidato Yamin tidak otentik, sedangkan buku-buku karya Prof. Nugroho baru terbit tahun 1979-1981.
Lalu bagaimana dengan usulan Pancasila secara tertulis yang ditulis Yamin dalam lampiran UUD yang dimuat di buku Naskah Persiapan UUD? Usulan tertulis tersebut juga tidak asli, karena Yamin, dalam pidato 29 Mei 1945 juga tidak menyampaikan lampiran draf UUD. Artinya, lampiran UUD yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila yang sangat mirip dengan Pancasila resmi, baru Yamin tulis dan lampirkan dalam buku Naskah Persiapan UUD yang terbit tahun 1959 (AB Kusuma, 2016: 11).
Pertanyaannya, seperti apakah pidato asli Yamin di tanggal 29 Mei 1945? Notulensi asli pidato Yamin telah hilang, karena arsip risalah sidang BPUPK-PPKI yang dipinjam oleh Yamin dari AG Pringgodigdo pada akhir tahun 1950 tidak dikembalikan oleh Yamin. Baru pada tahun 1990, arsip tersebut ditemukan di perpustakaan Puri Mangkunegaran milik menantu Yamin, Raden Ayu Retno Satuti. Akan tetapi notulensi asli pidato Yamin hilang.
Saat ini, arsip tersebut telah dikembalikan ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Untunglah terdapat arsip lain milik Abdul Karim (AK) Pringgodigdo yang awalnya dirampas oleh tentara Belanda ketika agresi militer, tetapi telah dikembalikan ke ANRI pada tahun 1989. Dalam arsip tersebut, notulensi asli pidato Yamin masih tersimpan. Di notulensi yang pendek itu, Yamin hanya mengusulkan “dasar-dasar yang tiga”, yakni permusyawaratan, perwakilan dan kebijaksanaan. Tiga nilai ini, dalam tulisan lima sila di buku Naskah Persiapan UUD, dimasukkan oleh Yamin sebagai sub-bab dari sila perikerakyatan. Artinya, meskipun mengusulkan tiga nilai, namun tiga nilai itu hanya mewakili satu sila, yakni kerakyatan (demokrasi) (AB Kusuma, 2017: 58).
Lalu bagaimana dengan Soepomo? Soepomo juga tidak mengusulkan dasar negara dalam bentuk lima nilai yang mirip dengan Pancasila, sebagaimana ditulis dalam penulisan sejarah yang tidak akurat. Sebab sejak awal, Soepomo memang tidak ingin berbicara mengenai dasar negara, melainkan mengenai pengertian (teori) negara.
Ia mengajukan teori negara integralistik sebagai jalan tengah antara teori negara individual (liberal) dan komunistik. (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1995: 33). Lalu darimanakah lima sila Soepomo itu? Lima sila tersebut diambil secara acak dari pidato Soepomo selama Orde Baru, untuk menunjukkan (seolah-olah), Soepomo juga mengusulkan Pancasila.
Hal ini juga disebabkan oleh buku Naskah Persiapan UUD suntingan Yamin yang hanya memuat pidato tiga tokoh, yakni Bung Karno, Yamin, dan Soepomo. Padahal selama 29 Mei-1 Juni 1945, terdapat 39 tokoh yang berpidato tentang dasar negara. Bukan hanya tiga tokoh, termasuk Bung Hatta yang berpidato tentang hubungan agama dan negara selama satu jam pada 30 Mei 1945. Hanya saja, meskipun terdapat 38 pembicara yang mencoba mengusulkan dasar negara, hanya Soekarno yang berpidato tentang Pancasila, dan hanya usulan Pancasila oleh Soekarno yang diterima secara aklamasi oleh sidang BPUPK.
Siapakah yang menyatakan bahwa hanya Soekarno yang mengusulkan Pancasila? Muhammad Yamin sendiri! Yamin menegaskan bahwa Pancasila lahir pada 1 Juni 1945 melalui pidato Soekarno. Penegasan ini disampaikan Yamin dalam pidato peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni yang diadakan pada tanggal 5 Juni 1958, serta disampaikan Yamin pada Seminar Pantjasila I di Yogyakarta pada 1959.
Penegasan ini juga ditulis Yamin dalam jilid kedua dan ketiga dari buku Naskah Persiapan UUD 1945 (1959). Jadi, ketika buku Naskah Persiapan UUD Jilid Pertama dijadikan sebagai sumber untuk menyatakan bahwa Yamin telah mengusulkan Pancasila pada 29 Mei 1945. Maka di Jilid Kedua dan Ketiga buku tersebut, Yamin menegaskan bahwa Pancasila lahir pada 1 Juni 1945 melalui pidato Bung Karno. Artinya, kesimpulan yang menyatakan bahwa Yamin telah mengusulkan Pancasila, telah ditolak oleh Yamin sendiri sejak tahun 1958!
Dengan demikian, berdasarkan fakta historis yang otentik tersebut, maka pengusul Pancasila dalam sidang pertama BPUPK hanya satu orang, yakni Soekarno. Hal ini ditegaskan oleh Ketua BPUPK, dr. Radjiman Wediodiningrat dalam kata pengantar buku Lahirnja Pantjasila (1947) yang memuat pidato Soekarno pada 1 Juni 1945. Ditegaskan juga oleh Wakil Ketua BPUPK, RP Soeroso dalam peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1964, juga oleh Bung Hatta dan Panitia Lima, serta segenap anggota BPUPK.
Oleh karena itu, kronologi perumusan Pancasila tidak berawal dari tanggal 29 Mei (pidato Yamin), tanggal 31 Mei (pidato Soepomo), baru tanggal 1 Juni 1945 (pidato Soekarno). Akan tetapi berawal dari pidato 1 Juni Soekarno, perumusan Piagam Jakarta 22 Juni 1945, serta finalisasi Pancasila pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 18 Agustus 1945. Kronologi kelahiran, perumusan dan finalisasi Pancasila ini telah ditegaskan oleh Keppres Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Serta telah ditulis dalam Materi Dasar Pembinaan Ideologi Pancasila oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI.
Penulisan sejarah perumusan Pancasila yang valid ini juga telah ditulis dalam buku ajar Pendidikan dan Pembinaan Ideologi Pancasila yang disusun oleh BPIP, bersamaan dengan penghidupan pendidikan Pancasila di semua jenjang pendidikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.