JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, rekaman dari dekoder CCTV di sekitar lokasi rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo bisa menjadi alat bukti dalam mengungkap perkara kematian Brigadir J.
Akan tetapi, kata Abdul, penggunaan rekaman CCTV harus mengacu kepada konversi barang bukti dalam pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Dalam konteks penggambaran realitas yang sesungguhnya itulah CCTV menjadi signifikan peranannya," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/7/2022).
"Meski hasil CCTV itu juga harus dikonversi menjadi alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP," lanjut Abdul.
Baca juga: Dekoder CCTV di Dekat Rumah Irjen Ferdy Sambo Diambil, Anggota DPR: Untuk Penyidikan atau Diamankan?
Menurut Abdul, penyidik Polri harus membongkar isi rekaman dekoder CCTV di pos satpam dekat lokasi kejadian yang disita untuk penyidikan.
"Saya tidak tahu. persis sebab digantinya dekoder CCTV, tetapi berdasarkan kebiasaannya bisa karena rusak, filmnya habis atau ada 'kepentingan lain' terhadap isi rekaman dekoder CCTV tersebut," ujar Abdul.
"Inilah yang harus dibongkar oleh Kepolisian, yang bisa jadi akan menjadi kunci utama memecahkan kasus ini dengan terang," ucap Abdul.
Secara terpisah, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, rekaman CCTV penting untuk mendapatkan bukti-bukti terkait kronologi seputar peristiwa.
"CCTV itu penting sebagai alat untuk mendapatkan bukti-bukti maupun kronologi terkait sebuah peristiwa. Apakah benar ada ambulan masuk ke dalam kompleks? Siapa saja yang ada di sekitar pintu gerbang TKP? Seharusnya bisa dilihat dari CCTV," kata Bambang saat dihubungi Kompas.com.
Dalam pasal 184 Ayat (1) KUHAP disebutkan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 pada 7 September 2016 antara lain menyebutkan, ketentuan tentang alat bukti elektronik seperti rekaman CCTV dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Alhasil, alat bukti elektronik yang berupa informasi elektronik dan data elektronik serta keluaran komputer lainnya keabsahannya menjadi diperdebatkan.
Akan tetapi, saat ini terdapat praktik perkembangan alat bukti dengan perluasan arti. Hal itu diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca juga: Ini Alasan Polisi Ganti Dekoder CCTV di Sekitar Rumah Irjen Ferdy Sambo Sehari Usai Baku Tembak
Berdasarkan beleid itu, ada dua pengelompokan terkait alat bukti elektronik. Pertama memasukkan alat bukti elektronik ke dalam perluasan alat bukti surat atau alat bukti petunjuk.
Cara kedua yakni memasukkan alat bukti elektronik menjadi tersendiri di luar aturan Pasal 184 KUHAP.
Menurut kronologi versi Polri, Peristiwa berdarah itu terjadi pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00 WIB. Namun, perkara itu baru diumumkan kepada masyarakat pada Senin (11/7/2022) atau 3 hari setelahnya.
Menurut keterangan Mabes Polri, Brigadir J diduga meninggal setelah terlibat saling tembak dengan Bharada E yang disebut sebagai ajudan Ferdy.
Disebutkan Polri, Brigadir J merupakan sopir dari istri Ferdy Sambo, PC.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan, baku tembak antara kedua polisi itu dipicu Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan kepada PC.
Ramadhan mengatakan, Brigadir J diduga masuk ke kamar PC dan melakukan aksi pelecehan hingga menodongkan pistol.
Baca juga: Mengenal Dekoder CCTV yang Diganti Polisi di Kasus Tewasnya Brigadir J
Akibatnya, kata Ramadhan, PC pun spontan berteriak dan didengar oleh Bharada E yang juga kebetulan sedang berada di rumah tersebut.
"Ibu berteriak minta tolong, akibat teriakan tersebut, Brigadir J panik dan keluar dari kamar. Kemudian mendengar teriakan dari Ibu, maka Bharada E yang saat itu berada di lantai atas menghampiri,” kata Ramadhan.
Ramadhan menuturkan, posisi Bharada E dengan Brigadir J berjarak 10 meter.
Bharada E yang berada di lantai atas bertanya ke Brigadir J, tetapi direspons dengan tembakan.
“Akibat tembakan tersebut, terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia,” ujar Ramadhan.
Dari hasil olah TKP, Ramadhan mengungkapkan, ada 7 proyektil yang dilepaskan Brigadir J dan 5 proyektil dari Bharada E.
Lima proyektil dari Bharada E semuanya tepat sasaran dan menyebabkan tujuh luka tembak di tubuh Brigadir J.
Sementara itu, Bharada E sama sekali tidak terkena tembakan peluru.
Menurut Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto, anggotanya mencabut dekoder CCTV di Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
Lokasi pos itu berdekatan dengan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo yang merupakan tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir J.
Dekoder CCTV itu diganti sehari usai insiden baku tembak yang melibatkan dua polisi di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Jumat (8/7/2022).
Herdi menyebut dekoder CCTV yang diganti itu adalah yang berada di pos keamanan kompleks dan merekam kondisi lingkungan kompleks Polri.
"Dekoder CCTV lingkungan yang ada di pos (satpam)," kata Herdi Susianto, Kamis (14/7/2022).
Baca juga: Dekoder CCTV di Dekat Lokasi Tewasnya Brigadir J Diketahui Diganti, Ketua RT Perumahan Geram
Budhi menyebut dekoder itu diganti agar CCTV di lingkungan tersebut dapat tetap beroperasi.
Sebab, dekoder CCTV yang sebelumnya telah disita polisi sebagai alat bukti.
"Karena yang lama disita penyidik dan agar CCTV di lingkungan komplek aspol (asrama polisi) Duren Tiga tersebut tetap beroperasi maka diganti yang baru," ucapnya.
Meski begitu, dia tidak merinci jumlah dekoder maupun isi gambar yang disita polisi itu.
Sementara itu, terkait CCTV di dalam rumah Irjen Ferdy Sambo, polisi sebelumnya sudah menyatakan bahwa dekodernya rusak sehingga tidak mendapatkan rekaman saat peristiwa berdarah itu terjadi.
Di sisi lain, menurut Seno Sukarto yang merupakan Ketua RT 05/RW 01 di Kompleks Polri, dia menyatakan tidak tahu menahu soal proses penggantian dekoder CCTV oleh aparat kepolisian.
"Sampai sekarang saya ketemu aja (polisi yang mengganti) juga tidak," kata Seno pada 13 Juli 2022 lalu.
Seno mengaku merasa tersinggung dengan atas perilaku sejumlah polisi yang mengganti dekoder kamera CCTV tanpa alasan dan seizinnya.
"Terus terang saya juga ya kesal. Saya ini dianggap apa sih, maaf saja saya ini jenderal loh, meskipun RT," ucap Seno.
Seno mengaku, sampai saat ini ia tidak mengetahui pasti soal kondisi kamera CCTV yang berada di dalam rumah Ferdy Sambo, tempat baku tembak terjadi.
Polisi sebelumnya menyebutkan, sejumlah kamera CCTV di dalam rumah Ferdy Sambo dalam keadaan mati sehingga tidak dapat merekam saat peristiwa baku tembak terjadi.
"Kamera CCTV yang dipasang di rumah itu, ya mereka pasang masing-masing. Kalau di luar itu ditaruh di pos sekuriti," kata Seno.
(Penulis : Muhammad Isa Bustomi | Editor : Jessi Carina, Ihsanuddin)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.