Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ACT yang Tak Lagi Punya Izin Galang Dana...

Kompas.com - 07/07/2022, 08:14 WIB
Fika Nurul Ulya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) kelabakan. Dua hari selang laporan Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat" terbit karena dugaan penyelewenangan dana donasi, izin lembaga itu dicabut oleh Kementerian Sosial.

Kementerian Sosial mencabut izin ACT sebagai Penyelenggara Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan sejak 2022.

Pencabutan dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap.

Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi mengatakan, dicabutnya izin ACT oleh kementerian didasari oleh berbagai alasan, salah satunya karena adanya indikasi pelanggaran terhadap aturan.

Baca juga: Buntut Dugaan Penyelewengan Dana Sosial, Kemensos Cabut Izin ACT

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial," Kata Muhadjir dalam keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022).

Salah satu indikasi pelanggaran yang ditemukan Kemensos adalah lebih tingginya pemotongan uang donasi dari treshold yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan keterangan Presiden ACT lbnu Khajar, pihaknya memotong rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang sebagai dana operasional yayasan.

Baca juga: Potongan Donasi 13,7 Persen Jadi Alasan Kemensos Cabut Izin ACT

Padahal berdasarkan peraturan, pembiayaan atas usaha pengumpulan sebanyak-banyaknya dipotong 10 persen dari hasil sumbangan yang diperoleh. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Bahkan khusus PUB bencana, donasi yang terkumpul seluruhnya harus disalurkan kepada masyarakat tanpa ada pemotongan biaya operasional dari dana yang terkumpul.

"Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen," beberapa Muhadjir.

Muhadjir menuturkan, pemerintah akan memberi sanksi lebih lanjut kepada yayasan tersebut jika terbukti melanggar. Pemberian sanksi harus didasarkan pada hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal yang mengadakan pertemuan dengan pimpinan ACT.

Terkait pencabutan izin ACT sebagai penyelenggara PUB merupakan bagian dari sanksi atau bukan, Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat belum mau berkomentar.

Lembaga lain keta "getah"

Buntut dari terbongkarnya penyelewengan dana donasi oleh ACT, lembaga sejenis lain akhirnya kena getahnya. Muhadjir mengatakan, Kemensosakan menyisir izin yayasan lain.

Baca juga: Imbas Kasus ACT, Kemensos Bakal Sisir Izin Lembaga Donasi Lain

Tindakan yang ia lakukan merupakan bentuk responsif pemerintah terhadap peristiwa yang terjadi.

"Pemerintah responsif terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap ijin-ijin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali," jelasnya.

ACT kalang kabut

Sore hari setelah pemerintah mengumumkan pencabutan izin, ACT menggelar konferensi pers pada di kantor pusat ACT Menara 165, Jalan TB Simatupang, Cilandak Timur, Jakarta Selatan.

Pemimpinnya, Ibnu Khajar, mengaku kaget atas keputusan Kemensos mencabut izin lembaga. Padahal, dia beralasan, pihaknya selalu bersikap kooperatif untuk membuka transparansi pengelolaan keuangan bantuan yang mereka kelola.

Baca juga: Izin ACT Dicabut Kemensos, Presiden ACT: Kami Akan Patuhi

Ibnu menuturkan, ACT memenuhi panggilan Kemensos sehari sebelumnya untuk menjelaskan secara rinci masalah yang terjadi di internal perusahaan.

Lalu, Kemensos berencana mendatangi timnya untuk melakukan pengawasan pada Rabu (6/7/2022) di kantornya.

"Kami perlu menyampaikan kepada masyarakat bahwa kami sangat kaget dengan keputusan ini," kata Ibnu Khajar saat konferensi pers.

Melengkapi ungkapan Ibnu Khajar, Tim Legal ACT Andri TK lantas mempertanyakan atas dasar apa Kemensos mencabut izin menggalang dana bagi lembaganya.

Sebab, pencabutan izin seharusnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan Permensos yang sama yang diacu oleh Muhadjir, yaitu Peraturan Menteri Sosial RI No 8 Tahun 2021 tentang PUB.

Dalam Pasal 27 beleid itu dijelaskan, pencabutan izin harus dilakukan secara bertahap.

Pertama, teguran secara tertulis, kemudian penangguhan izin, dan pencabutan izin. Teguran secara tertulis juga harus diberikan paling banyak 3 kali dengan tenggang waktu paling lama 7 hari kerja.

Baca juga: ACT Pertanyakan Pencabutan Izin dari Kemensos karena Merasa Belum Pernah Ditegur

"Hingga kini kami masih belum menerima teguran tertulis tersebut," ungkap Andri.

Karena sudah diputuskan, Ibnu mengaku akan mematuhi keputusan Kemensos atas pencabutan izin. Dia menyampaikan komitmennya untuk terus melakukan perbaikan terhadap tata kelola keuangan lembaga.

Adapun untuk donasi yang sudah masuk dan terkumpul sebelum pencabutan izin tetap akan disalurkan. Dia bilang, donasi akan tetap dicairkan meskipun sebagian uang dari para donatur telah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Sebab selain uang dalam rekening, lembaga itu masih menyimpan sebagian dana dalam bentuk kas. ACT, Ibnu berkata, akan berusaha menyalurkan setiap donasi yang masih tersisa agar tak dicap sebagai lembaga donasi yang tidak amanah.

"Kalau ada beberapa yang diblokir ada yang masih sebagian donasi kan cash ya dan macam-macam. Kami akan fokus pada apa yang bisa kami cairkan dulu," sebutnya.

Diblokir PPATK

Atas dugaan penyelewengan dana, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) lantas memblokir 60 rekening atas nama Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang tersebar di 33 penyedia jasa keuangan. Pemblokiran dimulai sejak Rabu (6/7/2022).

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menuturkan, pemblokiran merupakan hasil dari analisis PPATK terhadap Yayasan ACT sejak 2018.

Sebab pihaknya menemukan putaran dana donasi Yayasan ACT mencapai Rp 1 triliun per tahun. Dari kumulatif putaran dana, ditemukan transaksi yang melibatkan entitas perusahaan dengan ACT senilai Rp 30 miliar.

Baca juga: PPATK Blokir Sementara 60 Rekening ACT di 33 Penyedia Jasa Keuangan

Saat ditelusuri, pemilik entitas perusahaan tersebut ternyata salah satu pendiri Yayasan ACT itu sendiri.

PPATK juga menemukan adanya aliran donasi yang tak langsung disumbangkan. Dengan kata lain, ACT lebih dulu menghimpun dana untuk dikelola secara bisnis ke bisnis.

"Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian (lalu) disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu, sehingga terdapat keuntungan di dalamnya,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Al-Qaeda

Tak hanya itu, PPATK juga melihat adanya aliran transaksi keuangan kepada anggota Al-Qaeda. Anggota Al-Qaeda merupakan satu dari 19 anggota yang pernah ditangkap pihak keamanan Turki.

Baca juga: PPATK Duga Ada Aliran Transaksi Keuangan ACT ke Anggota Al-Qaeda

Transaksi itu menurut Ivan, dilakukan oleh salah satu pegawai ACT. Hingga kini transaksi masih terus dikaji.

“Ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini kebetulan. Ada yang lain yang terkait tidak langsung yang melanggar peraturan perundangan,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com