Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Catat Penyiksaan Warga Negara oleh Polisi Berlangsung hingga Level Polsek

Kompas.com - 27/06/2022, 11:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian menjadi institusi negara dengan laporan kasus penyiksaan paling banyak setahun belakangan, mengutip catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Kurun Juni 2021 hingga Mei 2022, total ada 31 kasus penyiksaan oleh polisi yang terdokumentasikan dari pemantauan yang dihimpun melalui kanal media informasi, advokasi, serta jaringan-jaringan KontraS di daerah.

Sementara itu, 19 kasus penyiksaan lain dilakukan oleh TNI dan sipir.

Baca juga: Kontras Catat 50 Tindak Kekerasan yang Dilakukan Aparat dalam Setahun

Peneliti Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian menyampaikan bahwa penyiksaan ini terjadi hingga level polsek dan polres.

"Kami mencatat pada level polres 22 kasus, polsek 6 kasus, dan polda 3 kasus. Tingginya angka di level polres ini menunjukkan bahwa ada pengawasan yang kurang di polres," ujar Rozy dalam jumpa pers virtual yang dihelat Jumat (24/6/2022).

Sebanyak 31 penyiksaan itu berakibat pada 85 orang luka-luka dan 13 korban meninggal dunia.

Baca juga: KontraS Desak Tragedi Trisakti Tak Dijadikan Jualan Politik, Tuntut Penyelesaian

Berdasarkan catatan KontraS, penyiksaan ini dilakukan menggunakan tangan kosong, benda tumpul, selang, tali, linggis, rokok, listrik, air panas, hingga senjata tajam dan senjata api.

Rozy menyebutkan bahwa penyiksaan itu kerapkali dilakukan polisi di ruang tertutup untuk meminta pengakuan.

Temuan ini sejalan dengan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), bahwa penyiksaan terjadi sejak penangkapan, penahanan, bahkan di luar proses hukum.

Sementara itu, Komnas Perempuan menemukan, penyiksaan oleh anggota Korps Bhayangkara juga kerap terjadi pada perempuan, termasuk dalam bentuk pernyataan-pernyataan bernada merendahkan atau melecehkan.

Baca juga: Kontras Desak Polisi Bebaskan 7 Aktivis yang Ditangkap Saat Demo Tolak DOB di Papua

KontraS mengkritik slogan "Presisi" Polri yang mengamanatkan soal "pengawasan", namun nyatanya pengawasan itu longgar sehingga penyiksaan berujung maut bahkan dapat terjadi di berbagai level.

KontraS juga mengeluarkan beberapa rekomendasi agar tren ini bisa segera berakhir, salah satunya melalui penguatan regulasi

"Dalam ranah regulasi, lembaga yang memiliki otoritas yakni DPR dan pemerintah harus menghadirkan peraturan perundang-undangan yang produktif dalam mencegah dan mengantisipasi praktik-praktik penyiksaan," kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis.

"DPR dan Pemerintah juga harus segera mempersiapkan revisi ketentuan KUHAP yang selama ini masih membuka ruang penyiksaan bagi aparat penegak hukum dalam kerangka sistem peradilan pidana," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com