Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dosa-dosa" M Taufik di Mata Partai Gerindra hingga Berujung Pemecatan

Kompas.com - 07/06/2022, 18:13 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Gerindra memilih memecat salah satu kadernya, M Taufik. Mereka juga membeberkan sejumlah "dosa" Taufik yang menjadi alasan pemecatannya.

Keputusan pemecatan Taufik dibuat oleh Mahkamah Kehormatan Partai (MKP) Gerindra pada Selasa (7/6/2022).

Wakil Ketua MKP Gerindra Wihadi Wiyanto di kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta, membeberkan sejumlah alasan yang membuat Taufik dipecat.

1. Tidak loyal

Widahi menjelaskan, salah satu alasan pemecatan Taufik adalah sikap tidak loyal Taufik kepada partai berlambang kepala garuda itu.

Menurut Wihadi, pada 21 Februari 2022 lalu, Taufik sudah pernah dipanggil.

Dalam keterangannya pada pemanggilan tersebut Taufik menyatakan akan loyal kepada Gerindra. Namun, menurut Wihadi, setelah itu Taufik justru menunjukkan sikap tidak loyal, terutama setelah ia dicopot sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta.

Ia menyinggung sikap Taufik yang sempat bermanuver dengan menyatakan akan mengundurkan diri dari Partai Gerindra.

Baca juga: Dipecat Gerindra, M Taufik Beberkan Prestasinya Selama Pimpin Partai Tresebut di DKI Jakarta

"Melihat ketidakloyalan daripada Saudara Taufik dan juga menyalahi apa yang sudah disampaikan pada 21 Februari, dia mengatakan akan tetap dengan Gerindra, tapi pada kenyataannya dengan manuver-manuver dia mengatakan akan mundur," ujar Wihadi.

Pada Februari 2022, Taufik sempat mendoakan supaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa menjadi presiden.

Pernyataan itu disampaikan Taufik dalam pidato pelantikan Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) periode 2022-2027 Februari 2020. Anies yang juga bagian dari KAHMI hadir dalam acara tersebut.

"Itu dia presiden," kata Taufik sambil menunjuk ke arah Anies.

"Boleh kita doakan presiden ke depan datangnya dari KAHMI," sambung Taufik.

Di sisi lain, Partai Gerindra secara bulat akan mengusung Ketua Umum Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada pemilihan presiden-wakil presiden 2024 mendatang.

2. DPD Gerindra DKI Jakarta tak punya kantor

Alasan lain Partai Gerindra memecat M Taufik adalah pada saat dia memimpin Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra DKI Jakarta tidak mempunyai kantor tetap.

"Kita melihat Saudara Taufik ini ternyata banyak, beberapa hal yang juga menjadi catatan, salah satunya hingga saat ini, pada saat Saudara Taufik jadi ketua DPD, kantor DPD tidak ada," kata Wihadi.

Menurut Wihadi, hal itu merupakan persoalan bagi Gerindra karena partai berlambang kepala garuda itu merupakan salah satu partai terbesar di Indonesia. Ia menyebutkan, DPD Partai Gerindra di provinsi-provinsi lain pun sudah memiliki kantornya sendiri, sementara DPD Gerindra DKI belum punya kantor.

Baca juga: Dipecat dari Gerindra, M Taufik Pertanyakan Kewenangan Mahkamah Kehormatan Partai

"Pada saat itu menjabat sebagai ketua DPD, tidak mempunyai kantor DPD, jadi kantornya pindah-pindah. Kita partai besar masa kantornya pindah-pindah? Sedangkan DPD-DPD yang lain sudah mempunyai kantor," kata Wihadi.

3. Kekalahan Prabowo di Pilpres 2019

Alasan lain Partai Gerindra memecat M Taufik adalah persoalan kekalahan Prabowo Subianto di DKI Jakarta pada Pemilihan Presiden 2019.

Saat ajang Pilpres 2019 berlangsung, Taufik merupakan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta.

"Pada saat pilpres (di) DKI Jakarta, itu kalah, itu menjadi catatan juga," kata Wihadi.

Baca juga: M Taufik Dipecat, Gerindra Proses PAW di DPRD DKI

Dalam Pilpres 2019 lalu, pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno kalah dari pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin di provinsi DKI Jakarta.

Dari total 6.345.684 suara sah, Jokowi-Ma'ruf mendapatkan 3.279.547 suara, sedangkan Prabowo-Sandiaga mendapatkan 3.066.137 suara dari seluruh wilayah DKI Jakarta.

4. Terlibat korupsi

Partai Gerindra menyatakan alasan yang membuat mereka memecat M Taufik adalah karena sang politikus terlibat sejumlah kasus dugaan korupsi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, Wihadi tidak menyebut secara detil kasus korupsi mana yang dipersoalkan.

"Kemudian juga ada beberapa kasus korupsi yang masih berjalan prosesnya dan diperiksa oleh KPK," ujar Wihadi.

Taufik pernah terlibat kasus korupsi saat menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pada 2003. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

Baca juga: Gerindra Pecat M Taufik karena Dianggap Tak Loyal

Ia kemudian divonis selama 18 bulan pada 27 April 2004 karena menyebabkan kerugian negara senilai Rp 488 juta.

Taufik sempat terseret kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. Pada Februari lalu, Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap pernyataan mantan Dirut Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan yang menyebut ada arahan Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Gerindra M Taufik dalam pembelian tanah Munjul.

Tuduhan ini dibantah oleh Taufik dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP).

(Penulis : Ardito Ramadhan | Editor : Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com