Oleh: Prof. Ir. Leksmono Suryo Putranto, MT., Ph.D., IPM*
PENANGANAN jalan dan lalu lintas di Indonesia masih belum terintegrasi di bawah satu kementerian/lembaga.
Akibatnya di satu sisi sering terjadi tumpang tindih dalam penanganan jalan dan lalu lintas, tapi di sisi lain ada sejumlah hal yang justru luput dari penanganan serius pihak terkait.
Hal ini juga terjadi pada angkutan pariwisata. Sebagai contoh, dalam berbagai kejadian kecelakaan ditemukan bahwa kondisi bus wisata setelah terjadinya tumbukan dapat dikatakan kehilangan kekuatan struktural dari rangka utamanya.
Kecelakaan banyak mengakibatkan korban meninggal karena rangka utama tidak memberikan survival space bagi penumpang dan pengemudi yang terperangkap di dalamnya.
Kehilangan survival space bisa dihindarkan jika terhadap bus dilakukan uji tumbukan (crash test). Uji tersebut dilakukan di Indonesia maupun di negara produsen yang memiliki fasilitas uji tumbukan terakreditasi.
Selanjutnya, setiap kursi bus pariwisata perlu dilengkapi sabuk keselamatan dan airbag yang telah terbukti dapat mengurangi dampak kecelakaan bagi penumpang.
Pihak karoseri dan pemilik bus harus berkomitmen memasang sabuk keselamatan di setiap baris kursi.
Pengusaha angkutan juga harus memastikan setiap penumpangnya selalu menggunakan sabu keselamatan saat duduk di bus yang sedang melaju.
Setiap kursi hendaknya juga tertanam erat pad landasan bus. Dengan demikian, fatalitas akibat pengguna bus saling terlontar dan berbenturan sesamanya atau membentur bagian-bagian bus seperti jendela dll, dapat diminimalkan.
Kaca jendela yang tidak berteknologi tampered glass, jika ditumbuk dengan kecepatan tinggi oleh tubuh pengguna bus yang terlontar akan pecah secara tidak beraturan. Serpihan yang tajam bisa melukai hingga menyebabkan kematian.
Bus wisata wajib dilengkapi dengan semacam black box yang terpasang di pesawat udara.
Alat ini dapat memberikan informasi kerja kendaraan dan pengemudi beberapa saat sebelum kecelakaan.
Keberadaan alat ini dapat membantu proses investigasi untuk mengungkap penyebab terjadinya kecelakaan.
Guna memastikan bahwa bus wisata dikemudikan secara baik oleh pengemudi, maka untuk memperoleh SIM, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan.
Selain lolos uji kesehatan jasmani, pengemudi harus pula lulus tes psikologi dengan hasil memiliki kepribadian yang dapat menjamin keselamatan berkendaraan bagi dirinya dan pengguna jalan lain.
Tambahan materi ujian praktik SIM Umum adalah kemampuan pengereman/pengendalian kendaraan pada keadaan darurat.
Hal ini untuk memastikan pengemudi mengambil tindakan yang tepat, misalnya, saat terjadi kegagalan sistem pengereman yang oleh orang awam sering disebut sebagai “rem blong”.
Seharusnya pengemudi bus pariwisata yang mengemudi jarak jauh tidak bekerja lebih dari 8 jam sehari.
Pekerjaan ini sangat berisiko membahayakan keselamatan manusia karena mengemudi adalah kegiatan yang butuh kebugaran dan konsentrasi.
Waktu kerja sopir harus dibatasi dan diberikan istirahat sesuai ketentuan seperti diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Pengemudi yang bekerja terlalu berat dan kurang istirahat dapat menyebabkan micro sleep atau kehilangan kesadaran sementara.
Sayangnya ketika UU No 22/2009 Tentang Lalu-Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) menggantikan UU No 14/1992, PP yang mengikutinya hanya mengatur tentang kendaraan dan tidak mengatur pengemudi.
Pengemudi angkutan sewa tak bertrayek seperti bus pariwisata, seringkali adalah pegemudi AKDP (Antar Kota dalam Propinsi) yang secara rutin menjalani rute tetap dari hari ke hari.
Saat menjalankan bus sewa, rute yang ditempuh mungkin masih asing, sehingga tidak memahami risiko rute yang dijalani.
Contoh baik dapat dilihat pada armada mobil tangki untuk distribusi bahan bakar. Pengemudi dibekali risky journey map untuk mengantisipasi titik-titik yang berisiko dalam rute distribusi masing-masing pengemudi.
Di negara-negara Skandinavia, akibat pajak penghasilan progresif, net take home pay pengemudi bus pariwisata tidak beda jauh dengan seorang guru besar perguruan tinggi.
Penghargaan profesi seperti ini membuat pengemudi lebih bertanggungjawab. Pajak progresif ini akan kembali kepada para pembayar pajak berupa tunjangan pendidikan anak, tunjangan kesehatan sehingga semua profesi termasuk pengemudi dapat bekerja dengan tenang.
Atasan umumnya mengizinkan karyawannya menghadiri rapat orangtua di sekolah anaknya. Hal ini membuat suasana kerja kondusif karena kehidupan sosial pengemudi
menjadi bermutu.
Perlu ditambahkan bahwa pihak kepolisian hendaknya berkoordinasi dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam hal investigasi untuk mengetahui penyebab terjadi kecelakaan dan perumusan upaya mencegah kecelakaan serupa terjadi di masa mendatang.
Pengusaha angkutan bus wisata harus bertanggungjawab apabila kecelakaan yang terjadi merupakan akibat langsung maupun tidak langsung dari keputusan manajemen perusahaan seperti pengaturan jam/hari kerja pengemudi yang melanggar UU, kelalaian menjaga kelaikan kendaraan, pelanggaran jumlah penumpang/jenis muatan yang diangkut (termasuk over dimension over loading dll).
Sebenarnya kendaraan tua yang dirawat dengan rutin dan sesuai prosedur, pembatasan atas usia kendaraan, cukup bijaksana jika ditetapkan pada daerah yang masih kurang maju unit pengujian kendaraan bermotornya baik secara sistem, peralatan maupun sumber daya manusianya.
Semoga penyelenggaraan angkutan wisata ke depannya makin baik. Kecelakaan yang tidak perlu, apalagi hingga merenggut nyawa manusia harus ditekan jumlahnya.
Kehilangan satu nyawa sudah merupakan musibah yang luar biasa dalam kehidupan umat manusia.
*Prof. Ir. Leksmono Suryo Putranto, MT., Ph.D., IPM, Guru Besar Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.