Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anicetus Windarto
Peneliti

Peneliti di Litbang Realino, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Reformasi 1998, Quo Vadis?

Kompas.com - 20/05/2022, 14:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM kajiannya berjudul "Early Thoughts on the Violence of May 13 and 14, 1998, in Jakarta" (Indonesia 66, October 1998), James T. Siegel menyatakan bahwa kekerasan Mei 1998, khususnya di Jakarta, bukanlah semata-mata sebuah agenda politik, tetapi hasil dari proyek kebudayaan.

Itu artinya, kekerasan yang terjadi dalam bentuk perusakan, penjarahan, pembakaran, bahkan perkosaan, pada 24 tahun yang lalu memang merupakan buah dari rekayasa perbedaan kelas sosial.

Rekayasa yang di masa kolonial Belanda dikenal dengan sebutan "pribumi dan non pribumi" dan diwariskan dalam sejumlah prasangka rasial seperti "Cina atau bukan Cina", telah menciptakan kesenjangan sosial yang tak mudah lagi untuk dijembatani.

Masih diperparah dengan ketimpangan ekonomi yang semakin mempertebal dan memperdalam perbedaan yang tanpa dasar terhadap liyan.

Perbedaan yang hanya diformulasikan dalam peringatan SARA (Sosial, Agama, Rasial) dan didupai dengan slogan Bhineka Tunggal Ika justru tampak rawan dan rapuh untuk dimanfaatkan demi kepentingan sepihak belaka.

Masuk akal jika kekerasan yang kerap dialami sebagian besar warga Tionghoa di Indonesia mendapatkan saat dan tempat yang tepat di bulan Mei 1998.

Bulan yang merupakan puncak dari krisis ekonomi dan politik dari kekuasaan rezim Orde Baru lantaran terlalu lama dibuai dan dikeroposkan oleh beragam praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Itulah mengapa agenda aksi dari Reformasi 1998 tampak berikhtiar untuk membersihkan segala praktik yang telah menjerumuskan negara bangsa ini ke dalam jurang kesenjangan dan ketimpangan, termasuk kekerasan berbau rasial.

Muluskah agenda itu dikerjakan? Apa saja yang sudah dikerjakan? Ke arah manakah agenda itu bergerak hingga saat ini?

Tentu, layak untuk diakui bahwa Reformasi 1998 telah membawa beragam perubahan. Di antaranya, kebebasan berpikir dan berpendapat semakin dijamin oleh undang-undang.

Maka tak heran jika keberadaan media massa, terutama media sosial (medsos), cukup memberi sumbangan yang besar dan menentukan.

Dengan kata lain, saat ini siapapun dapat mengabarkan pesan dan, dengan demikian, menjadi media bagi sesama yang lain.

Namun, masalahnya adalah kebebasan itu sama sekali belum mampu memuluskan jalan pengungkapan, apalagi penyingkapan, berbagai kekerasan yang terjadi menjelang Reformasi 1998.

Buktinya, Tragedi Trisakti dan Semanggi, serta kekerasan terhadap warga masyarakat Tionghoa dan rakyat miskin kota selama Mei 1998 masih tetap misteri.

Bahkan prasangka rasial yang bernada "anti-Cina" belum juga sirna dari cara pandang masyarakat pada umumnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com