Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Presidensi G20 dan Agenda Transisi Energi Nasional

Kompas.com - 30/04/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Misalnya, Indonesia mendorong instrumen diplomasi yang efektif kepada negara-negara anggota G20 agar objektif mempertimbangkan karakteristik yang berbeda di berbagai negara dalam proses transisi energi.

Indonesia juga harus mendorong agar negara-negara maju mau bekerja sama secara sistematis dan berkelanjutan untuk meningkatkan teknologi penggunaan dan pemanfaatan energi primer yang efisien, bersih, dan terjangkau.

Sementara itu, dari sisi kelistrikan dan penggunaan batu bara, dibutuhkan sinkronisasi dan reorientasi target bauran energi kelistrikan di Indonesia.

Hal tersebut terkait dengan rencana bauran energi kelistrikan Indonesia pada rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN) dan target dinamis bauran listrik rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL).

Pemerintah juga perlu memberi kepastian peraturan terkait energi terbarukan. Perubahan peraturan, konon, akan membuat pelaku industri energi terbarukan kesulitan membuat proyeksi jangka panjang, terutama terkait masalah harga kepemilikan dan skema penanggungan risiko keadaan luar biasa (force majeure).

Oleh karena itu, kepastian regulasi yang jelas adalah kebutuhan mendesak dalam rencana strategis jangka panjang.

Hal ini juga penting guna meyakinkan negara-negara anggota G20 lainnya untuk ikut terlibat dalam agenda ini.

Selanjutnya kesehatan PLN harus juga menjadi perhatian khusus. Kerugian dan arus kas negatif terus menerus membuat perusahaan pemasok listrik negara ini mengalami masalah dalam memenuhi kewajiban operasional. Sementara itu, tarif energi terbarukan dinilai masih tinggi.

Karena itu, pemerintah perlu mendorong tarif pembangkit listrik energi terbarukan kompetitif agar harganya lebih menarik terutama bagi pelaku investasi di sektor energi yang berasal dari negara-negara anggota G20.

Secara ideal, harga keekonomian energi terbarukan setidaknya turun di bawah harga keekonomian bahan bakar fosil.

Semoga ke depan pemerintah akan lebih sensitif terhadap energi terbarukan dan semakin konsisten dalam merealisasikannya pada tahun-tahun mendatang.

Jadi pendeknya, semua masalah dan kendala transisi energi terbarukan Indonesia tersebut semestinya tersampaikan dengan baik oleh Presiden Jokowi kepada semua anggota G20, agar kesepahaman semakin terbentuk dan peluang-peluang keterlibatan negara lain semakin terbuka lebar. Semoga saja demikian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com