Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Presidensi G20 dan Agenda Transisi Energi Nasional

Kompas.com - 30/04/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pencapaian tidak dapat dilakukan dalam sekejap atau serta merta, namun dibutuhkan upaya yang gigih dan persisten, sekaligus adaptif terhadap keadaan sosial ekonomi yang ada.

Namun demikian, harga dan teknologi energi fosil dunia saat ini lebih kompetitif, murah, dan tersedia melimpah sebagai sumber daya alam.

Pada 2017, misalnya, kapasitas pembangkit tenaga listrik energi fosil Indonesia masih sebesar 85 persen, utamanya batu bara.

Pada 2025 energi primer kelistrikan diproyeksikan sebesar 102,6 MTOE, porsi terbesar batu bara 59 persen, disusul EBT 27 persen dan gas 14,1 persen, meskipun pada tahun 2050 porsi batu bara diproyeksikan berkurang menjadi 52 persen.

Banyak negara dan daerah juga secara ekonomi masih sangat bergantung dari aktifitas eksploitasi dan pembakaran energi fosil.

Di Indonesia, roda perekonomian dan keuangan negara, termasuk kestabilan fiskal dana bagi hasil yang menopang anggaran di berbagai daerah, juga masih signifikan bertumpu pada energi fosil.

Karena itu, memaksa beralih drastis ke energi baru akan melumpuhkan dan memiskinkan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia.

Jika ini terjadi, akan memunculkan bentuk ketidakadilan baru, yang bertentangan dengan salah satu prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu tidak ada satu negara pun yang boleh tertinggal (no one country left behind).

Oleh karena itu, transisi ke energi nonfosil harus dipandang secara bijaksana dan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi masing-masing negara.

Namun satu hal yang pasti adalah Indonesia harus terus menegaskan upaya transisi tersebut agar di masa depan kita tidak tertinggal dari negara-negara lain dan tidak terjebak di dalam kondisi kelangkaan energi.

Secara spesifik, Indonesia hingga hari ini terus berupaya keras untuk menaikkan bauran energi dari sektor EBT, seperti tenaga matahari, PLTA (air), panas bumi, tenaga angin maupun bio massa.

Namun demikian, kondisi alam yang banyak berawan dan bermusim penghujan, tiupan angin yang tidak stabil, serta karakteristik wilayah kepulauan yang kadang jauh dari sumber-sumber energi potensial masih menjadi kendala.

Sekali lagi, semua ini harus terkomunikasikan dengan baik kepada dunia dan para anggota G20 agar dapat saling bahu membahu untuk memberikan kontribusi bersama mendukung upaya Indonesia sesuai dengan perencanaan strategis nasional.

Hal tersebut juga penting ditekankan oleh pemerintah agar negara-negara anggota G20 sekaligus memahami bahwa kesempatan untuk terlibat di dalam investasi hijau dan energi terbarukan di Indonesia masih sangat besar dan luas.

Sehubungan dengan konstelasi di atas, beberapa strategi perlu dilakukan Indonesia dalam kapasitasnya sebagai presidensi G20.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com