Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keamanan Data PeduliLindungi Wajib Dijaga karena Jadi Incaran Peretas

Kompas.com - 19/04/2022, 14:47 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar forensik digital Ruby Alamsyah mengatakan, pemerintah sebagai pengelola aplikasi PeduliLindungi harus menjaga keamanan data pengguna supaya tidak terjadi lagi kebocoran seperti di masa lalu.

Sebab, menurut dia, data pengguna yang disimpan oleh aplikasi PeduliLindungi dan lainnya selalu diincar oleh peretas untuk disalahgunakan.

"Kita harapkan PeduliLindungi jaga keamanannya seperti sekarang atau lebih baik lagi. Karena sangat menarik untuk pihak yang mencoba mengambil datanya," kata Ruby seperti dikutip Kompas TV, Selasa (19/4/2022).

Pernyataan itu disampaikan Ruby menanggapi laporan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang menyebut aplikasi PeduliLindungi berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM), yaitu dalam hak memiliki privasi.

Menurut Ruby, aplikasi PeduliLindungi memiliki fitur penghapusan data. Hanya data yang masih diperlukan yang disimpan, sedangkan data-data lama dihapus.

Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Laporan Pelanggaran HAM karena Aplikasi PeduliLindungi

Dia juga menyarankan agar pemerintah menyosialisasikan, bagaimana aplikasi itu menerapkan pengamanan agar data penggunanya tidak bocor. Sehingga, penggunaan PeduliLindungi sesuai aturan dan tidak melanggar HAM.

Menurut Ruby, kebocoran data di aplikasi daring tak berbayar atau gratis memang kerap terjadi. Kebocoran data juga bisa terjadi di aplikasi milik pemerintah.

Hal itu seperti yang pernah terjadi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, di mana ada kebocoran ratusan juta data peserta.

Namun, khusus PeduliLindungi, Ruby menyebut hanya pernah terjadi satu kali kebocoran data, yakni saat Nomor Induk Kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo (Jokowi) terungkap.

"Setelah itu dilakukan perbaikan. Dan sampai saat ini belum kelihatan lagi ada celah data bocor di PeduliLindungi," ucap Ruby.

Baca juga: Kemenkes Bantah Tuduhan Aplikasi PeduliLindungi Langgar HAM, Ini Alasannya

Ruby mengatakan, laporan Kemenlu AS juga tidak mengatakan secara spesifik pada bagian mana terjadi kasus kebocoran data PeduliLindungi.

Di sisi lain, Ruby mengatakan, aplikasi PeduliLindungi sebenarnya pemberian pemerintah Singapura, yang kemudian dikembangkan oleh Indonesia. Singapura adalah negara di Asia Tenggara yang menggunakan aplikasi untuk memantau pergerakan dan kondisi kesehatan penduduk setiap hari saat pandemi Covid-19 terjadi.

Menurut Ruby, jika AS menuduh ada dugaan pelanggaran HAM dalam pemanfaatan aplikasi PeduliLindugi maka tuduhan yang sama juga harus diberikan kepada Singapura.

"Yang perlu digarisbawahi, kalau mereka sebut Indonesia melanggar HAM, berarti Singapura juga melanggar HAM," kata dia.

Dalam laporan yang bertajuk "2021 Country Reports on Human Rights Practices" dari Kemenlu AS disebutkan aplikasi PeduliLindungi mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com