JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Eddy Tansil sangat lekat dengan kasus korupsi di Indonesia.
Sampai saat ini keberadaan terpidana kasus pembobolan uang negara melalui kredit Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) melalui perusahaan Golden Key Group (GKG) di China tak pernah diketahui.
Teka-teki keberadaan Eddy Tansil yang buron sejak kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, pada 4 Mei 1996, sempat terungkap 17 tahun kemudian.
Pada 23 Desember 2013, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan, berdasarkan informasi keberadaan Eddy terdeteksi di China.
"Terkait masalah Eddy Tansil tadi, saya sudah katakan bahwa itu terlacak. Kalau tidak terlacak, tidak mungkin kita melakukan ekstradisi," kata Basrief saat itu.
Dia mengatakan, Eddy Tansil terlacak berada di China dan Kejaksaan sudah melakukan usaha ekstradisi dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah China melalui Kementerian Hukum dan HAM.
"Jadi, itu terlacak karena kita mendapatkan informasi berada di China. Oleh karena itu, kita sudah minta ekstradisi kepada Pemerintah China melalui surat Menteri Hukum dan HAM selaku sentral otoriti pada 8 September 2011. Ini tetap kita upayakan," ujarnya.
Baca juga: Koruptor Kakap Eddy Tansil Terlacak di China
Akan tetapi, sampai hari ini upaya untuk memulangkan Eddy tak pernah berhasil.
Kabar mengenai kaburnya Eddy membuat geger jagat pemberitaan pada 8 Mei 1996. Menteri Kehakiman Oetojo Oesman saat menyampaikan langsung ihwal kaburnya sang koruptor kakap itu.
Komandan jaga di LP Cipinang baru mengetahui terpidana kasus Golden Key Group yang merugikan negara hingga Rp 1,3 triliun itu kabur pada 6 Mei. Padahal, Eddy sudah lari dari penjara dua hari sebelumnya.
Baca juga: Kejagung Belum Pastikan Target Pemulangan Eddy Tansil
Menurut Oetojo Oesman, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Mintardjo baru melaporkan hilangnya Eddy Tansil kepada Dirjen Pemasyarakatan dan Kakanwil Departemen Kehakiman DKI Jakarta, hari 7 Mei 1996.
"Saya baru diberitahukan sekitar pukul 10.00 WIB saat berlangsungnya rapat koordinasi politik dan keamanan (Rakorpolkam)," kata Oetojo Oesman.
Oetojo Oesman langsung mencopot Mintardjo dari jabatannya terkait kejadian itu.
"Saya yang paling bertanggung jawab dalam masalah ini," ucap Oetojo Oesman.
Kasus korupsi yang dilakukan Eddy terungkap saat rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dengan Gubernur Bank Indonesia J Sudrajad Djiwandono pada 1993.