Lebih lanjut, berdasarkan analisis Greenpeace Indonesia dan The Tree Map menemukan seluas 3,12 juta hektar (ha) perkebunan sawit ilegal dalam kawasan hutan hingga akhir tahun 2019.
Baca juga: Mendag Kemarin Janji Ungkap Tersangka Mafia Minyak Goreng, Kini Bilang Belum Cukup Bukti
"Potensi hilangnya penerimaan negara dari pajak kebun sawit tersebut tentunya tak sebanding dengan dampak sosial dan lingkungan yang dialami oleh masyarakat sekitar," kata juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra.
"Masyarakat adat dan warga yang tinggal di sekitar hutan kehilangan sumber pendapatan, menjadi korban bencana asap akibat kebakaran lahan, serta berisiko menghadapi amukan satwa liar akibat meningkatnya konflik manusia dan satwa liar," jelasnya.
Organisasi-organisasi sipil tersebut sepakat bahwa negara harus mengambil langkah untuk mengontrol harga pasar dan menjamin ketersediaan minyak goreng.
Mengingat pentingnya minyak goreng untuk menunjang kebutuhan harian, kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng dinilai telah menyengsarakan dan berdampak pada hak-hak masyarakat.
Baca juga: Info Pangan Jakarta Hari Ini: Harga Minyak Goreng Curah Nyaris Rp 19.000 Per Liter
"Di antaranya hak ekonomi, hak atas kesejahteraan, hak atas kesehatan dan hak atas rasa aman," jelas Judianto Simanjuntak mewakili PIlnet.
"Dalam konteks itu, segala bentuk praktik penimbunan dan kartel adalah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Kelangkaan minyak goreng dan lonjakan harga menunjukan kegagalan pemerintah Indonesia menjalankan politik pangan yang demokratis, berdasarkan keadilan sosial, dan kepedulian terhadap ekologi," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.