Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transisi Pandemi Covid-19 Jadi Endemi dan Syarat yang Harus Dipenuhi

Kompas.com - 24/03/2022, 08:56 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Situasi pandemi Covid-19 yang terus melandai membuat banyak pihak berpikir bahwa penyakit ini suatu saat akan berubah menjadi endemi.

Endemi adalah kondisi di mana sebuah penyakit mewabah tetapi hanya pada area tertentu, perbedaan pandemi dengan endemi adalah luasnya wilayah yang terdampak.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, berdasarkan sejarah umat manusia, seluruh pandemi pasti akan bertransisi menjadi endemi, tetapi tidak ada yang tahu kapan pastinya waktu itu akan tiba.

Budi mengaku sudah memberikan usul kepada Presiden Joko Widodo bahwa ada sejumlah indikator yang harus dipenuhi agar Covid-19 dinyatakan sebagai endemi.

Indikator itu merujuk pada panduan yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Indikator itu adalah jumlah kasus baru paling banyak 20 kasus per 100.000 penduduk, jumlah pasien dirawat di rumah sakit sebanyak lima pasien per 100.000 penduduk, dan jumlah kematian 1 kematian per 100.000 penduduk dalam satu pekan selama enam bulan berturut-turut.

"Kalau kita memenuhi tiga kriteria ini sekaligus antara tiga sampai enam bulan berturut-turut, dari sisi kesehatan itu adalah indikator bahwa kita sudah bisa masuk endemi," kata Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (23/3/2022).

Hal itu ditambah dengan capaian vaksinasi dosis lengkap harus mencapai 70 persen dari populasi serta reproduction rate atau laju penularan di bawah 1 selama enam bulan.

Baca juga: Menkes Sebut Transisi Pandemi ke Endemi Akan Diputuskan oleh Presiden

Budi mengatakan, reproduction rate di Indonesia saat ini sudah mendekati 1 dan diprediksi akan berada di bawah 1 apda akhir bulan ini.

"Jadi kalau Maret bisa di bawah 1, kita tarik enam bulan dari Maret, kalau mudah-mudahan tidak ada varian baru ya mudah-mudahan bisa kita atasi," ujar dia.

Budi mengatakan, status endemi nanti akan diputuskan oleh Presiden Joko Widodo dengan mempertimbangkan masukan dari WHO.

"WHO bukan badan yang bisa memiliki otoritas di masing-masing negara, enggak gitu kan, dia bisa memberikan opininya mereka, nanti yang mengambil (keputusan) tetap kita," ujar Budi.

Tak Hanya Faktor Kesehatan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendengarkan pandangan anggota DPR saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/11/2021). RDP tersebut membahas permasalahan data dalam rangka sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data peserta Penerima Bantuan luran (PBI). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendengarkan pandangan anggota DPR saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/11/2021). RDP tersebut membahas permasalahan data dalam rangka sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data peserta Penerima Bantuan luran (PBI). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Namun, Budi menyatakan, faktor kesehatan tidak akan menjadi satu-satunya hal yang dipertimbangkan dalam menetapkan status endemi.

Ia menyebutkan, transisi pandemi ke endemi juga dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, budaya, dan ekonomi.

Sebab, menurut Budi, salah satu ciri-ciri transisi pandemi ke endemi adalah kesadaran dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi penyakit yang menjadi pandemi.

Budi mengatakan, sejarah menunjukkan bahwa setiap pandemi pasti akan berubah menjadi endemi, tetapi hal itu dipengaruhi oleh adaptasi masyarakat dalam menghadapi penyakit yang ada.

Misalnya, pandemi black death yang melanda pada abad ke-14 disebabkan oleh gaya hidup masyarakat yang tidak higienis hingga akhirnya menciptakan kebiasaan baru seperti mencuci tangan.

"Begitu manusia prokesnya sudah sadar bahwa dulu dia sebelum makan enggak pernah cuci tangan sekarang dia mesti cuci tangan, nah itu artinya sudah siap transisinya pandemi ke endemi," ujar Budi.

Baca juga: Menkes: Kesadaran dan Kesiapan Masyarakat Salah Satu Ciri-ciri Transisi Pandemi ke Endemi

Oleh karena itu, menurut Budi, pandemi Covid-19 juga bisa berubah menjadi endemi ketika masyarakat sudah terbiasa menangani penyakit itu.

Misalnya, ketika merasa batuk atau mengalami gejala Covid-19 lainnya, orang tersebut berinisiatif melakukan tes dan apabila positif langsung mengisolasi mandiri dan meminum obat antivirus hingga sembuh.

"Itu adalah ciri-ciri masyarakat kita sudah siap dan memiliki tanggung jawab pribadi untuk menjaga kesehatannya, itu adalah ciri-ciri di mana pandemi bisa transisi jadi endemi," kata dia.

Stok Vaksin Cukup

Dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Budi juga mengemukakan bahwa stok vaksin Covid-19 di Indonesia sangat mencukupi, di mana Indonesia telah mengamankan 553 juta dosis vaksin.

Ia menyebutkan, jumlah tersebut cukup untuk vaksinasi dosis satu dan dua bagi 234 juta orang dan vaksinasi booster bagi 181 juta orang.

"Sampai sekarang 553 juta dosis sudah secure, kita malah menolak-nolak vaksin, masih ada sekitar 50 juta dosis lagi yang ditawarkan ke kami tapi kami masih tahan karena stok yang ada kami masih cukup banyak," kata Budi.

Baca juga: WHO Menyebut meskipun Jadi Endemi, Covid-19 Belum Akan Berakhir

Total kebutuhan vaksin di Indonesia memang sebanyak 610 juta dosis, tetapi menurutnya tidak satu negara pun yang tingkat vaksinasinya bisa mencapai 100 persen kecuali populasi negara tersebut hanya mencapai 1 juta orang.

"Jadi kita memang tidak mau berlebihan juga membelinya sehingga kita jaga yang ada sekarang adalah sekitar 553 juta," ujar Budi.

Kendati demikian, Budi menyebut kondisi ini menimbulkan dilema karena di sisi lain ada vaksin Merah Putih buatan dalam negeri yang sedang menunggu izin edar darurat atau emergency use authorization (EUA).

Persoalannya, EUA itu diperkirakan baru keluar setelah program vaksinasi pemerintah rampung pada Mei atau Juni 2022 mendatang.

Oleh karena itu, Budi menyebut, pemerintah membuka opsi mendonasikan puluhan juta dosis vaksin Merah Putih ke negara-negara yang membutuhkan.

"Kita juga sudah mendapatkan clearance dari Bapak Presiden setidaknya kita bisa beli untuk donasi ke luar negeri, jadi ada kepastian untuk produksi. Kalau Indonesia sudah selesai, gantian kita boleh dong mendonasikan vaksin kita ke luar negeri," kata Budi.

Baca juga: Menkes Beberkan Indikator yang Harus Dipenuhi agar Covid-19 Jadi Endemi

Selain donasi ke luar negeri, pemerintah juga mempertimbangkan penggunaan vaksin Merah Putih untuk booster bagi warga berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak-anak jika sudah mendapat lampu hijau dari WHO.

"Booster untuk remaja dan anak-anak, itu ada hampir sekitar 40 juta dosis, itu masih belum dibuka oleh WHO. Kalau itu nanti dibuka oleh WHO, itu bisa menjadi bagian dari program," ujar Budi.

Dua opsi itu dipertimbangkan pemerintah agar vaksin Merah Putih dapat tetap diproduksi meski program vaksinasi pemerintah sudah berakhir.

Diketahui, ada dua jenis vaksin Merah Putih yang sedang menjalani uji klinik yakni vaksin buatan Universitas Airlangga bekerja sama dengan PT Biotis Pharmaceuticals serta buatan PT Bio Farma bersama Baylor College of Medicine.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com