Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Jangan Ada Stunting di Antara Kita

Kompas.com - 12/03/2022, 13:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT bungsu saya bersekolah SMA di Buckeye School, Ohio, Amerika Serikat, 2019 lalu, dia begitu berkecil hati dengan tinggi badannya dibanding rekan-rekan satu sekolahnya.

Dia merasa “kontet” alias cebol dibandingkan temen-temen sekelasnya yang jangkung menjulang.

Padahal tinggi badan putri saya ini 1,71 meter. Putri saya begitu jengah mengingat Indonesia menduduki peringkat teratas untuk penduduk terpendek atau stunted di dunia dengan ukuran rata-rata tinggi penduduknya 1,58 meter.

Untuk posisi pertama negara dengan penduduk dengan rata-rata tinggi badan tertinggi di dunia adalah Bosnia & Harzegovania. Tinggi rata-rata warga Bosnia mencapai 1,838 meter (Tribunnews.com, 28 November 2019)

Mendengar kata stunting, banyak orang belum paham mengenai selarik kata ini. Saat saya memiliki dua balita di dua dekade yang lalu, saya belum pernah mendengar kata stunting saat beberapa kali mengantar istri ke dokter kandungan, bahkan saat istri melahirkan.

Saya baru ngeh dengan stunting saat anak saya yang pertama telah berkuliah di Melbourne, Australia dan anak bungsu saya mengambil studi di Institut Teknologi 10 November Surabaya usai bersekolah SMA di AS.

Saya baru paham dengan stunting, setelah Presiden Joko Widodo begitu “galak” dan “ngotot” ingin menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4 persen.

Angka ini berarti 1 di antara 4 anak yang bermukim di tanah air dikategorikan mengalami stunting.

Torehan angka stunting ini masih di atas angka standar yang ditoleransi Badan Kesehatan Dunia atau WHO, yakni di bawah 20 persen.

Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek, walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan.

Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk, bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antargenerasi yang berkelanjutan.

Selain itu, stunting dapat menyebabkan meningkatnya risiko kerusakan otak dan menjadi pemicu penderitanya terkena penyakit metabolik seperti diabetes dan penyakit yang berkaitan dengan jantung pada masa dewasa si anak.

Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepannya.

Ringkasnya, generasi stunting akan kesulitan untuk diterima sebagai anggota militer dan kepolisian.

Generasi stunting akan mengalami kendala jika ingin menjadi olahragawan yang sukses di cabang olahraga bola basket dan bola volley, misalnya.

Perenang dengan tinggi badan yang maksimal akan lebih cepat menyentuh garis finish ketimbang perenang bertinggi badan pendek.

Generasi stunting akan kesulitan untuk diterima menjadi pramugari atau foto model. Begitu banyak peluang dan kesempatan yang tertutup akibat stunting.

Saat membuka Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana atau Program Bangga Kencana di Jakarta, 22 Maret 2022 lalu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut kerugian akibat stunting bisa mencapai 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Bruto Domestik (PDB) setiap tahunnya.

Jika PDB Indonesia tahun 2020 sebesar Rp 15 ribu triliun, maka potensi hilangnya keriguan akibat stunting sebesar Rp 450 triliun.

Perlu konvergensi semua kalangan

Berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia.

Maka dengan Perpres tersebut, BKKBN mendapatkan mandat baru, yaitu menurunkan angka stunting di Indonesia dari 27,67 persen tahun 2019 menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Di akhir masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, angka prevalensi stunting mencapai 37,2 di 2013.

Trend penurunan mulai terjadi era Jokowi, yakni 29 persen pada 2015, namun melonjak lagi pada 2018 menjadi 30,8 persen.

Pandemi Covid-19 sepanjang 2020 – 2022 juga ikut memengaruhi angka prevalensi stunting mengingat menurunnya daya beli masyarakat karena melesunya sendi-sendi perekonomian.

Hal ini berarti dibutuhkan kerja keras semua kalangan untuk menurunkan sebesar 10 persen lebih di waktu yang tersisa jelang berakhirnya era Jokowi, agar target nasional angka prevalensi stunting tahun 2024 sebesar 14,00 persen bisa tercapai.

BKKBN tidak bisa bekerja sendirian, butuh kerja sama dari semua kalangan.

Terdapat 12 provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air dan mendapat penanganan prioritas agar terjadi akselarasi penurunan stunting, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat (Sulbar), Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Tenggara (Sultra), Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Barat (Kalbar), Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Banten serta Sumatera Utara (Sumut).

Keseriusan Presiden Jokowi untuk menurunkan angka stunting tidak bisa diragukan lagi. Jokowi memerintahkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting Indonesia.

Sedangkan Kepala BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Indonesia dengan para wakil dari unsur Sekretariat Wakil Presiden sebagai wakil ketua bidang advokasi dan komitmen kepemimpinan.

Kemudian Menteri Koordinator Pembangunan Manusia & Kebudayaan sebagai wakil ketua bidang koordinasi sinkronisasi pengendalian dan pengawalan pelaksana, Kementerian PPN/Bappenas sebagai wakil ketua bidang perencanaan.

Kementerian Kesehatan sebagai wakil ketua bidang koordinasi intervensi spesifik serta Kementerian Dalam Negeri sebagai wakil ketua bidang koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaran pemerintahan daerah.

Belum lagi kontribusi lintas kementerian yang lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Sekretariat Negara dan Kepala Staf Kepresidenan.

Sebuah “orkestrasi” yang massal dan massif dari upaya maksimal mempercepat penurunan stunting yang dipimpin “dirigen” Kepala BKKBN.

Sebuah tekad yang tidak main-main dari era kepemimpinan Presiden Jokowi. Sebuah cara “ekstrem” yang dilakukan oleh seorang presiden, yang mungkin tidak dijumpai di negara-negara lain dalam melawan stunting.

Potensi stunting dicegat dari hulu hingga hilir

Pencegahan stunting tidak saja diintervensi BKKBN dari sisi hilir seperti pendampingan dan bantuan asupan makanan dan minuman bergizi sejak bayi lahir hingga usia balita.

Ada cara “cerdas” yang dilakukan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dengan menggaet Kementerian Agama dalam “menghadang” calon pengantin sebelum menikah.

Mantan Bupati Kulon Progo yang sukses memimpin daerahnya dengan berbagai terobosan dan latar belakangnya sebagai dokter kandungan dengan spesialisasi bayi tabung itu, begitu paham akan pencegahan lahirnya bayi-bayi stunting.

Jika para calon pengantin terlalu disibukkan dengan kegiatan prewedding yang berbiaya mahal, mengapa tidak dipikirkan oleh para calon pengantin untuk melakukan prekonsepsi?

Memang prewedding seperti berburu foto dengan berbagai momen “mesra” dengan pilihan berbagai lokasi lengkap dengan kostum calon pengantin yang berganti-ganti adalah kenangan yang tidak terlupakan sepanjang usia perkawinan.

Belum lagi aneka pesta dan syukuran prewedding yang menghabiskan sebagian dari total biaya pernikahan.

Namun, apakah terpikirkan oleh calon pengantin dan keluarga calon mempelai akan maha pentingnya memiliki keturunan yang sehat jasmani dan rohani?

Kemubaziran biaya prewedding lebih mudah diprediksikan dan hendaknya calon pengantin lebih ber-mindset akan memiliki keturunan yang sehat agar bisa mewariskan jalinan kisah cinta para orangtuanya.

Tidak jarang, keluarga-keluarga mapan di daerah perkotaan justru memiliki bayi-bayi stunting karena ketidakmengertian akan pola asupan bergizi untuk putra-putrinya.

Kota Cirebon malah memiliki angka prevalensi stunting yang cukup tinggi, yakni 30,6 persen dan masuk dalam kategori “merah” karena prevalensi stuntingnya di atas 30 persen.

Kabupaten Bandung juga “merah” karena prevalensi stuntingnya di angka 31,1 persen.

Prekonsepsi bagi calon pengantin adalah pemeriksaan kesehatan dasar yang meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hemoglobin atau Hb yang dilakukan minimal 3 bulan sebelum menikah.

Hasil pemeriksaan dari calon penganting diinput melalui aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil).

Jika ada kerepotan untuk mengisi Elsimil dan calon pengantin masih “gatek” alias gagap teknologi, maka akan ada yang mendampingi seperti Tim Pendamping Keluarga (TPK), bidan serta tenaga kesahatan lainnya.

Para calon pengantin tidak perlu khawatir karena hasil dari pemeriksaan kesehatan tidak akan menjadi syarat boleh tidaknya menikah. Apalagi jika dalam waktu dekat sudah berencana alias “ngebet” untuk menikah.

Pencegahan stunting memang harus dilakukan sebelum menikah. Hal tersebut mengingat apabila ditemukan ketidaknormalan kondisi patologis bagi calon istri, maka dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk memperbaiki kondisi patologis tersebut.

Misal hasil pemeriksaan kesehatan dari calon pengantin menderita anemia, bukan berarti BKKBN merekomendasikan untuk pembatalan pernikahan.

Memang kekurangan energi kronis dan anemia adalah salah satu risiko bagi calon pengantin untuk melahirkan bayi stunting.

BKKBN justru akan melakukan pendampingan agar faktor melahirkan bayi stunting bisa teridentifikasi sedini mungkin dan bisa dicegah sebelum menikah dan hamil.

Keberadaan 200.000 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang ekivalen dengan 600.000 personel yang terdiri dari bidang, kader PKK dan kader penyuluh KB di seluruh tanah air serta kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menggerakkan mahasiswa dalam “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” diharapkan sentuhan sektor hulu pencegahan stunting bisa teratasi dengan baik.

Dalam program “Peduli Stunting”, mahasiswa bisa turun langsung ke daerah-daerah yang memiliki prevalensi stunting dengan bobot 20 Satuan Kredit Semester (SKS).

Proposal penelitian dan Kuliah Kerja Mahasiswa terhadap program “Peduli Stunting” mendapat alokasi dana penelitian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Saya jadi teringat dengan pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat bersama Kepala BKKBN meluncurkan Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah sebagai Upaya Pencegahan Stunting dari Hulu kepada Calon Pengantin di Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (11 Maret 2022) kemarin

Pencegahan stunting itu perintah agama. Menyiapkan generasi terbaik adalah risalah nubuwwah.

Jadi karena hal tersebut perintah agama, wajib hukumnya memberi perhatian bersama-sama akan penurunan stunting di Indonesia.

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”

Andai kala itu Khalil Gibran sudah mendapatkan informasi mengenai stunting, pasti akan menambah untaian kalimat indahnya dengan:

“Aku ingin generasiku dan generasimu tanpa stunting. Lakukanlah pemeriksaan kesehatan sebelum menikah agar tidak ada kata sesal di kemudian hari."

Jangan biarkan stunting menerpa generasi muda kita. Jangan ada stunting di antara kita! Berencana itu keren.......

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com