Tidak jarang, keluarga-keluarga mapan di daerah perkotaan justru memiliki bayi-bayi stunting karena ketidakmengertian akan pola asupan bergizi untuk putra-putrinya.
Kota Cirebon malah memiliki angka prevalensi stunting yang cukup tinggi, yakni 30,6 persen dan masuk dalam kategori “merah” karena prevalensi stuntingnya di atas 30 persen.
Kabupaten Bandung juga “merah” karena prevalensi stuntingnya di angka 31,1 persen.
Prekonsepsi bagi calon pengantin adalah pemeriksaan kesehatan dasar yang meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hemoglobin atau Hb yang dilakukan minimal 3 bulan sebelum menikah.
Hasil pemeriksaan dari calon penganting diinput melalui aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah dan Hamil).
Jika ada kerepotan untuk mengisi Elsimil dan calon pengantin masih “gatek” alias gagap teknologi, maka akan ada yang mendampingi seperti Tim Pendamping Keluarga (TPK), bidan serta tenaga kesahatan lainnya.
Para calon pengantin tidak perlu khawatir karena hasil dari pemeriksaan kesehatan tidak akan menjadi syarat boleh tidaknya menikah. Apalagi jika dalam waktu dekat sudah berencana alias “ngebet” untuk menikah.
Pencegahan stunting memang harus dilakukan sebelum menikah. Hal tersebut mengingat apabila ditemukan ketidaknormalan kondisi patologis bagi calon istri, maka dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk memperbaiki kondisi patologis tersebut.
Misal hasil pemeriksaan kesehatan dari calon pengantin menderita anemia, bukan berarti BKKBN merekomendasikan untuk pembatalan pernikahan.
Memang kekurangan energi kronis dan anemia adalah salah satu risiko bagi calon pengantin untuk melahirkan bayi stunting.
BKKBN justru akan melakukan pendampingan agar faktor melahirkan bayi stunting bisa teridentifikasi sedini mungkin dan bisa dicegah sebelum menikah dan hamil.
Keberadaan 200.000 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang ekivalen dengan 600.000 personel yang terdiri dari bidang, kader PKK dan kader penyuluh KB di seluruh tanah air serta kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menggerakkan mahasiswa dalam “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” diharapkan sentuhan sektor hulu pencegahan stunting bisa teratasi dengan baik.
Dalam program “Peduli Stunting”, mahasiswa bisa turun langsung ke daerah-daerah yang memiliki prevalensi stunting dengan bobot 20 Satuan Kredit Semester (SKS).
Proposal penelitian dan Kuliah Kerja Mahasiswa terhadap program “Peduli Stunting” mendapat alokasi dana penelitian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Saya jadi teringat dengan pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat bersama Kepala BKKBN meluncurkan Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah sebagai Upaya Pencegahan Stunting dari Hulu kepada Calon Pengantin di Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (11 Maret 2022) kemarin
Pencegahan stunting itu perintah agama. Menyiapkan generasi terbaik adalah risalah nubuwwah.
Jadi karena hal tersebut perintah agama, wajib hukumnya memberi perhatian bersama-sama akan penurunan stunting di Indonesia.
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”
Andai kala itu Khalil Gibran sudah mendapatkan informasi mengenai stunting, pasti akan menambah untaian kalimat indahnya dengan:
“Aku ingin generasiku dan generasimu tanpa stunting. Lakukanlah pemeriksaan kesehatan sebelum menikah agar tidak ada kata sesal di kemudian hari."
Jangan biarkan stunting menerpa generasi muda kita. Jangan ada stunting di antara kita! Berencana itu keren.......
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.