Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Dulu Bilang Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tampar Mukanya, Kini Sebut Itu Bagian Demokrasi

Kompas.com - 05/03/2022, 11:10 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara soal isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Wacana tersebut menjadi polemik setelah disuarakan sejumlah elite partai politik.

Tidak hanya sekali Jokowi buka suara terkait hal ini. Sejak awal masa kepemimpinannya di periode kedua, isu perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode sudah berulang kali mengemuka.

Menampar muka

Tahun 2019, wacana untuk mengusung Jokowi menjadi presiden 3 periode sempat ramai ketika ada isu untuk mengamendemen UUD 1945.

Baca juga: Soal Isu Penundaan Pemilu, Jokowi: Tunduk, Taat, dan Patuh pada Konstitusi

Ada yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi 8 tahun dalam satu periode. Ada pula yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi 4 tahun dan bisa dipilih sebanyak 3 kali.

Usul lainnya, masa jabatan presiden menjadi 5 tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak 3 kali.

Kala itu, Jokowi langsung merespons isu tersebut. Dengan lantang ia mengatakan tidak setuju pada usul perpanjangan masa jabatan presiden.

Dia bahkan curiga ada pihak yang ingin menjerumuskannya dengan mengusulkan wacana tersebut.

"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.

Baca juga: Ironi Negeri Demokrasi: Rakyat Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Elite Partai Ngotot Tunda Pemilu

Jokowi menegaskan, sejak awal ia sudah menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi. Oleh karenanya, masa jabatannya dibatasi 2 periode saja.

Isu perpanjangan masa jabatan presiden kembali bergulir pada Maret 2021. Ini menyusul pernyataan mantan Ketua MPR Amien Rais yang menyebut bahwa ada skenario mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal masa jabatan presiden.

Jokowi pun kembali bersuara keras. Ia menegaskan tidak berniat dan tak punya minat untuk menjabat selama 3 periode.

"Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021).

Sikap ini, kata dia, tidak akan pernah berubah. Sebagaimana bunyi Undang-Undang Dasar 1945, masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode.

Bagian dari demokrasi

Paling baru, usul penundaan pemilu disuarakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.

Ia mengaku mendengar masukan dari para pengusaha, pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga analis ekonomi sebelum menyampaikan usulan itu.

Baca juga: 2 Sisi Wajah Pemerintah: Dulu Ngotot Pilkada 2020 meski Pandemi, Kini Diam soal Pemilu Ditunda

“Dari semua (masukan) itu saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun,” kata Muhaimin, dikutip dari keterangan persnya, Rabu (23/2/2022).

Usulan itu lantas didukung oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

Sebelumnya, wacana penundaan pemilu juga sempat digulirkan oleh Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

Bahlil mengeklaim, usul tersebut datang dari para pengusaha yang bercerita kepadanya. Alasannya, perlu waktu untuk memulihkan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19, sehingga para pengusaha ingin penyelenggaraan pemilu ditunda.

Buntut dari wacana itu, isu perpanjangan masa jabatan presiden kembali mengemuka.

Baca juga: Ancaman Demokrasi Semu di Balik Wacana Penundaan Pemilu

Setelah lebih dari sepekan gaduh, presiden akhirnya angkat bicara. Jokowi menyatakan bakal patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.

"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/3/2022), dilansir dari Kompas.id edisi Sabtu (5/3/2022).

Meski demikian, sikap Jokowi kali ini tak sekeras pernyataannya sebelumnya.

Kali ini, dia menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi.

Namun, sekali lagi, Jokowi menegaskan bakal tunduk dan patuh pada konstitusi.

"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," kata Jokowi.

Konstitusi memang telah tegas mengatur penyelenggaraan pemilu maupun masa jabatan presiden.

Baca juga: PSI Tolak Wacana Pemilu Ditunda, tapi Dukung Jokowi 3 Periode

Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, pemilu presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan lima tahun sekali.

Sementara, merujuk Pasal 7 UUD, masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun setiap satu periode.

Tertibkan partai

Melihat polemik ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, Jokowi perlu menertibkan partai koalisi pemerintah yang menyuarakan wacana penundaan pemilu.

Sebab, isu tersebut telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

"Tertibkan diri sendiri dan kelompoknya. Lalu tertibkan juga partai partai koalisi yang mendukung pemilu ditunda," kata Ujang saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/3/2022).

Ujang berpandangan, Jokowi perlu juga menertibkan lingkarannya di Istana Presiden. Sebab, muncul isu bahwa penundaan pemilu telah dikoordinasikan oleh lingkaran Istana.

Baca juga: Survei LSI: 66,3 Persen Responden Puas dengan Kinerja Jokowi, Mayoritas Tolak Tunda Pemilu

Tak hanya itu, masyarakat juga dinilai berhak menghukum partai-partai politik yang mengusung atau mendukung wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Menurut peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro, hal itu patut dilakukan karena wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden mengancam praktik demokrasi yang berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945.

"Publik patut menghukum partai-partai yang melontarkan usul penundaan pemilu atau juga usul penambahan periode masa jabatan presiden," kata Bawono kepada Kompas.com, Jumat (4/3/2022).

Bawono mengatakan, isu penundaan pemilu atau penambahan periode masa jabatan presiden tidak bisa dianggap remeh.

Usulan yang digulirkan elite partai PKB, Golkar, maupun PAN berpotensi memberangus praktik demokrasi konstitusional di Indonesia.

Menurut Bawono, cara paling ampuh untuk memberi ganjaran kepada partai-partai politik pengusung wacana itu adalah dengan tidak memilih partai tersebut dalam pemilu.

"Kelompok-kelompok sipil dari gerakan demokrasi dan pegiat pemilu dapat bisa membuat kampanye kepada publik untuk tidak memilih partai-partai politik pendukung penundaan pemilu dan perpanjangan dari periode masa jabatan presiden," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com