JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati (Ninis) mengatakan, alasan ekonomi akibat pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu bertentangan dengan praktik yang dilakukan pemerintah sebelumnya.
Ninis menyebutkan, pada 2020 pemerintah kukuh menyelenggarakan pilkada serentak saat pandemi Covid-19 tengah memuncak.
"Alasan ekonomi pada konteks Covid-19 bertentangan dengan praktik pemerintahan sebelumnya," kata Ninis dalam keterangan pers, Kamis (3/3/2022).
Padahal, lanjut Ninis, saat itu banyak pihak mendesak pemerintah agar menunda pilkada serentak.
Keadaan ekonomi warga dan APBN/D pun dalam keadaan buruk karena terdampak Covid-19.
"Tapi, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan Pilkada 2020. Semua itu menjelaskan bahwa penundaan Pemilu 2024 menyerta perpanjangan masa jabatan presiden melanggar aspek hukum, politik, dan ekonomi," ucapnya.
Karena itu, Ninis berpendapat, usulan penundaan Pemilu 2024 sarat kepentingan politik. Usulan tersebut merupakan wujud kepentingan para elite untuk mempertahankan bahkan memperluas kekuasaan.
Khoirunnisa pun mengajak seluruh elemen masyarakat sipil menolak Penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Atas nama negara hukum, politik demokratis, dan keberdayaan ekonomi: tolak penundaan Pemilu 2024," tegasnya.
Baca juga: Pemilu Ditunda atau Tidak, PKB Klaim Siap Hadapi Kapan Saja
Adapun Perludem bersama sejumlah koalisi masyarakat sipil lainnya, yaitu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Jaringan Demokrasi Indonesia (Jadi), dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas menginisiasi petisi "Tolak Penundaan Pemilu 2024".
Hingga Kamis (3/3/2022) pagi, petisi di laman Change.org itu telah ditandatangani 437 orang.
Usulan penundaan pemilu ini pertama kali kembali dilontarkan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Usulan itu kemudian didukung Partai Golkar dan PAN.
Sementara itu, enam parpol lain yang memiliki kursi di MPR/DPR, yakni PDI-P, Nasdem, Demokrat, PKS, PPP, dan Partai Gerindra menyatakan menolak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.