Parahnya lagi PP tersebut dibuat tanpa melibatkan Dewan Guru Besar dan Senat Akademik.
Menurut Manneke, keputusan yang ‘cacat’ demokrasi ini diduga ditunggangi oleh tiga kelompok.
Pertama; orang-orang di luar UI yang membutuhkan sumber daya, infrastruktur, serta sosial kapital untuk konsolidasi menuju kekuasaan.
Kedua: mereka yang berada di UI, namun tidak bertujuan mengabdi secara permanen dan memanfaatkan universitas sebagai ‘batu loncatan’ untuk meraih ambisi politik.
Ketiga: mereka yang tinggal permanen di UI yang hanya gemar mencari keuntungan pribadi (Sindonews.com 31/07/2021).
Apa yang terjadi di UI ini mungkin saja hanya salah satu dari banyak kasus politik kepentingan/kekuasaan yang terjadi di lingkungan kampus.
Artinya mengembalikan kampus sebagai ruang yang steril dari kepentingan politik akan menjadi ‘pekerjaan rumah’ kedepannya.
Kekuasaan memang sangat membuai manusia karena pada dasarnya menurut Friedrich Nietzsche manusia tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan karena keinginan untuk berkuasa ada pada tiap individu.
berkaca pada hal ini, siapapun bisa berpotensi meraih kekuasaan dengan jalan apapun, ‘baik’ atau ‘buruk’.
Belajar dari kasus di atas, kita sebetulnya dapat mencermati kepentingan penguasa di dalam suatu organisasi. Dalam konteks ini institusi pendidikan, melalui statuta.
Statuta merujuk pada anggaran dasar atau regulasi suatu organisasi (seperti perguruan tinggi).
Sedangkan di dalam Permendikbud RI No.139 Pasal 1 tahun 2014 tentang Pedoman Statuta dan Organisasi Perguruan Tinggi disebutkan bahwa statuta adalah peraturan dasar pengelolahan suatu perguruan tinggi yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di perguruan tinggi yang bersangkutan.
Statuta disusun dengan melibatkan organ-organ penting di perguruan tinggi seperti Dewan Guru Besar, Senat Universitas dan disesuaikan dengan kebutuhan dan pengembangan perguruan tinggi terutama terkait dengan penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi.
Dengan mencermati definisi dan fungsi dari statuta di atas, bukan tidak mungkin terdapat celah bagi sekelompok orang yang memiliki porsi kekuasaan untuk menyusun butir-butir statuta yang disesuaikan dengan kepentingan mereka.
Artinya, politik perebutan dan dominasi kekuasaan di kampus sangat mungkin bisa terjadi dan demokrasi yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam pengambilan keputusan di lingkungan kampus juga bisa saja dimanipulasi.