Manuver ketiga ketum parpol koalisi Jokowi itu perlu diwaspadai. Jika para ketua umum sudah "turun gunung" membuka kembali isu ini, artinya wacana ini serius akan ditindaklanjuti.
"Apa yang terjadi 3 hari terakhir kan menjustifikasi bahwa memang ada wacana ini, yang sekarang sudah sampai ke level pemangku dan pembuat keputusan, ketua umum partai. Ini sesuatu yang pasti serius," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya dalam perbincangan, Sabtu (26/2/2022).
Dalam ilmu ketatanegaraan, perubahan terhadap konstitusi memang memungkinkan bisa dilakukan. Namun membutuhkan alasan yang sangat kuat dengan tujuan besar terhadap penyelamatan negara dan rakyat.
"Belum ada argumentasi yang kuat dan solid untuk meruntuhkan hal yang paling esensial dari demokrasi, yaitu pembatasan kekuasaan. Untuk meruntuhkan alasan esensial ini dibutuhkan alasan sangat kuat," sebut Yunarto.
Baca juga: Manuver Minta Pemilu Diundur, Cak Imin Dinilai Khawatir Kalah karena Elektabilitas Susah Ngangkat
Pria yang karib disapa Mas Toto ini menyebut, baru Indonesia satu-satunya negara yang elite-elite politiknya menggunakan formula penundaan pemilu untuk tujuan perpanjangan kekuasaan.
Sejumlah negara memang sempat melakukan penundaan pemilu, termasuk Indonesia yang juga melakukan penundaan Pilkada Serentak 2022. Tapi alasannya adalah karena masalah teknis akibat pandemi Covid-19 masih parah sehingga keramaian harus dihindari untuk mencegah penyebaran virus.
Penundaan pemilu benar terjadi di 2020 dan 2021 tapi bukan perpanjangan kekuasaan, hanya alasan teknis dimundurkan berapa bulan karena Covid-nya masih parah.
"Tapi ini belum tahu kondisinya seperti apa tapi sudah bisa memastikan diundur 1-2 tahun. Artinya mereka bicara perpanjangan kekuasaan, bukan penundaan pemilu," tegas Mas Toto.
"Makanya apa yang menyebabkan penundaan pemilu? Di saat negara lain sama-sama sedang pemulihan ekonomi seperti yang dijelaskan Cak Imin, tapi tidak menempuh jalan itu (pemilu diundur)," sambungnya.
Mas Toto juga mempertanyakan klaim dari para ketum koalisi Jokowi itu yang menyebut perpanjangan kekuasaan adalah aspirasi dari masyarakat. Sebab berdasarkan berbagai hasil survei, mayoritas masyarakat menolak wacana presiden tiga periode.
"Jadi pertanyaan besar, ketua-ketua umum ini menyuarakan siapa gitu. Aspirasi Jokowi kah? Kalau aspirasi Jokowi sampai terakhir yang diketahui publik, (Jokowi) menolak, bahkan menuduh ada yang menjerumuskannya (dengan isi presiden 3 periode," paparnya.
"Kalau aspirasi publik, publik banyak yang menolak. Jadi jangan salahkan kalau ada yang berasumsi ini mereka lagi menyuarakan kepentingan sendiri untuk lebih lama menjadi menteri atau misalnya lebih lama menjadi anggota DPR," imbuh Mas Toto.
Airlangga kini menjadi salah satu Menteri Koordinator di pemerintahan Jokowi. Sementara Cak Imin dan Zulhas merupakan anggota DPR RI.
Baca juga: KSP: Isu Jabatan Presiden Tiga Periode untuk Menjerumuskan Jokowi
Mas Toto lalu menyinggung soal masih rendahnya elektabilitas ketiga ketum parpol yang menginginkan untuk maju sebagai capres itu.
"Atau kemudian ada yang merasa tidak siap untuk maju di Pilpres 2024 karena surveinya rendah kemudian ingin memiliki waktu lebih panjang. Kan asas praduga itu bisa kemana-mana," sebut dia.
Wacana perpanjangan kekuasaan pun disebut sebagai kota pandora yang bisa melemahkan demokrasi di Indonesia.
Terakhir, bagaimana menjamin bahwa ketika kotak pandora ini dibuka, kotak pandora ini karena terkait dengan hal paling esensial terkait demokrasi dalam hal pembatasan kekuasaan.
"Kotak pandora ini terlalu berisiko dibuka, kecuali memiliki beberapa prasyarat yang sangat ketat," tutup Mas Toto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.