Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua I MRP: Isu Pemekaran di Papua Berpotensi Timbulkan Konflik Horizontal

Kompas.com - 23/02/2022, 19:53 WIB
Tsarina Maharani,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait mengatakan, isu pemekaran provinsi di Papua dan Papua Barat mendapatkan respons beragam dari masyarakat lokal.

Yoel pun menuturkan, isu ini berpotensi menimbulkan konflik antarmasyarakat.

"Isu pemekaran ini menimbulkan respons beragam di Papua. Ini berpotensi menimbulkan konflik horizontal kalau isu pemekaran ini terus didorong," kata Yoel dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Rabu (23/2/2022).

Adapun pemerintah pusat berencana melakukan pemekaran enam provinsi di Papua dan Papua Barat.

Namun, masih ada perbedaan pendapat di tengah masyarakat untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.

Karena itu, Yoel mengatakan, MRP saat ini tengah mengajukan gugatan terhadap UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua Nomor 2 Tahun 2021 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu ketentuan yang dipersoalkan adalah Pasal 76 tentang pemekaran daerah.

"Jalan tengah yang dilakukan MRP sebagai lembaga kultur, kami mengajukan judicial review terhadap UU Nomor 2/2021 untuk menjaga keutuhan NKRI," ujar dia.

Baca juga: Wakil Ketua MRP: Revisi UU Otsus Papua Melukai Hati Rakyat Papua

Dikutip dari Kompas.id, perwakilan dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pastor Hans Jeharut, meminta pemerintah pusat tidak tergesa-gesa menetapkan daerah otonom baru di Papua dan Papua Barat karena berpotensi terjadi konflik yang besar.

Ia menegaskan, perlu ada dialog antara pusat dan masyarakat, juga keterlibatan lembaga lainnya, seperti gereja Katolik.

"Diperlukan evaluasi yang menyeluruh tentang pendekatan pemerintah selama ini di Papua. Masih terdapat catatan pelanggaran hak asasi manusia dan sejumlah masalah lain yang harus dituntaskan," kata Hans dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Selasa (22/2/2022).

Sementara itu, Pastor Alexandro Rangga selaku perwakilan Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua, menyatakan, rencana penetapan daerah otonom baru di Papua tanpa melibatkan suara dari lembaga representasi masyarakat, yakni DPRP dan Majelis Rakyat Papua.

Terindikasi adanya unsur pemaksaan untuk penetapan daerah otonom baru di tanah Papua.

Ia mengungkapkan, terdapat banyak masalah pelayanan dasar bagi masyarakat yang tidak berjalan dengan baik di daerah yang sebelumnya dimekarkan dari kabupaten induk di Papua.

Misalnya, masalah gizi buruk yang menimpa anak-anak di Kabupaten Asmat pada 2018. Ia pun menilai, pemekaran bukanlah solusi untuk menyejahterakan masyarakat Papua.

"Kami melihat penetapan daerah otonom baru hanya bermotif penguasaan sumber daya alam Papua. Lahirnya daerah otonom baru menyebabkan orang asli akan semakin terpinggirkan karena terjadi transmigrasi penduduk dari luar daerah yang masif," ujar Alexandro.

Baca juga: MRP Sebut Pelaksanaan Otsus di Papua Tidak Beri Perubahan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), John Gobay, menuturkan, seharusnya pelaksanaan pemekaran daerah otonom baru mengacu pada Pasal 76 UU Otonomi Khusus Nomor 2 Tahun 2021.

Adapun Ayat 1 dari Pasal 76 berbunyi menyatakan, pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP.

"Diperlukan dialog untuk mengatasi pro dan kontra di tengah masyarakat terkait isu pemekaran. Dialog adalah cara yang bermartabat untuk menemukan solusi persoalan di Papua," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com