Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ishaq Zubaedi Raqib
Mantan Wartawan

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Mayoritas yang Menginspirasi

Kompas.com - 21/02/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

I. Lepas Baju

Ketika the founding fathers "akhirnya" bersepakat membidani kelahiran Republik Indonesia, dengan besar hati mereka melepas baju primordial.

Kenapa akhirnya? Karena awalnya memang tidak mudah bagi mereka untuk sampai pada satu permufakatan.

Anda bisa membayangkan, ratusan tahun didera perbedaan yang akut! Bagi kekuatan imperialis, bangsa Nusantara yang bersatu, adalah kabar buruk!

Maka; politik pecah belah, adu domba, devide et impera, jadi modus utama penjajah sehingga mereka bisa bertahan lebih lama di Indonesia.

Sejarah mencatat, betapa sering satu kerajaan mudah diadu-domba dengan kerajaan lain di Nusantara.

Tak kurang pula kita membaca keterangan; pribumi diperalat untuk memusuhi sesama pribumi.

Ciptakan situasi saling curiga. Angkat yang satu, injak bagian lainnya seperti membelah bambu. Jauhkan mereka dari kata "persatuan." Itu kunci !

Problem inilah yang selama ratusan tahun, sering jadi kerikil dalam sepatu setiap kali bangsa Indonesia butuh "satu kata" yang sama untuk menyepakati suatu konsensus.

Pada sisi lain, kamajemukan yang menyertai tahapan perjuangan menuju Indonesia merdeka, telah disadari sebagai kekayaan.

Maka, baju primordial digunakan hanya untuk konteks tertentu, terbatas, internal, dalam rangka penguatan unsur-unsur pendirian republik.

II. Keniscayaan

Untuk kepentingan persatuan dan kebulatan tekad, spirit keagamaan diakui sebagai faktor penting dalam menyatukan umat.

Bagi para pendiri bangsa, anasir-anasir primordial adalah keniscayaan yang tidak bisa dihilangkan dari jati diri bangsa yang majemuk.

Anasir ini bisa menjadi kata kunci jika dibiarkan tetap ada dan keberadaannya tidak dipersoalkan.

Indonesia adalah himpunan dari semua perbedaan yang tumbuh di seluruh Tanah Air.

Dari sejumlah faktor determinan ke jalan terciptanya persatuan adalah bahwa; Islam dipandang sebagai unsur paling besar daya picunya bagi ikhtiar melepaskan diri dari belenggu penjajah.

Islam dianut oleh mayoritas penduduk pribumi. Islam yang satu, umat yang kuat, tuntunan agama yang dijalankan dengan penuh istiqamah dan kepatuhan, akan mempercepat proses akselarasi menuju cita-cita Indonesia Merdeka.

Faktor inilah, antara lain, yang memaksa Snouck Hurgronje bertualang ke Saudi Arabia, belajar banyak, agar dapat menemukan cara memukul Islam Indonesia dari jantungnya; Mekkah.

Walaupun akhirnya diketahui, ia terbukti tidak tepat dalam menafsir fenomena Islam yang berkembang di Nusantara.

Ia gagal. Corak nusantara yang dijadikan inspirasi oleh semua kekuatan Islam, terbukti sukses melahirkan Indonesia yang Daarus Salaam dan bukan Daarul Islaam.

Setelah lelah dijajah. Setelah sadar hanya diperalat. Setelah tahu Islam mengajarkan bahwa banyak jalan menuju keselamatan-- subulus-salaam, umat akhirnya menyadari pentingnya meletakkan Islam sebagai inspirasi.

Islam yang tidak hanya menyiapkan tafsir tunggal atas suatu konteks. Islam adalah ilham yang menjadi api semangat hidup.

Nilai-nilai luhur yang mewarnai. Nilai dan norma yang tidak dogmatis dan indokriner adalah prasyarat tercapai mashlahah 'ammah.

III. Utopia

Sedangkan Islam yang diposisikan sebagai aspirasi dalam semua aspek kehidupan, perlahan mulai disadari hanya utopia.

Islam yang semata diposisikan sebagai aspirasi, terbukti tidak mampu mewujudkan Islam yang shaleh likulli zamaan wa fii kulli makaan.

Sebagai rahmat bagi alam semesta, Islam sudah compatible sejak awal turun. Islam rahmatan lil alamin, sesuai untuk segala ruang dan waktu. Ia akan menginspirasi setiap perubahan yang terjadi di tengah umat.

Di negara-negara tertentu, Islam yang diletakkan semata sebagai aspirasi, terbukti mencabik-cabik jama'atul muslimin, yang seharusnya jadi prasyarat terbentuknya masyarakat madani.

Gerakan ini justru menciptakan firaqul ummah. Faksi-faksi Islam di Afghanistan, Suriah, Libya, Yaman, Irak, adalah contoh betapa berbahayanya Islam dijadikan aspirasi untuk semua urusan mu'amalah.

Dalam konteks lebih terbatas, Islam yang dijadikan aspirasi, sangat potensial mendekonstruksi tatanan sosial yang dibangun di atas fondasi keberagaman.

Dalam masyarakat multi-madzhab, misalnya, Islam yang diposisikan sebagai faktor aspiran, potensial membuat tatanan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan berada dalam keadaaan instable.

Sebab, setiap produk kenegaraan, reliabilitasnya diukur sesuai aspirasi keagamaan mereka.

Jika tidak persis dengan keyakinannya, maka kelompok ini akan menjelma kekuatan penekan, dengan landasan teologis versi mereka, hingga sering berakibat timbulnya anarkisme sosial.

Salam konteks tertentu, Islam aspirasi sangat bersifat dogmatis; di mana praktik keberagamaan dilakukan dengan cara memaksakan kehendak.

Tidak boleh ada perbedaan tafsir atas titah Tuhan dan sabda Nabi. Para pengikut hanya boleh copy paste atas pandangan imamnya.

Setiap kalimat harus dilafalkan persis tanpa perbedaan. Perbedaan dianggap penyimpangan.

Penyimpangan dianggap keluar dari manhaj dan madzhab. Keluar manhaj dianggap bukan Islam.

IV. Uniformitas

Seringkali Islam aspirasi bersifat dogmatis, tidak membuka peluang perbedaan pendapat apalagi tafsir dan takwil.

Umat wajib menghafal satu definisi dengan susunan kata dan kalimat yang sama persis. Dirapal seperti mantra. Membuat bangunan tafsir yang sama.

Seragam dalam gerak dan amaliyahnya. Berbeda bunyi dan gerak atas kata dan kalimat, akan membuat mantra sia-sia. Tragisnya, itu dianggap sesat dan menyesatkan!

Untuk menjaga kemurnian dogma, aliran ini meniscayakan uniformitas bagi pengikut dan para aspiran.

Bukan semata seragam dalam hal-hal substantif seperti terkait masalah aqidah, syariat, dan ushul, tetapi juga hal-hal artifisial dan furu'.

Sering para pengikut aliran ini mengenakan pakaian dan seragam tertentu, yang berbeda dengan mayoritas umat.

Bahkan, berseragam dalam pola pikir, pola hidup, cara berbusana, cara makan, dan cara berperilaku sehari-hari.

Jika ditemukan unsur berbeda, kelainan itu harus dicuci; fisik dan otak. Demi terbentuknya uniformitas, dalam praktik keberagamaan dogmatis, kerapkali disertai doktrin dan pemaksaan.

Bahkan, untuk kasus-kasus tertentu, dianggap perlu dilakukan pemaksaan dengan kekerasan sebagai bentuk "mendisiplinkan" mental dan menjaga kesucian ajaran. Intimidasi adalah hal lumrah.

Anasir negatif dan intimidatif ini, amat potensial menjadi racun bagi keberagaman Indonesia.

Minoritas yang merasa mayoritas hanya karena marasa diri paling otoritatif menafsir dalil-dalil agama.

Dengan landasan teologis tertentu yang berbeda dengan pendapat jumhur 'ulama; mereka memaksakan aspirasi kuasa di luar alat-alat kelengkapan konstitusional.

Mereka merajai jalanan. Sejak awal republik ini dilahirkan, potensi destruktif mereka sudah muncul.

V. The Inspiring Majority

Namun, setelah melewati berbagai gelombang, bangsa Indonesia kini kian merasakan keberadaan "tuah" PBNU--Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.

Empat pilar inilah yang menyangga Indonesia yang multietnis, banyak agama, beragam bahasa, menyebar di ratusan pulau dan kepulauan.

Indonesia adalah Jawa sekaligus Batak, Madura, Minang, Sunda, Bugis, Dayak, Asmat, Banjar, Betawi, Minahasa, Melayu dan lain-lain.

Di atas tanah Indonesia yang subur, Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha, Konghuchu tumbuh bersama.

Sebagai mayoritas, Islam menjelma pohon besar. Dahannya berupa paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.

Rantingnya, antara lain, menumbuhkan Nahdlatul Ulama dan Persarikatan Muhammadiyah: dua lokomotif besar gerakan Islam yang adaptable untuk Indonesia.

Keduanya berperan besar membentuk paham kebangsaan Indonesia. Keduanya memiliki andil dan saham dalam melahirkan NKRI.

Di atas republik yang aman dan damai, agama diamalkan dengan penuh kedamaian. Indonesia yang damai adalah prasyarat terlaksananya ibadah yang khusyu'.

Menjaga Indonesia yang damai adalah kwajiban bersama. Inilah dua mayoritas yang menginspirasi semua unsur penguat dalam menjaga Indonesia.

---Maa Laa Yatimmul Waajib Illaa Bihi Fahuwa Waajib--- Jika suatu kewajiban tidak bisa sempurna karena suatu hal, maka (keberadaan) hal tersebut adalah wajib---

Wallaahu A'lam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com