JAKARTA, KOMPAS.com - Baru-baru ini ramai soal ibadah haji melalui metaverse.
Hal ini menyusul program kunjungan Kabah lewat metaverse yang diinisiasi oleh Arab Saudi pada Desember 2021 lalu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan, mengunjungi Kabah lewat metaverse tidak bisa disebut sebagai ibadah haji. Sebab, ibadah haji memerlukan beberapa ritual yang membutuhkan kehadiran fisik.
"Pelaksaan ibadah haji dengan mengunjungi Kabah secara virtual tidaklah cukup, dan tidak memenuhi syarat karena aktivitas ibadah haji," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam kepada Kompas.com, Selasa (8/2/2022).
"Tata cara pelaksanaannya sudah ditentukan. Ada beberapa ritual yang membutuhkan kehadiran fisik," tuturnya.
Baca juga: MUI: Keliling Kabah di Metaverse Tak Penuhi Syarat Ibadah Haji
Tak hanya memerlukan kehadiran fisik, kata Asrorun, ibadah haji juga erat kaitannya dengan tempat. Misalnya, untuk melaksanakan thawaf, jemaah harus mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali putaran.
"Jadi tidak bisa dilaksanakan dalam hati, dalam angan-angan, atau secara virtual. Atau dilaksanakan dengan mengelilingi gambar Kabah atau replika Kabah,"ujar dia.
Meski begitu, Asrorun melanjutkan, Kabah di metaverse sebenarnya bisa dimanfaatkan jemaah untuk mengenali lokasi yang akan dijadikan tempat ibadah.
Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan metaverse?
Hingga saat ini, sebenarnya belum ada definisi pasti dari istilah metaverse.
Baca juga: Suara Para Ulama soal Polemik Haji Metaverse
Namun, metaverse kerap digunakan untuk menggambarkan sebuah dunia virtual baru tempat orang dapat bermain game, bekerja, dan berkomunikasi dengan orang lain dalam lingkungan virtual.
Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Oktober 2021, istilah "Metaverse" pertama kali muncul dalam novel fiksi ilmiah berjudul Snow Crash karangan penulis Neal Stephenson pada 1992.
Konsep metaverse sendiri adalah semesta kolaboratif yang menggabungkan dunia nyata dengan dunia maya. Di metaverse, manusia dapat berinteraksi menggunakan avatar.
Hal itu dimungkinkan dengan penggunaan perangkat vitual reality (VR). Namun demikian, hingga saat ini VR masih banyak dimanfaatkan untuk keperluan bermain game atau video.
Karena memerlukan proses pengembangan yang cukup lama, metaverse diperkirakan akan dikembangkan secara bertahap hingga tahun 2024.
Metaverse memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan dunia 3D melalui stimulasi indra tubuh, mulai dari penglihatan, pendengaran, sentuhan, bahkan penciuman.
Pada pertengahan Desember lalu, Presiden Joko Widodo juga sempat menyinggung perihal metaverse.
Ia mengatakan, saat ini perusahaan-perusahaan besar tengah berlomba untuk membangun teknologi digital raksasa.
Baca juga: Kabar Terbaru Pemindahan Ibu Kota Negara: Konsep Otorita hingga Desain Metaverse
Ia mencontohkan Facebook yang kini berubah menjadi Meta. Ada pula Epic Games, Roblox, dan Microsoft yang juga telah membangun metaverse.
"Saya saat itu belum bisa membayangkan seperti apa sebetulnya. Sekarang saya bisa ngerti betul kemajuan digital, tidak bisa kita cegah lagi," kata Jokowi saat meresmikan Gerakan Akselerasi Generasi Digital, Rabu (15/12/2021).
Konsep metaverse juga kini tengah dipersiapkan sebagai desain proyek pembangunan ibu kota negara baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, desain IKN dalam bentuk metaverse merupakan bagian dari rencana induk (masterplan). Adapun masterplan disusun berdasarkan kajian teknokratis.
Baca juga: Kemenhub Berencana Tak Batasi Jumlah Penumpang Pesawat untuk Jemaah Haji 2022
Dengan konsep metaverse, kata Suharso, desain IKN tidak akan berbentuk maket atau hologram.
"Jadi bukan lagi dalam bentuk maket, tapi tidak juga hologram, tapi sudah reaktif. Ini sedang dikerjasamakan. Mudah-mudahan memang 4 bulan bisa dilihat. Kita ingin kota itu cantik, indah dan jelas judulnya. Bukan kota tanpa judul," kata Suharso dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) IKN DPR dengan pemerintah dan DPD, Kamis (13/1/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.