Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Janji KSAD Dudung ke Prajuritnya: Susu Serdadu hingga Copot Komandan yang Jadi 'Kapal Keruk'

Kompas.com - 09/02/2022, 08:37 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (TNI) Dudung Abdurachman menjanjikan sejumlah kepada para prajuritnya.

Hal itu disampaikan Dudung saat menggelar coffee morning bersama pimpinan redaksi di Markas Besar Angkatan Darat, Senin (7/2/2022).

Apa saja janji tersebut?

Susu Serdadu

Dudung berencana membelikan susu kalengan untuk setiap prajuritnya agar prajurit menjadi seorang serdadu yang kuat, susu juga akan diberikan kepada anak-anak prajurit.

"Nanti namanya susu serdadu. Susu anak-anaknya dan segala macam. Biar prajurit kita kuat," ujar Dudung.

Dudung mengatakan, rencana pemberian susu kaleng ini sudah dikoordinasikan dengan Asisten Operasi (Asops) KSAD.

Ia menyebutkan, pemberian susu ini terinspirasi dari perhatian Jenderal (Purn) M Jusuf, eks Panglima TNI.

"Saya akan meniru Pak M Yusuf. Jadi setiap prajurit angkatan darat dapat susu kaleng," kata Dudung.

Selain susu, Dudung juga akan memberikan sejumlah peralatan fundamental untuk mendukung tugas prajuritnya.

Baca juga: Bakal Belikan Susu Kaleng untuk Prajurit TNI, Dudung: Namanya Susu Serdadu

"Kaus dua stel, kaus kaki dua stel, begitu juga dengan helm, lampu set," imbuh Dudung.

Seragam PDL

Dalam acara tersebut, Dudung juga mengungkap keheranannya saat menemukan ada prajurit yang mesti membeli sendiri pakaian dinas lapangan (PDL).

Hal ini ditemukan Dudung saat melakukan kunjungan kerja ke daerah operasi seperti Papua, Natuna, dan Entikong.

"Ada pasukan saya bajunya saja beli. Asops (Asisten Operasi KSAD) ikut saya. Saya cek, bajumu dari mana?" ujar Dudung menceritakan interaksinya dengan prajurit.

"Saya beli, Pak," kata Dudung menirukan jawaban sang prajurit.

Dari percakapan itu juga, Dudung mengetahui, prajurit tersebut terpaksa mengeluarkan dana pribadinya sebesar Rp 400.000 yang hanya untuk keperluan seragam militer.

Menurutnya, uang sebesar itu sangatlah besar bagi prajurit. Karena itu, Dudung pun memerintahkan Asops-nya untuk segera membelikan seragam bagi prajurit.

Ia berpendapat, kebutuhan fundamental prajurit harus dipenuhi. Terlebih, mereka bertaruh nyawa ketika menjalani tugas di daerah operasi.

"Kita berleha-leha di sini, dia tinggalkan juga anak istrinya, taruhannya juga nyawa. Tapi dia juga harus menanggung," kata Dudung.

Baca juga: Cerita KSAD Dudung Keheranan Temukan Prajuritnya Beli Seragam PDL Sendiri

"Saya sampai bilang ke Asops, beli bajunya, kausnya, sepatunya," ungkap eks Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu.

Dari temuan di lapangan itu, Dudung meyakini bahwa prajurit pada dasarnya bukanlah dari keluarga orang kaya, tetapi banyak dari keluarga tidak berada.

Copot Komandan 'Kapal Keruk'

Dari temuan itu pula, Dudung menegaskan akan mencopot komandan satuan yang menjadi 'kapal keruk' terhadap prajurit di bawahnya.

Perumpamaan 'kapal keruk' yang disampaikan Dudung ini untuk memberikan peringatan bahwa komandan satuan tidak boleh semena-mena terhadap prajurit yang di bawah.

"Saya sampaikan kepada Pangdam, kalau ada komandan satuan Danrem, Danyon, Dandim, ada yang kapal keruk, copot. Mau hebatnya kayak apa, mau pinternya kayak apa kalau sudah pelit, menyengsarakan prajurit, enggak ada cerita, ganti," kata Dudung.

Baca juga: Curhat KSAD Dudung Soal Seragam Prajurit sampai Komandan Kapal Keruk

Ingin Uang Prajurit Kembali

Selain itu, Dudung juga menyampaikan bahwa ia ingin agar uang prajurit yang hilang dalam kasus korupsi Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI AD tahun 2019-2020 dapat dikembalikan.

"Kita tuntut sampai kembali, sampai uang itu kembali. Karena itu uang-uang prajurit, saya enggak mau menyengsarakan prajurit," ujar Dudung.

Dudung menjelaskan, dalam pelaksanaan TWP TNI AD periode 2019-2020 terdapat penyelewengan berupa pemotongan uang bulanan milik prajurit sebesar Rp 150.000.

Setelah Kejagung menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, Dudung mengatakan, selanjutnya ada upaya pengembalian uang dan aset-asetnya.

Di samping itu, Dudung juga telah meminta Kepala Badan Pengawasan dan Keuangan Pemerintah (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh untuk melakukan audit.

"Kalau perlu audit forensik, di mana aliran-aliran dana itu, tiga sampai lima tahun ke belakang," tegas dia.

Baca juga: Kasus Korupsi TWP, KSAD Dudung Ingin Uang Prajurit Kembali

Kejaksaan Agung telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yakni Brigjen YAK yang merupakan Direktur Keuangan TWP AD dan NPP selaku Direktur Utama PT Griya Sari Harta (PT GSH).

Dalam perkara ini, YAK diduga telah mengeluarkan uang sebesar Rp 127,7 miliar dari rekening TWP AD ke rekening pribadinya untuk kepentingan pribadinya.

Sementara, NPP diduga menerima uang transfer dari YAK dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi serta korporasi miliknya yaitu PT GSH.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com