Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Daya Tonjok Pembaruan Nurcholish Madjid

Kompas.com - 06/02/2022, 14:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Nurcholish Madjid saat itu sebenarnya adalah penyampai pidato pengganti Dr. Alfian yang berhalangan hadir.

Menurut Dawam Rahardjo (dalam pengantar penerbitan kembali buku Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan, 2008), pidato Nurcholish tersebut sebetulnya tidak dipersiapkan sebagai sebuah proklamasi gerakan pembaruan, melainkan sebagai pemantik diskusi untuk kalangan internal umat Islam.

Jika tulisan di Mimbar Demokrasi tentang modernisasi sebagai rasionalisasi ditujukan ke luar kelompok Islam untuk menjawab keraguan Islam mendukung modernisasi, maka pidato tahun 1970 itu lebih sebagai introspeksi internal di tubuh umat Islam itu sendiri.

Ini yang menjelaskan mengapa dua tulisan itu terasa memiliki semangat yang berbeda.

Kemunduran dan sekularisasi politik

Dalam pidato 1970, Nurcholish secara sengaja membongkar dan mengetengahkan faktor-faktor yang membuat Islam terlihat terbelakang dan cenderung mandeg.

Islam di masa itu, menurut Nurcholish, sudah kembali menjadi jumud dan kehilangan daya tonjok psikologis (psychological striking force) dalam perjuangannya.

Tapi kemudian, Nurcholish menjelaskan suatu dilema antara keharusan pembaruan Islam dan masalah disintegrasi yang kemungkinan menjadi konsekuensinya.

Nurcholish bertanya, “apakah akan memilih menempuh jalan pembaruan dalam dirinya, dengan merugikan integrasi yang selama ini didambakan, ataukah akan mempertahankan dilakukannya usaha-usaha ke arah integrasi itu, sekalipun dengan akibat keharusan ditoleransinya kebekuan pemikiran dan hilangnya kekuatan-kekuatan moral yang ampuh?”

Nurcholish mengamati adanya perkembangan umat Islam yang terjadi tahun 1960-an di mana agama ini semakin luas diterima. Ada kegairahan religiositas di kalangan masyarakat Muslim Indonesia.

Namun pada saat yang sama, kegairahan agama tersebut tidak dibarengi dengan semangat untuk melakukan formalisasi syariat Islam.

Publik Muslim Indonesia, kendati semakin Islami, tapi tidak begitu tertarik dengan partai-partai atau organisasi Islam.

Kondisi ini digambarnya dengan slogan “Islam, yes, partai Islam, no.”

Nurcholish menegaskan bahwa jika partai-partai Islam diniatkan sebagai wadah yang menampung gagasan-gagasan perjuangan Islam, maka gagasan itu sekarang tidak mendapat tempat di hati publik atau tidak menarik.

Nurcholish melancarkan kritik langsung atas tendensi umat Islam yang lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas.

Nurcholish ingin mendorong agar semangat untuk mencapai kuantitas dan persatuan umat harus disertai dengan semangat pembaruan agar terwujud suatu masyarakat Muslim yang dinamis.

Untuk itu, diperlukan pemikiran-pemikiran yang dinamis pula.

Mengutip Lenin, Nurcholish menegaskan bahwa tidak ada tindakan-tindakan revolusioner tanpa teori-teori revolusioner.

Untuk mencapai umat yang besar dan dinamis itu, maka dibutuhkan suatu gebrakan pembaruan pemikiran Islam.

Nurcholish mengusulkan pembaruan ini dimulai dari perlawanan pada tradisionalisme dan mencari nilai-nilai progresif yang berorientasi pada masa depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com