Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

HMI dan Modernisasi Nurcholish Madjid

Kompas.com - 05/02/2022, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA perayaan hari lahir Himpunan Mahasiswa Islam, 5 Februari, mari mengingat kembali pemikiran tokoh terbesar yang pernah dimiliki HMI, Nurcholish Madjid.

Nurcholish Madjid adalah ketua umum HMI dua periode 1966 – 1969 dan 1969 – 1971.

Fondasi pemikiran Nurcholish Madjid bisa dilacak dalam dua artikel yang ditulis pada akhir tahun 1968 dan 1970.

Kedua artikel ini ketika Nurcholish memimpin HMI, organisasi mahasiswa terbesar Indonesia.

Artikel pertama yang penting adalah sebuah makalah panjang yang ditulis tahun 1968 yang berjudul “Modernisasi Ialah Rasionalisasi, Bukan Westernisasi”. Tulisan itu dimuat di Mimbar Demokrasi, Bandung.

Artikel kedua muncul pada 3 Januari 1970 dalam bentuk naskah pidato.

Pada acara silaturahmi empat organisasi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Pemuda Islam (GPI), Pelajar Islam Indonesia (PII), dan Persatuan Sarjana Muslim Indonesia (Persami) di Gedung Pertemuan Islamic Research Centre, Jakarta, Nurcholish Madjid menyampaikan pidato berjudul “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat.”

Nurcholish Madjid saat itu sebenarnya adalah penyampai pidato pengganti Dr. Alfian yang berhalangan hadir.

M. Dawam Rahardjo menyebut tulisan Nurcholish tahun 1968 itu mewakili pandangan pikiran Nurcholish pra-pembaruan Islam.

Tulisan ini kemudian disempurnakan oleh Endang Saifuddin Anshari dan Sakib Machmud untuk dijadikan “Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP)” yang menjadi bahan utama dalam pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Nurcholish sebagai aktivis kelompok Islam modernis, yakni Himpunan Mahasiswa Islam, adalah fase di mana dia sering disebut sebagai pewaris dan penerus jalur politik dan pemikiran Islam Muhammad Natsir.

Secara positif dia bahkan disebut sebagai Natsir Muda. Panggilan Natsir muda untuk Nurcholish beredar sekitar tahun 1966-1970-an.

Tulisan tersebut lebih banyak ditujukan pada mereka yang berada di luar kelompok Islam, semacam pembelaan pada Islam dari serangan dari luar.

Pada pembukaan tulisan, Nurcholish menjelaskan kepada siapa tulisan itu dibuat. Dia hendak membantah tuduhan bahwa sebagian kelompok Islam, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berada pada barisan anti-modernisasi.

Dia mengatakan dengan tegas bahwa mahasiswa, termasuk mahasiswa Islam, adalah pelopor dan penggerak modernisasi atau “modernizing agent.”

Artikel ini mengupas dengan cukup detail tentang pengertian modernisasi dan hubungannya dengan Islam.

Nurcholish menyatakan bahwa modernisasi hampir identik dengan pengertian rasionalisasi.

Rasionalisasi di sini dimaknai sebagai suatu proses perombakan pola pikir dari yang tidak akliah (rasional atau masuk akal) menjadi tata atau pola pikir baru yang akliah.

Dalam praktiknya, yang akliah merujuk pada penemuan ilmu pengetahuan yang bersumber dari pemahaman mengenai hukum-hukum objektif yang ada dalam alam yang menjadi penyebab alam berjalan dengan kepastian tertentu dan harmonis.

Dengan demikian, sesuatu disebut modern, kata Nurcholish, jika ia rasional, ilmiah, dan sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku di alam.

Dengan mengutip sejumlah doktrin dalam Quran, Nurcholish kemudian sampai pada kesimpulan bahwa modernisasi yang berarti rasionalisasi itu memiliki fondasi yang kuat dalam Islam.

Nurcholish menyatakan: “…modernisasi, yang berarti rasionalisasi untuk memperoleh daya guna dalam berpikir dan bekerja yang maksimal, guna kebahagiaan umat manusia, adalah perintah Tuhan yang imperatif dan mendasar. Modernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah dan sunnatullah (hukum Ilahi) yang haq (sebab alam adalah haq).”

Sunnatullah, menurut Nurcholish sudah mewujudkan dirinya dalam bentuk hukum alam.

Dengan demikian, untuk dapat menjadi modern, seseorang perlu memahami atau setidaknya menerima tentang hukum-hukum yang berlaku di alam yang merupakan titah dari Tuhan.

Pemahaman atas hukum-hukum alam inilah yang melahirkan ilmu pengetahuan. Karena itu, bersikap modern sama dengan bersikap ilmiah. Dan ini bagian dari doktrin Islam.

Lebih jauh, Nurcholish menjelaskan bahwa betapa pun ilmu pengetahuan berusaha mencari pendasaran objektif pada hukum-hukum alam, namun sifat pengetahuan ini tidak mutlak, melainkan relatif dan terbatas.

Apa yang disebut sebagai ilmiah atau modern hari ini, bisa jadi menjadi kolot di masa depan, jika muncul penemuan baru.

Hanya ada satu kebenaran mutlak, yaitu Tuhan yang Maha Esa, pencipta seluruh alam.

Dengan demikian, kata Nurcholish, modernitas adalah suatu proses menemukan kebenaran-kebenaran yang sifatnya relative, menuju suatu kebenaran mutlak dan absolut, yakni Allah Ta’ala.

Berdasar pada pendirian ini, maka Nurcholish kemudian menegaskan pentingnya seorang Muslim untuk bersedia menerima masukan dan pandangan orang lain.

Pandangan bahwa hanya Tuhan yang memiliki kebenaran mutlak membawa konsekuensi sikap bahwa tidak ada manusia yang berhak mengklaim suatu kebenaran insani sebagai yang mutlak atau absolut sehingga tidak dimungkinkan untuk dikoreksi dan diubah.

Seorang Muslim, kata Nurcholish, seharusnya selalu bersedia dan membuka diri terhadap kemungkinan datangnya kebenaran-kebenaran baru dari orang lain.

Seorang Muslim harus memiliki sikap rendah hati dan tawadhu.

Nurcholish mengutip perkataan Nabi Muhammad bahwa setiap kebenaran adalah barang-hilangnya seorang Muslim. Artinya seorang Muslim tidak harus antipati pada perbedaan pandangan.

Di sini nampak Nurcholish sedang berusaha merebut klaim atas modernitas atau kemodernan yang sebelumnya sering dipertentangkan dengan Islam.

Pada Nurcholish, modernitas juga merupakan bagian dari doktrin utama agama Islam.

Ia bukan sesuatu yang baru yang diinjeksikan ke dalam masyarakat Muslim, tapi malah merupakan nilai yang hilang dan seharusnya direbut kembali oleh umat Islam itu sendiri.

Karena Islam pada hakikatnya modern, maka sikap penerimaan pada kemodernan tidak sama dengan kebarat-baratan.

Dalam artikel ini, Nurcholish melancarkan kritik pada sekularisme yang merupakan paham yang sangat fundamental bagi masyarakat Barat.

Menurut Nurcholish, kemodernan dalam Islam mengandaikan penerimaan pada kebenara-kebenaran insani yang sifatnya relatif dan kebenaran Ilahi yang mutlak.

Sikap ini mengandaikan adanya kebenaran mutlak yang menjadi pijakan bagi kebenaran-kebenaran insaniyah yang temporer tersebut.

Karena itu, sikap ini berbeda dengan sikap masyarakat Barat yang memakai prinsip sekularisme.

Nurcholish merumuskan sekularisme sebagai suatu paham yang dimulai dengan formula “Berikan pada kaisar apa yang menjadi kepunyaan kaisar (Nurcholis menafsirkan ini sebagai urusan duniawi), dan berikan kepada Tuhan apa yang menjadi kepunyaan Tuhan (ukhrawi).”

Dalam hal ini, sekularisme adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan tidak berhak dan berkepentingan untuk mengurus persoalan duniawi.

Persoalan duniawi tidak harus diatur berdasarkan ketentuan dari Tuhan, melainkan dari sumber-sumber lain di luar Tuhan.

“Sekularisme adalah pada tidak ber-Tuhan dalam kehidupan duniawi manusia,” kata Nurcholish.

Bagi Nurcholish, seorang sekuler yang konsekuen adalah seorang ateis pada saat yang bersamaan.

Nurcholish hendak menegaskan bahwa sebetulnya Islam tidak sejalan dengan sekulerisme karena paham ini menghilangkan peran Tuhan dan cenderung mengarah pada ateisme.

Penegasan ini sekaligus membantah argumen para pengkritik Nurcholish yang menyatakan bahwa Nurcholish adalah seorang sekuler, dalam pengertian sekulerisme.

Dalam tulisan-tulisannya, Nurcholish justru melancarkan kritik pada sekulerisme. Dalam tulisan ini, misalnya, sekulerisme disebut sebagai pangkal dari paham liberalisme yang kemudian muncul dalam bentuk kapitalisme yang menindas.

Sekulerisme juga dianggap sebagai dasar bagi munculnya komunisme ateis yang juga diktator.

Nurcholish menegaskan bahwa cabang dari sekulerisme adalah liberalisme. Jika diukur dengan konsep Tuhan yang Maha Esa, maka liberalisme adalah ajaran yang sesat, kata Nurcholish.

Namun demikian, Nurcholish tetap menerima dan menghargai ajaran liberalisme mengenai kemerdekaan individu.

Bagi Nurcholish, liberalisme mengakibatkan individualisme, sementara individualisme melahirkan kapitalisme.

Di sisi lain, sekulerisme juga melahirkan komunisme. Bahkan, menurut Nurcholish, komunisme adalah sekularisme yang paling murni dan konsekuen.

Dalam komunismelah, kata Nurcholish, seseorang bisa menjadi sempurna dalam ateisme. Klaim utama komunisme adalah kesetaraan manusian.

Tapi dalam praktiknya klaim kesetaraan itu hanya ilusi, karena yang benar-benar berkuasa adalah para elite.

Dalam komunisme, ada supremasi mutlak dari yang berkuasa atas yang dikuasai. Menurut Nurcholish, diktator proletarian pada hakikatnya adalah kediktatoran dari para pemimpin dan penguasa.

Makalah panjang ini pada hakikatnya adalah pembelaan pada Islam dari kesangsian akan dukungan pada modernitas.

Sikap-sikap yang ditunjukkan dalam makalah ini membuatnya dijuluki sebagai Natsir muda karena memiliki kesamaan visi dengan Muhammad Natsir, pemimpin blok politik Islam ketika itu.

Setelah terbitnya artikel ini, Nurcholish dianggap sebagai perwujudan kembali semangat Muhammad Natsir.

Artikel ini disebut sebagai pemikiran Nurcholish sebelum munculnya semangat pembaruan.

Menurut Dawam Rahardjo, makalah ini mencerminkan “Nurcholish before Nurcholish” yang kelak lebih dikenal sebagai pembaru pemikiran Islam.

Makalah ini menunjukkan ciri “Natsir Muda” pada Nurcholish.

Dua tahun setelah artikel ini muncul, Nurcholish muncul dengan sebuah pidato yang menghebohkan tentang pembaruan Islam.

Jika tulisan tahun 1968 menjadikan kalangan luar Islam sebagai sasaran argument, maka pidato 1970 itu justru bicara pada kalangan kelompok Islam sendiri.

Bersambung, baca artikel selanjutnya: Daya Tonjok Pembaruan Nurcholish Madjid

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com