Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Akan Minta Klarifikasi Pemerintah karena Teken Perjanjian yang Tak Diratifikasi pada 2007

Kompas.com - 28/01/2022, 18:08 WIB
Elza Astari Retaduari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.COM - DPR RI berencana memanggil pihak pemerintah terkait perjanjian dengan Singapura yang baru saja diteken beberapa hari lalu. Para wakil rakyat akan meminta penjelasan mengenai kesepakatan Indonesia-Singapura yang sebenarnya sudah pernah dilakukan tapi tak diratifikasi DPR RI.

Seperti diketahui, Indonesia dan Singapura baru saja menandatangani perjanjian soal penataan kembali flight information region (FIR), ekstradisi buronan, dan kerja sama pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA) dalam pertemuan Leaders’ Retreat di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).

Perjanjian terkait ekstradisi buronan dan DCA merupakan perjanjian yang sempat ditolak Indonesia tahun 2007. Meski telah ditandatangani, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu tidak mengirimkannya ke DPR untuk diratifikasi karena perjanjian dinilai lebih banyak merugikan Indonesia.

Sementara itu perjanjian pengelolaan wilayah udara yang selama ini dikuasai Singapura, tak membuat FIR di sekitar Kepulauan Riau (Kepri) sepenuhnya berada dalam kendali Indonesia.

Baca juga: DCA Sempat Jadi Dalih Pesawat Tempur Singapura Sering Nyelonong Masuk ke Wilayah RI

Dilansir Kompas.id, paket kerja sama Indonesia-Singapura soal DCA, FIR, dan ekstradisi menjadi pembahasan utama dalam rapat kerja Komisi I dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kamis (27/1/2022) kemarin.

Dalam rapat itu, DPR meminta penjelasan pemerintah soal kesepakatan yang baru saja diteken sebab tidak ada substansi yang berbeda dengan perjanjian yang dilakukan kedua negara pada 2007.

”Itu menjadi sejarah. Kok di zaman ini dokumen yang sama, persyaratan yang sama, semua kondisi yang sama, kok ditandatangani. Ada apa sih? Ini menjadi pertanyaan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri,” kata Anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022).

Prabowo Subianto disebut tak bisa menjawab pertanyaan Komisi I DPR terkait hal ini.

"Dia (Prabowo) mengakui bahwa ini dokumennya sama dengan yang 2007 dan dia memahami ini kebutuhan politik dan dia hanya concern di wilayah DCA dia," sebutnya.

Baca juga: Kesepakatan DCA Buat Pesawat Tempur Singapura Bisa Numpang Latihan di Langit RI

Untuk menggali lebih lanjut, DPR mengagendakan rapat lintas komisi untuk meminta penjelasan dari pihak pemerintah yang rencananya digelar pada Senin, 31 Januari mendatang.

DPR akan memanggil anggota tim negosiasi yang menyepakati perjanjian kerja sama dengan Singapura itu.

Anggota tim negosiasi itu di antaranya Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Pertahanan.

Nantinya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Yudo Margono, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo akan diikutsertakan dalam rapat.

Effendi juga mempersoalkan perjanjian DCA. Sebab kerja sama pertahanan itu memberi izin Singapura menggunakan ruang udara Indonesia untuk berlatih pesawat tempur.

Padahal di tahun 2007, DPR menolak perjanjian itu karena dinilai membahayakan kedaulatan negara. Apalagi dalam perjanjian DCA, Singapura diperbolehkan menggelar latihan militer bersama pihak ketiga atau negara lain di wilayah Indonesia.

"Pihak Singapura minta menggunakan military training area-nya bukan hanya dia sendiri lho, dia bisa menggunakan untuk latihan bersama lho. Masya Allah gua bilang," tutur Effendi.

Politikus PDI-P ini pun menilai pemulangan kembali buronan yang kabur ke Singapura tidak sebanding jika ditukar dengan urusan pertahanan Indonesia. Menurut Effendi, seharusnya perjanjian ekstradisi tak ditukar dengan ruang udara Indonesia yang bisa digunakan berlatih pesawat tempur Singapura.

”Keberatan kami itu sulit dijawab pemerintah. Kenapa kamu barter dengan military training area. Kenapa urusan ekstradisi, (mengejar) buron-buron itu kok digadaikan dengan ’kedaulatan’ kita?,” ujar Effendi.

Baca juga: Ruang Udara Kecil Jadi Pertimbangan, Singapura Juga Boleh Latihan di Langit RI Saat Era Soeharto

"Kenapa kamu barter sama military training area, kenapa kamu kasih kesempatan untuk melakukan exercise di wilayah udara, laut kita," lanjutnya.

Perjanjian pertahanan DCA dan ekstradisi buronan juga turut disorot oleh Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana.

Hikmahanto mengingatkan, perjanjian ekstradisi dan kerja sama pertahanan sempat menjadi polemik di tahun 2007.

”Untuk meredam tentangan dari publik, presiden ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono, tidak menyampaikan dua perjanjian tersebut ke DPR untuk disahkan,” jelas Hikmahanto dikutip dari Kompas.id.

Ia pun menduga perjanjian pengembalian FIR dikaitkan dengan perjanjian pertahanan ini. Apalagi, pengambilalihan ruang udara Indonesia dari Singapura menjadi janji Jokowi di periode pertama.

Baca juga: Singapura Bisa Latihan Militer di Langit Indonesia Timbal Balik Perjanjian Ekstradisi Buronan

Menurut Hikmahanto, bila perjanjian pertahanan ditolak DPR, Singapura akan tetap memegang kendali atas FIR di Kepulauan Riau.

Sebelumnya, Menhan Prabowo Subianto sudah angkat bicara mengenai hal ini. Ia mengamani bahwa kesepakatan DCA kali ini sama seperti kesepakatan di tahun 2007 yang tak diratifikasi.

Prabowo juga menyatakan pemberian izin militer Singapura untuk berlatih di wilayah Indonesia, tak akan mengancam kedaulatan negara.

"Sama sekali tidak (membahayakan kedaulatan). Kita sudah latihan dengan banyak negara kok di wilayah kita. Sering kita latihan dengan banyak negara dan, secara tradisional mereka juga butuh latihan di situ," tukas Prabowo selepas Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Kamis (27/1/2022).

(Penulis: Nina Susilo, Kurnia Yunita Rahayu. Editor: Anita Yossihara).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com