Secara politis, kawasan Nusantara terdiri dari gugusan atau rangkaian pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia, bahkan termasuk Semenanjung Malaya.
Wilayah tersebut-lah yang kemudian dikategorikan oleh Majapahit sebagai Nusantara. Sebagian Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur) justru waktu itu tak termasuk dalam istilah Nusantara yang dimaksud Gajah Mada.
Hal ini karena kerajaan-kerajaan di tanah Jawa sudah berada langsung di bawah pemerintahan Majapahit.
Baca juga: Dari Ahok sampai Azwar Anas Calon Pemimpin Ibu Kota Baru Nusantara, Siapa yang Dipilih Jokowi?
Saat itu, ada tujuh kerajaan di Pulau Jawa yang memberlakukan aturan Majapahit. Tujuh kerajaan itu yakni Singasari, Daha, Kahuripan, Lasem, Matahun, Wengker, dan Pajang.
Oleh karena itu, Nusantara digunakan untuk menyebut daerah di luar Majapahit yang perlu ditaklukkan.
Setelah majapahit bubar, istilah Nusantara terlupakan. Namun baru kembali digunakan di abad ke-20.
Istilah Nusantara dipopulerkan kembali oleh pendiri Taman Siswa yang juga merupakan tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara.
Baca juga: Profil 4 Calon Pemimpin Ibu Kota Negara Baru Nusantara yang Disebut Jokowi
Nusantara pun digunakan sebagai sebagai alternatif dari Nederlandsch Oost-Indie atau Hindia Belanda. Hingga kini, istilah Nusantara masih kerap digunakan sebagai padanan Indonesia.
Istilah Nusantara banyak dipergunakan dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan. Saat ini pun, banyak tokoh bangsa yang kerap menggunakan istilah Nusantara untuk mendefinisikan wilayah Indonesia.
Sejarawan JJ Rizal menilai pemberian nama Nusantara untuk ibu kota negara baru kurang tepat. Nama tersebut dianggap tidak merepresentasikan upaya pemerintah yang hendak mewujudkan pembangunan merata dalam berbagai bidang di seluruh wilayah Indonesia.
"Sejak zaman pergerakan ketika istilah ini muncul untuk digunakan sebagai nama wilayah bangsa dan negara yang hendak didirikan, nama Nusantara segera tersingkir karena dianggap Jawa-sentris," ungkap Sejarawan JJ Rizal dalam perbincangan, Senin (17/1/2021).
Pemberian nama Nusantara pun dinilai bertolak belakang dengan gagasan pokok pemilihan Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai lokasi ibu kota negara (IKN) baru. Pemilihan Kalimantan sebagai IKN memang disebut untuk memutus kesenjangan antara wilayah Pulau Jawa dan luar Jawa.
"Sebab istilah Nusantara mencerminkan bias Jawa yang dominan. Nusantara adalah produk cara pandang Jawa masa Majapahit yang mendikotomi antara negara gung (kota Majapahit) dengan manca-negara (luar kota Majapahit)," ucap Rizal.
Baca juga: Alasan Pemerintah Pilih Nusantara Jadi Nama Ibu Kota Baru: Ikonik dan Dikenal sejak Dulu
Menurutnya, penyebutan istilah Nusantara bukan hanya sekadar dikotomis dalam arti kewilayahaan, tapi juga terkait peradaban.
"Dalam konteks Jawa sebutan mancanegara untuk menjelaskan wilayah yang tidak beradab, kasar tidak teratur atau sesuatu yang sebaliknya dari negara agung yang beradab dan harmonis," sebut dia.
Rizal mengatakan, pemakaian nama ibu kota baru Nusantara tidak mewakili pikiran Indonesia untuk keadilan bagi seluruh rakyat atau konsep kesetaraan.
"Tetapi mewakili arogansi dan dominasi pikiran elite "Keraton Jawa" gaya baru 2022," tukas Rizal.