Pasal 108 Ayat (1) KUHAP berbunyi, "Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis".
Kemudian pada Ayat (4) pasal yang sama dijelaskan bahwa laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
Sementara, laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Baca juga: Gencarnya Polisi Menindak Ormas, Tertibkan Atribut hingga Ambil Alih Aset Negara
Aturan lainnya terkait hal ini tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 6 Tahun 2019.
Pasal 3 Ayat (1) menyebutkan bahwa, "Penyelidik berwenang menerima laporan/pengaduan baik secara tertulis, lisan maupun menggunakan media elektronik tentang adanya tindak pidana".
Pada ayat selanjutnya dikatakan, laporan/pengaduan dapat diterima di Satker pengemban fungsi penyidikan pada tingkat Mabes Polri atau SPKT/SPK pada tingkat Polda/Polres/Polsek.
Baca juga: Tagar #PercumaLaporPolisi, Bentuk Kekecewaan Kolektif Masyarakat
Disebutkan pula bahwa penyidik harus menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan laporan polisi.
Penyidik juga wajib memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat yang melaporkan atau mengadu kepada Polri.
Pada pasal yang sama dikatakan, penyidik wajib melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi. Namun demikian, tidak dijelaskan secara rinci indikator kelayakan pembuatan laporan.