Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yahya Waloni Didakwa Lakukan Ujaran Kebencian dan Penodaan Agama

Kompas.com - 24/11/2021, 09:34 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Yahya Waloni dengan pasal penodaan agama dan ujaran kebencian.

Dakwaan dibacakan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/11/2021).

"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," kata jaksa.

Baca juga: Yahya Waloni Minta Maaf soal Ceramahnya yang Singgung SARA

Yahya menjadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama terkait ceramah keagamaannya yang merendahkan kitab Injil dengan menyebutnya fiktif atau palsu.

Video ceramah itu viral di media sosial, sehingga ia pun dilaporkan ke polisi dan proses hukum terus berlanjut hingga ke persidangan.

Jaksa menganggap perbuatan Yahya tidak sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah luhur bangsa Indonesia.

Selain itu, dampak perbuatan Yahya sebagai tokoh masyarakat menyebabkan stigma negatif, yakni seolah-olah suatu agama diperbolehkan mengolok-olok ajaran agama lain.

"Yang menyebabkan timbulnya perilaku yang sama dari pemeluk agama yang diolok-olok, bahkan dimungkinkan melebihi dari apa yang sudah dilakukan terdakwa dan menyebabkan retaknya hubungan harmonis antarumat beragama dalam kehidupan berbangsa dan beragama di Indonesia yang sudah terjalin baik selama ini," ujar jaksa.

Baca juga: Sidang Perdana Praperadilan Yahya Waloni Digelar Senin Ini

Jaksa mendakwa Yahya dengan Pasal 45a Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), atau Pasal 156a KUHP, atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 28 Ayat (2) UU ITE menyatakan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.

Kemudian, Pasal 45a Ayat (2) UU ITE menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sementara itu, bunyi Pasal 156a KUHP yaitu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca juga: Polri Hormati Langkah Yahya Waloni Ajukan Praperadilan

Kemudian, Pasal 156 KUHP yaitu berbunyi barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Adapun sidang tersebut digelar secara daring, yakni terdakwa berada di Rutan Bareskrim Polri tanpa didampingi pengacara, sedangkan hakim dan jaksa penuntut umum berada di PN Jaksel.

Setelah mendengarkan dakwaan JPU, terdakwa Yahya Waloni menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com