Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di RDP, Komisi IV Kritik Pernyataan Menteri LHK soal Pembangunan dan Deforestasi

Kompas.com - 22/11/2021, 13:32 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan hingga anggota Komisi IV DPR mengkritik pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar terkait deforestasi dan pembangunan.

Kritik disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan pejabat eselon I Kementerian LHK, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/11/2021).

Namun, Siti tidak hadir dalam rapat tersebut. Padahal, pimpinan dan anggota Komisi IV ingin mendapatkan jawaban atas pernyataan Siti mengenai pembangunan besar-besaran dan deforestasi yang ramai diperbincangkan publik.

Ketua Komisi IV DPR Sudin mengaku bingung dengan pernyataan Siti tersebut karena berbeda pandangan dengan Presiden Joko Widodo mengenai deforestasi.

"Saya bingung juga, menteri mengatakan, untuk pembangunan Indonesia, apa pun akan dilakukan, termasuk deforestasi. Sementara, presiden bicaranya lain lagi," kata Sudin dalam rapat, Senin.

Baca juga: Tanggapi Kritik, Menteri LHK: Pembangunan Skala Besar Tak Dimaksudkan Ekstraksi Besar-besaran

Menurut Sudin, jika berkaca dari pernyataan Siti, maka ia berasumsi masyarakat diperbolehkan menebang hutan lindung secara liar untuk tujuan pembangunan.

"Benar, saya suruh babat hutan, saya suruh bangun kebun, supaya kalian bisa hidup, kalian bisa makan. Kalian bisa menyekolahkan anak," kritik Sudin.

Padahal, kata Sudin, dirinya selalu menegaskan masyarakat di daerah pemilihan (dapil) tidak boleh menebang hutan yang dilindungi.

"Di Jati Agung, Lampung Selatan, mereka meminta untuk melepaskan kawasan hutan lindung tersebut. Saya katakan, tidak bisa, itu hutan milik negara, bukan milik saya," ucap politisi PDI-P itu.

Sementara itu, anggota Komisi IV dari Fraksi Demokrat Suhardi Duka menilai pernyataan Siti terkait deforestasi dan pembangunan menyesatkan.

Ia mengaku heran lantaran pernyataan itu dikeluarkan oleh Siti yang dinilai menjadi simbol institusi KLHK menjaga fungsi perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan.

"Pernyataan ini, sesat bagi seorang Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang notabene sebagai institusi yang selama ini diharapkan dapat menjadi penjaga fungsi kawasan hutan dan konservasi serta lingkungan hidup Indonesia," jelasnya.

Baca juga: Menteri Siti Nurbaya Berikan Penjelasan soal Pernyataan Pembangunan Besar-besaran dan Deforestasi

Suhardi berpandangan, Siti Nurbaya telah keliru memahami konsep pembangunan. Menurutnya, pembangunan justru harus mengarah ke perbaikan, termasuk perbaikan lingkungan hidup.

"Kita harus bersepakat, substansi pembangunan itu adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Proses pembangunan bukan merusak lingkungan atau deforestasi," ucapnya.

"Jadi makna yang dimaksud pembangunan oleh ibu Menteri, apa sesungguhnya?" tanya Suhardi.

Ia kemudian mengungkit pembangunan yang kerap digaungkan di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Presiden, kata dia, memang mengedepankan pembangunan di era pemerintahannya saat ini.

"Tapi tidak diharapkan dengan deforestasi," tutur dia.

Ia pun menilai, apa yang dikhawatirkan akan merusak lingkungan justru pembangunan lewat pertambangan di sejumlah wilayah.

Tak hanya itu, Suhardi juga mengkritik adanya pembangunan perkebunan korporasi yang dinilai menyebabkan deforestasi.

"Jadi, jangan berlindung kerusakan hutan ini, diakibatkan oleh pembangunan. Itu karena kesalahan akibat pemberian izin atau pengawasan yang dilakukan KLHK terhadap pelaku-pelaku ekonomi yang saat ini menguasai," imbuh dia.

Baca juga: Kontroversi Pernyataan Menteri LHK soal Pembangunan dan Deforestasi

Setelah itu, Suhardi pun enggan mengomentari realisasi anggaran KLHK 2021 lantaran tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Ia mengungkit, kenyataan di lapangan justru banyak kekurangan, mulai dari kerusakan lingkungan yang semakin meluas menjadi penyebab banjir di sejumlah wilayah.

"Target dan prioritas yang selama ini dilaporkan bagus, faktanya di lapangan berbeda. Nampaknya, banjir di mana-mana. Demikian juga penegakan hukum, terhadap korporasi yang merambah kawasan hutan baik pidana dan denda tidak mengalami kemajuan," kritik Suhardi.

Sebelumnya, Siti melontarkan pernyataan yang menimbulkan polemik melalui unggahan di akun Twitter-nya, @SitiNurbayaLHK, pada Rabu (3/11/2021).

"Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," tulis Siti.

Unggahan ini langsung mendapat reaksi dari warganet dan Greenpeace Indonesia. Mereka mempertanyakan dan mengkritik pernyataan Siti. Terlebih lagi, twit itu dibuat sehari setelah pertemuan Conference of Parties ke-26 (COP26) yang membahas isu perubahan iklim.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo ikut menandatangani komitmen untuk mengakhiri deforestasi dan degradasi lahan pada 2030 yang tertuang dalam The Glasgow Leaders' Declaration on Forest and Land Use (Deklarasi Pemimpin Glasglow atas Hutan dan Pemanfaatan Lahan).

Baca juga: Deforestasi, Indonesia Salah Satu Negara Pembabat Hutan Terbanyak

Siti telah memberikan penjelasan terkait pernyataanya. Menurut Siti, tetap harus ada keseimbangan dalam pembangunan secara besar-besaran.

"Kalau lihat lanjutan kalimatnya adalah soal keseimbangan. Sedangkan pembangunan besar-besaran tidak dimaksudkan untuk ekstraksi besar-besaran," ujar Siti saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (5/11/2021).

"Tetapi tentang semangat pembangunannya yang luar biasa di era Presiden Joko Widodo dibandingkan sebelum-sebelumnya," lanjutnya.

Siti menuturkan, hal tersebut bukan hanya asal bicara, tapi dibuktikan dengan langkah menekan perizinan hutan korporasi serta dengan mendorong agroforestri masyarakat.

"Datanya ada dan langkahnya konkret," ungkapnya.

Klarifikasi KLHK

Kementerian LHK memberikan klarifikasi soal ketidakhadiran Siti dalam RDP tersebut.

Menurut KLHK, undangan yang diterima dari DPR memang untuk rapat dengan pejabat eselon 1.

"Berdasarkan berita faksimil Kepala Bagian Sekretariat Komisi IV DPR RI Nomor 92/Kom.IV/DPR RI/XI2001 tanggal 18 November 2021 dijelaskan bahwa Komisi IV DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pejabat eselon I Kementerian LHK pada tanggal 22 November 2021."

UPDATE:

Artikel ini telah mengalami perubahan dengan klarifikasi yang disampaikan KLHK terkait ketidakhadiran Siti Nurbaya Bakar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com