DULU kedua kakek saya yang bertugas di kepolisian era 1970 awal begitu marah jika mendengar kata prit jigo.
Prit jigo adalah akronim dari sekali semprit dapat jigo atau Rp 25. Artinya, paham lah ya, penindakan hukum oleh polisi bisa "dikompromikan" dengan uang Rp 25. Sekarang sih nilai uang segitu tidak bearti. Tapi, di tahun 1970 nilai uang segitu lumayan besar.
Kakek saya begitu marah jika mendengar olok-olok warga soal prit jigo. Kakek saya punya prinsip, lebih baik miskin terhormat daripada kaya dari hasil uang haram.
Andai kedua kakek saya masih hidup, mereka pasti murka melihat kelakuan Ipda PDH, anggota polisi lalu lintas Polres Bandara Soekarno Hatta yang memalak sekarung bawang putih sebagai ganti sanksi tilang terhadap sopir truk angkutan yang melintas di Kawasan Jalan P2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, pada 1 November 2021.
Ipda PDH menolak uang sogok Rp 100 ribu. Sebagai gantinya, ia meminta sekarung bawang putih.
Diketahui, truk yang mengangkut puluhan karung bawang tersebut melanggar lalu lintas. Pengemudi truk tidak membawa kelengkapan surat-surat berkendara.
Aksi Ipda PDH yang meminta sekarung bawang direkam oleh pengemudi truk. Ia mengunggah rekamannya di media sosial dan viral.
Pernyataan tegas Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang akan memotong kepala ikan yang busuk, tidak cuma ekornya, ternyata kurang dipahami jajaran kepolisian di tingkat bawah.
Baca juga: Ingatkan Pimpinan, Kapolri: Kalau Tak Mampu Bersihkan Ekor, Kepala Saya Potong
"Si ekor" rupanya tetap asyik memainkan perilaku tercela. Sementara, "si kepala" kurang memperhatikan kelakuan "ekor"-nya.
Bahkan tekad Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran yang akan “memblender” ikan busuk -seruan yang lebih keras dibanding potong kepala dan ekor- dianggap angin lalu.
Memang betul, Ipda PDH dimutasi ke bagian pelayanan markas (Yanma) Polda Metro Jaya sembari menunggu pemeriksaan kasusnya di Propam Polda Metro Jaya.
Tetapi setidaknya publik menunggu cara Kapolda “memblender” anak buahnya yang doyan bawang putih itu.
Di Sumatera Utara, penindakan demi penindakan yang dilakukan Kapolda Irjen Pol RZ Panca Putra terhadap “ekor” juga belum berdampak nyata.
Terbaru, muncul lagi kasus memalukan di Sumatera Utara. Lima terapis di sebuah panti pijat di Siantar Barat, Pematangsiantar, “dijebak” personil Subdit Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sumut. Mereka diperas Rp 50 juta.
Baca juga: 5 Terapis Mengaku Diperas Rp 50 Juta oleh Anggota Polisi, Ini Kata Polda Sumut
Belum ada tindak lanjut atas kasus terbaru ini.
Hambatan komunikasi seringkali menjadi penyebab utama gagalnya keharmonisan hubungan antara anak buah dan komandannya.
Dalam ilmu komunikasi, kegagalan tersebut sudah mencapai kegagalan sekunder (secondary communication breakdown). Recovery atas kegagalan ini memerlukan waktu yang lama, unik, serta rumit.
Selama ini jargon digunakan untuk penyemangat, shock therapy, dan menunjukkan tekad organisasi untuk berubah.