JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pembangunan skala besar tidak dimaksudkan untuk ekstraksi sumber daya alam secara besar-besaran.
Dia menegaskan, pemerintah tetap ingin ada keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.
"Pembangunan besar-besaran tidak dimaksudkan untuk ekstraksi besar-besaran," ujar Siti saat dikonfirmasi, Jumat (5/11/2021).
Siti menuturkan, hal itu bukan hanya asal bicara, tetapi dapat dibuktikan. Dia menyebutkan upaya pemerintah menekan perizinan hutan korporasi dan mendorong agroforestri masyarakat.
Siti menyebutkan, pemerintah memiliki data dan sudah merumuskan langkah konkret.
Dia menegaskan kembali pesan Presiden Joko Widodo, bahwa setiap pembangunan yang dilakukan pemerintah harus seiring sejalan dengan kebijakan untuk menurunkan deforestasi dan emisi.
Menurutnya, setiap kementerian dalam membangun apa pun harus memperhatikan lingkungan dan dampaknya.
"Pesan itu telah direalisasikan dalam langkah kerja lapangan yang dalam beberapa waktu ini terus berlangsung,'' katanya.
Baca juga: Greenpeace Sayangkan Twit Menteri LHK soal Deforestasi dan Pro Pembangunan
Siti menjelaskan, dalam kurun waktu 6-7 tahun terakhir, Indonesia secara nyata telah menunjukkan komitmen nyata, terutama dalam menekan angka deforestasi dan penurunan emisi.
Pada 2020, kata Siti, angka deforestasi turun drastis, yakni hanya 115,2 ribu hektare. Dia menuturkan, angka deforestasi tersebut merupakan yang terendah dalam 20 tahun terakhir.
Kemudian, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga bisa ditekan hingga 82 persen pada 2020.
Di sisi lain, saat ini dunia sedang mengalami cuaca esktrem yang mengakibatkan negara seperti Amerika, Kanada, dan lainnya harus mengalami karhutla.
''Kita bersyukur di tahun 2019 dan tahun 2020, Indonesia bisa terhindar dari duet bencana asap karhutla dan corona, mengingat cuaca ekstrem yang sedang melanda dunia,'' kata Siti.
Baca juga: Menteri Siti Nurbaya Berikan Penjelasan soal Pernyataan Pembangunan Besar-besaran dan Deforestasi
Selain itu, ada kebijakan pemerintah lainnya, yakni dengan moratorium hutan primer dan gambut seluas 66 juta hektare, penataan regulasi, pengendalian dan pemulihan lahan gambut lebih kurang 3,4 juta hektare.
Selain itu juga dilakukan optimasi lahan tidak produktif, penegakan hukum, restorasi, rehabilitasi hutan untuk pengayaan tanaman dan peningkatan serapan karbon.
''Sejak 2019 Presiden telah meningkatkan penanaman kembali 10 kali lipat, dan pengelolaan hutan lestari,'' tutur Siti.
"Pengendalian hutan tanaman pada sekitar 14 juta hutan tanaman dengan antara lain metode reduce impact logging serta pengelolaan perhutanan sosial untuk petani kecil," lanjutnya.
Siti menambahkan, sampai tahun 2021 lebih kurang 4,7 juta hektare telah dibagikan kepada masyarakat, dan diproyeksikan sampai dengan selesai akan mencapai 12,7 juta hektare.
Sebelumnya, twit Siti mendapat kritik dari banyak pihak karena dinilai tidak sejalan dengan perlindungan lingkungan.
"Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," tulis Siti di akun Twitter-nya, @SitiNurbayaLHK, Rabu (3/11/2021).
Baca juga: Menteri LHK Siti Sebut Deforestasi demi Pembangunan Jalan, Walhi: Lebih Banyak untuk Tambang
Unggahan ini pun langsung mendapat reaksi dari warganet dan Greenpeace Indonesia. Mereka mempertanyakan dan mengkritik pernyataan tersebut.
Terlebih lagi, twit itu diunggah sehari setelah pertemuan Conference of Parties ke-26 (COP26) yang membahas isu perubahan iklim.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo ikut menandatangani komitmen untuk mengakhiri deforestasi dan degradasi lahan pada 2030 yang tertuang dalam The Glasgow Leaders' Declaration on Forest and Land Use (Deklarasi Pemimpin Glasglow atas Hutan dan Pemanfaatan Lahan).
Selain itu, dalam unggahan lainnya Menteri Siti menjelaskan bahwa menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation atau deforestasi sama dengan melawan mandat UUD 1945.
"Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi," tulis Siti, dikutip Kompas.com dari laman Facebook-nya, Rabu (3/11/2021).
Baca juga: Walhi Sebut Klaim Jokowi soal Deforestasi hingga Karhutla Tak Sesuai Fakta
Pernyataan Siti tersebut mendapat kritik, salah satunya dari Greenpeace Indonesia. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, M Iqbal Damanik, menyayangkan pernyataan Siti
"Sangat disayangkan Indonesia memiliki Menteri Lingkungan Hidup yang pro terhadap pembangunan skala besar yang jelas-jelas berpotensi merusak lingkungan hidup," ujar Iqbal saat dihubungi, Kamis (4/11/2021).
Iqbal menuturkan, pernyataan Siti sangat mengecewakan meski dibaca dalam konteks secara keseluruhan.
Dia mengingatkan, pembangunan berskala besar berpotensi merusak lingkungan hidup.
"Statement ini justru semakin menunjukkan kemana keberpihakan Menteri LHK," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.