Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 08/10/2021, 11:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memberikan pertimbangan atas pemberian amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Saiful Mahdi.

Saiful ditetapkan tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kasusnya berawal dari kritik atas proses penerimaan CPNS untuk posisi dosen di Fakultas Teknik, pada Maret 2019, melalui grup WhatsApp. Ia divonis tiga bulan penjara dan telah menjalani hukuman sejak 2 September 2021.

Persetujuan atas pemberian amnesti dari Presiden Joko Widodo dibacakan oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dalam Rapat Paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/10/2021).

DPR telah menerima surat dari Presiden Jokowi pada 29 September 2021 terkait permintaan pertimbangan atas pemberian amnesti.

Setelah amnesti disetujui, DPR akan mengirimkan jawaban tertulis kepada Presiden Jokowi.

Baca juga: Ini adalah Kemenangan Kita Semua, Bukan Semata tentang Saiful Mahdi...

Fenomena gunung es

Kasus Saiful Mahdi dinilai sebagai fenomena gunung es. Hal tersebut disampaikan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hamid Noor Yasin saat menyampaikan interupsi dalam Rapat Paripurna.

Menurut dia, banyak kasus serupa yang terjadi karena implementasi UU ITE.

"Kasus yang menjerat Saudara Saiful Mahdi merupakan fenomena gunung es di Indonesia yang diakibatkan kelemahan dalam Undang-Undang ITE, baik substansi normanya maupun penerapannya," kata Hamid.

"Masih banyak kasus semacam Saiful Mahdi lainnya yang sedang maupun telah dipidana akibat pemberlakuan Undang-Undang ITE," ucapnya.

Baca juga: Tinggal Selangkah Lagi, Amnesti untuk Saiful Mahdi

Ia mengatakan, Fraksi PKS berpendapat bahwa surat keputusan bersama (SKB) tentang pedoman implementasi UU ITE tak cukup mengurani dampak overkriminalisasi.

Menurutnya, overkriminalisasi dari UU ITE bukan semata disebabkan oleh kesalahan dalam penerapan UU.

"Namun juga berakar pada kelemahan substansial dalam perumusan norma atau delik dalam sejumlah pasal-pasal dalam Undang-Undang ITE yang dalam penerapannya bertentangan dengan semangat kebebasan sipil dan demokrasi," ujar Hamid.

Ia berharap, pimpinan DPR segera memproses tahapan penyusunan dan pembahasan revisi UU ITE agar tidak ada lagi kasus seperti yang dialami Saiful Mahdi.

Ia mengatakan, kebebasan sipil sebagai pilar demokrasi harus ditegakkan, kebebasan dalam mimbar akademik harus dilindungi.

Selain itu, kebebasan dalam menyampaikan kritik dan pendapat di ruang publik harus dipulihkan.

Urgensi revisi UU ITE

Secara terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aceh, Syahrul Putra Mutia mengatakan, pihaknya masih harus memastikan pemberian amnesti itu segera terlaksana.

"Saat ini, kita masih harus memastikan keputusan presiden untuk menetapkan amnesti terhadap Pak Saiful bisa keluar (terlaksana) secepatnya," ujar Syahrul, saat dikonfirmasi, Kamis (7/10/2021).

Menurutnya, pemberian amnesti itu menjadi pendidikan publik yang sangat penting. Amnesti itu menegaskan bahwa kritik bukanlah hal yang dilarang.

Syahrul mengatakan, keluarga Saiful mengucapkan terima kasih atas semua dukungan yang diberikan hingga DPR mengabulkan amnesti dari presiden.

"Keluarga Pak Saiful, terutama istri dan anaknya, berterima kasih banyak untuk seluruh elemen sipil, CSO (civil society organization), jurnalis dan media, akademisi dan seluruh yang terlibat dalam advokasi ini," tutur Syahrul.

"Ini adalah kemenangan kita semua, karena yang sedang kita perjuangkan bukanlah semata tentang Saiful Mahdi, melainkan hak kebebasan individu yang melekat," kata dia.

Baca juga: DPR Setujui Pemberian Amnesti untuk Saiful Mahdi

Syahrul menuturkan, kasus Saiful Mahdi merupakan pelajaran penting bagi semua pihak untuk menyamakan persepsi terkait pasal-pasal karet dalam UU ITE.

Menurut dia, pasal-pasal tersebut rentan digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat.

"Maka publik, semua elemen sipil, harus terus mendorong agar UU ITE ini bisa segera direvisi," kata Syahrul.

Sebelumnya, kasus serupa juga pernah dialami oleh Baiq Nuril Maknun pada 2019.

Nuril dinyatakan bersalah karena dituduh merekam dan menyebarkan percakapan asusila mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim yang kerap meneleponnya.

Lantaran mempertahankan harga dirinya, Nuril justru dijerat UU ITE.

Presiden Jokowi lalu menandatangani keputusan presiden (keppres) mengenai pemberian amnesti bagi Nuril pada Senin (29/7/2019).

Dengan keppres itu, Nuril yang sebelumnya divonis melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, bebas dari jerat hukum.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Saling Serang Mahfud dan Benny K Harman soal Transaksi Janggal: Singgung Wewenang hingga Isu Singkirkan Menkeu

Saling Serang Mahfud dan Benny K Harman soal Transaksi Janggal: Singgung Wewenang hingga Isu Singkirkan Menkeu

Nasional
KPK Ungkap Modus Korupsi Tukin di ESDM: Seolah-olah Typo, Rp 5 Juta Jadi Rp 50 Juta

KPK Ungkap Modus Korupsi Tukin di ESDM: Seolah-olah Typo, Rp 5 Juta Jadi Rp 50 Juta

Nasional
Tinjau Panen Raya Padi di Maros, Jokowi: Surplus Panen Bisa untuk Daerah Lain

Tinjau Panen Raya Padi di Maros, Jokowi: Surplus Panen Bisa untuk Daerah Lain

Nasional
Abraham Samad: Saya dan Pak BW Disingkirkan dari KPK, Bukan Baper tetapi Kecewa

Abraham Samad: Saya dan Pak BW Disingkirkan dari KPK, Bukan Baper tetapi Kecewa

Nasional
Ketua Komisi X Prihatin Sebut Timnas Gagal Tampil di Depan Publik Sendiri

Ketua Komisi X Prihatin Sebut Timnas Gagal Tampil di Depan Publik Sendiri

Nasional
2 Eks Sekjen Kemenkominfo Jadi Saksi Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan

2 Eks Sekjen Kemenkominfo Jadi Saksi Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan

Nasional
Respons Politikus PDI-P Usai FIFA Batalkan Piala Dunia U20 di Indonesia

Respons Politikus PDI-P Usai FIFA Batalkan Piala Dunia U20 di Indonesia

Nasional
KPK Panggil Plh Dirjen Minerba M. Idris Sihite Jadi Saksi Dugaan Korupsi Tukin Pegawai ESDM

KPK Panggil Plh Dirjen Minerba M. Idris Sihite Jadi Saksi Dugaan Korupsi Tukin Pegawai ESDM

Nasional
Kasus Tambang Ilegal Belum Tuntas, Mutasi Brigjen Pipit jadi Kapolda Kalbar Disorot

Kasus Tambang Ilegal Belum Tuntas, Mutasi Brigjen Pipit jadi Kapolda Kalbar Disorot

Nasional
Mutasi 2 Kapolda di Wilayah Strategis dan Aroma Politik Jelang 2024

Mutasi 2 Kapolda di Wilayah Strategis dan Aroma Politik Jelang 2024

Nasional
Anggota Komisi X: Israel Tetap Berlaga sedangkan Indonesia Dicoret, Memendam Mimpi Anak Muda

Anggota Komisi X: Israel Tetap Berlaga sedangkan Indonesia Dicoret, Memendam Mimpi Anak Muda

Nasional
Kepala Otorita IKN Optimistis Upacara Peringatan Kemerdekaan pada 2024 Digelar di IKN

Kepala Otorita IKN Optimistis Upacara Peringatan Kemerdekaan pada 2024 Digelar di IKN

Nasional
Abraham Samad: Perilaku Korup di Mana-mana, Indeks Persepsi Korupsi Jadi Anjlok

Abraham Samad: Perilaku Korup di Mana-mana, Indeks Persepsi Korupsi Jadi Anjlok

Nasional
Jokowi: Film Nasional Melangkah Maju Sesuai Kehendak Zaman

Jokowi: Film Nasional Melangkah Maju Sesuai Kehendak Zaman

Nasional
Abraham Samad Sebut Parpol Mudah Dibeli untuk Jadi Kendaraan Politik

Abraham Samad Sebut Parpol Mudah Dibeli untuk Jadi Kendaraan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke