JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 38 akademisi dari Australia mengirimkan surat permohonan amnesti kepada Presiden Joko Widodo terkait persoalan Saiful Mahdi pada Kamis (16/9/2021).
Saiful merupakan dosen yang dipenjara setelah mengirim pesan di grup WhatsApp yang mengkritisi proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Universitas Syiah Kuala, Provinsi Aceh.
Ia dijatuhi hukuman tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta atas tuduhan pencemaran nama baik.
"Salah bentuk dukungannya adalah meminta Presiden untuk membebaskan Saiful Mahdi," ujar Direkrut Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid kepada Kompas.com, Minggu (19/9/2021).
Baca juga: Duduk Perkara Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Dikriminalisasi Usai Kritik Kampus
Mahkamah Agung sebelumnya telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Saiful Mahdi.
Putusan MA menguatkan hukuman yang dijatuhkan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di Banda Aceh.
Pengadilan menyatakan Saiful bersalah melakukan pencemaran nama baik setelah menulis pesan di sebuah grup WhatsApp yang mengkritik apa yang dia duga sebagai kejanggalan dalam proses penerimaan CPNS untuk dosen di FakultasTeknik Universitas tersebut.
Saiful dipidana berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: Kasus Grup WhatsApp, Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Divonis 3 Bulan Penjara
Menurut Usman Hamid, amnesti dinilai akan memperbaiki reputasi Indonesia yang membungkam kebebasan berekspresi.
"Kami percaya kesediaan anda memberikan amnesti dan membebaskan Dr Saiful Mahdi dari penjara akan mencegah kerusakan reputasi Indonesia di internasional,” ujar sejumlah akademisi dalam suratnya kepada Presiden, Kamis.
Diketahui, kasus ini berawal dari kritik Saiful terhadap proses penerimaan tes CPNS untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019.
Saiful mengkritik proses rekrutmen lantaran dirinya mengetahui adanya berkas peserta yang diduga tak sesuai persyaratan, namun tetap diloloskan oleh pihak kampus. Kritik itu disampaikan melalui grup WhatsApp.
Baca juga: Dosen Unsyiah Terjerat UU ITE, IRSA Kirim Surat Permohonan Amnesti ke Jokowi
Adapun kalimat kritik yang dilayangkan Saiful sebagai berikut:
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi".
Tak terima atas kritik tersebut, Dekan Fakuktas Teknik Unsyiah, Taufiq Mahdi lantas melaporkan Saiful ke Polrestabes Banda Aceh dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Setelah dilaporkan, Saiful kemudian menjalani pemeriksaan. Tepat pada 2 September 2019, pihak penyidik Polrestabes Banda Aceh menetapkan Saiful sebagai tersangka pencemaran nama baik, dengan menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.
Dalam perjalanan kasus ini, Saiful kemudian tetapkan bersalah dengan vonis 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 4 April 2020.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.