Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar UGM Harap Jokowi Punya Sikap Jelas untuk Masa Depan Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Kompas.com - 16/09/2021, 11:32 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto mengatakan, Presiden Joko Widodo memiliki kesempatan untuk membuktikan komitmen memberantas korupsi dengan menunjukan sikap atas temuan lembaga negara tersebut.

Sebab, menurutnya, proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) telah mengkhianati upaya pemberantasan korupsi dan kepercayaan publik.

"Presiden Jokowi punya kesempatan untuk menunjukkan komitmennya pada aspirasi publik dan menentukan sikap yang jelas bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia," tutur Sigit dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (15/9/2021).

Ia mengatakan, alih status tersebut memang merupakan amanah dari undang-undang. Namun, menurut dia, pimpinan KPK justru menyelenggarakan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi ASN yang tidak relevan dengan amanah UU.

Baca juga: Saat TWK Berujung Pemberhentian 56 Pegawai KPK…

Padahal, TWK itu berdampak pemberhentian terhadap para pegawai lembaga antirasuah itu yang sudah bekerja menjadi bagian dan berkontribusi terhadap capaian KPK selama ini.

"Patut diduga bahwa TWK tersebut sejak awal memang dimaksudkan sebagai dalih untuk menyingkirkan para pegawai yang sudah mengabdi dan berkontribusi dalam pemberantasan korupsi di negeri ini," ujar Sigit.

Bahkan, menurut Sigit, kejanggalan tujuan, desain, serta pelaksanaan TWK telah dikonfirmasi bermasalah oleh dua lembaga negara yakni Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Temuan kedua lembaga negara tersebut, ujar Sigit, telah mengkonfirmasi bahwa TWK dilakukan tanpa standar yang jelas, obyektif dan transparan.

"Banyak pihak berpendapat bahwa TWK tersebut tidak relevan, tidak kredibel dan tidak adil. Bahkan, diduga terdapat kejanggalan dalam pelaksanaannya," ucap dia.

Baca juga: Penjelasan KPK soal Pemberhentian 56 Pegawai Tak Lolos TWK

Sebelumnya, KPK menyatakan ada 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) usai mengikuti TWK, 51 di antaranya dinilai merah dan akan diberhentikan.

Dari 51 pegawai tersebut, ada satu pegawai yang memasuki purnatugas per Mei 2021, sehingga pegawai itu tidak ikut diberhentikan dengan hormat.

Sementara itu, 24 dari 75 pegawai lainnya yang tidak lolos TWK dinyatakan layak mengikuti diklat sebagai syarat alih status.

Namun, dari 24 orang, hanya 18 yang bersedia mengikuti diklat dan lulus menjadi ASN. Sebanyak 6 orang lainnya memilih tidak mengikuti diklat, sehingga, jumlah total pegawai yang akan diberhentikan mencapai 56 orang.

Baca juga: KPK Dinilai Tak Patuhi Putusan MA jika Pecat Pegawai Tak Lolos TWK

Pemberhentian itu dinilai banyak pihak bertentangan dengan arahan Presiden Jokowi.

Presiden menyatakan bahwa TWK tidak bisa serta merta jadi dasar pemberhentian pegawai KPK yang tak lolos.

Hasil TWK, kata dia, seharusnya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK ke depan, baik terhadap individu maupun institusi.

"Dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com