Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buzzer Pemerintah Dinilai Muncul karena Media Tak Bisa Dikendalikan...

Kompas.com - 04/09/2021, 06:19 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kehadiran buzzer dan influencer dinilai menjadi saluran utama suara pemerintahan di era masa kini.

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet mengatakan, kehadiran buzzer dan influencer merupakan fenomena new media atau industri media baru yang mulai muncul dalam konteks politik Indonesia sekitar tahun 2014.

"Fungsi buzzer itu, semula dia komplemen sifatnya tapi sekarang dia menjadi lini utama, menjadi frontline utama dari suara politik negara,” kata Robert dalam diskusi virtual, Jumat (3/9/2021).

Baca juga: Kondisi Masyarakat Terbelah, Zulkifli Hasan Sedih Ada Cebong Vs Kampret, Buzzer Vs Kadrun

Robert menambahkan, awalnya buzzer merupakan sarana pemasaran bisnis yang kemudian diadopsi untuk kepentingan politik atau pencitraan politik.

Menurut dia, buzzer menjadi diperlukan sejumlah pihak di era sekarang, karena media massa yang mainstream diasumsikan tidak sepenuhnya bisa dikontrol oleh penguasa atau negara.

Hal ini berbeda dengan era Orde Baru, di mana kebebasan pers masih sangat terbatas dan Presiden Soeharto memiliki Menteri Penerangan yang bertugas menyisir dan memberikan materi pemberitaan ke publik.

"Asumsinya ya, media-media mainstream itu enggak sepenuhnya bisa dipakai, seperti enggak bisa dikontrol, enggak bisa dikendalikan oleh kekuasaan, asumsinya seperti itu, berbeda dengan seperti (era) Soeharto," ucap dia.

Baca juga: Soroti Buzzer dan UU ITE, Busyro Sebut Situasi Bergerak ke Neo Otoritarianisme

Kendati demikian, ia juga menilai, saat ini masih terjadi pemberitaan informasi yang asimetris dengan sistem demokrasi karena industri media mulai terjerat ke lingkaran kartel politik.

Menurut dia, saat ini para oligarki yang menguasai ekonomi, industri media, dan politik secara tak langsung memberi dampak kepada arus peredaran informasi.

"Tapi dari segi arus informasinya sifat-sifat informasi yang asimetris juga terus terjadi sebagai akibat dari bagaimana industri media itu terjebak dalam oligarki dan kartel politik yang mengakibatkan mereka hanya bicara dalam satu sudut pandang," ucapnya.

Baca juga: Ditanya soal Pendanaan Buzzer Istana, JK: Zaman Saya Tak Ada

Bahkan, ia mencontohkan, sebelum media sosial marak di Tanah Air, apabila menjelang pemilu para kandidat calon presiden berkunjung ke kantor redaksi media.

"Kalau sekarang kan sudah enggak ada itu, hampir enggak ada, tapi mengumpulkan influencer sekarang dilakukan, ini satu gejala baru dalam demokrasi kita," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com