Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Hanya Disanksi Potong Gaji...

Kompas.com - 31/08/2021, 10:11 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sanksi pelanggaran etik terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dianggap lucu dan tidak serius. Berdasarkan putusan Dewan Pengawas KPK, Lili terbukti berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara.

Lili menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial, terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo, Kota Tanjungbalai.

Adapun, M Syahrial merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di Pemerintah Kota Tanjungbalai.

Atas pelanggaran itu, Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.  Meski gaji pokoknya dipotong 40 persen, Lili akan tetap menerima tunjangan senilai Rp 107.971.250 setiap bulannya.

Sementara, Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK juga mengatur sanksi berat lain, yakni permintaan untuk pengunduran diri.

Baca juga: Eks Pimpinan KPK: Sanksi Potong Gaji Lili Pintauli Sangat Lucu dan Ecek-ecek

Mantan pimpinan KPK Saut Situmorang mengkritik putusan Dewas karena hanya menjatuhkan sanksi pemotongan gaji. Ia menilai sanksi tersebut tidak serius.

“Jadi satu bulan itu cuma dipotong satu juta koma sekianlah itu kalau dilihat gaji pokok. Jadi itu sangat sangat ecek-ecek, sangat lucu,” kata Saut saat dihubungi, Senin (30/8/2021).

Saut menilai Dewas tidak paham aturan terkait pemberian sanksi berat terhadap pimpinan KPK yang terbukti melanggar kode etik.

Pasalnya, ia mengatakan, Peraturan Dewas sudah jelas menyatakan sanksi berat mencakup dua bentuk, yakni pemotongan gaji dan permintaan pengunduran diri.

“Jadi memang mereka sendiri tidak paham sama aturan yang mereka buat, kalau menurut saya. Ya memang begitulah kalau hati tidak dipakai, padahal di situ kan ada bekas jaksa dan bekas hakim,” ujarnya.

Mundur dari jabatan

Kritik serupa juga disampaikan oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Ia mengatakan, putusan Dewas belum memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Boyamin berpandangan, Lili seharusnya mundur dari jabatannya. Menurut Boyamin, pengunduran diri diperlukan untuk menjaga kehormatan KPK.

“Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar adalah menjaga kehormatan KPK karena jika tidak mundur maka cacat atau noda akibat perbuatannya yang akan selalu menyandera KPK sehingga akan kesulitan melakukan pemberantasan korupsi,” kata Boyamin, Senin.

Baca juga: Terbukti Langgar Etik, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Didesak Mundur

Hal senada disampaikan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman. Ia menyebutkan, sanksi pemotongan gaji terhadap Lili merupakan sanksi ringan.

Ia menuturkan, Dewas seharusnya juga menjatuhkan sanksi berupa permintaan pengunduran diri terhadap Lili. Bahkan, Zaenur menilai, tindakan Lili tersebut dapat diancam pidana maksimal 5 tahun penjara sesuai dengan Pasal 65 UU Nomor 30 Tahun 2002 juncto UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

“Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara. Bahkan, perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana,” kata Zaenur.

Tak tunjukkan penyesalan

Anggota Dewas Albertina Ho mengatakan, Lili tidak menunjukkan penyesalan kendati mengakui kesalahan.

Ia mengatakan, Lili selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan, bukan melakukan hal sebaliknya. Menurut Albertina, kedua hal ini yang menjadi faktor pemberat bagi Lili.

“Terperiksa tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya dan terperiksa selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pemeriksaan di KPK tetapi terperiksa melakukan sebaliknya,” ujar Albertina, dalam pembacaan putusan sidang etik, Senin (30/8/2021).

Baca juga: Dewas: Pimpinan KPK Lili Pintauli Tak Tunjukkan Penyesalan atas Pelanggaran Etik

Sementara itu, ada hal yang meringankan putusan terhadap Lili, yakni ia mengakui perbuatannya dan tidak pernah dijatuhi sanksi etik sebelumnya.

Lili pun mengaku dapat menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Pengawas KPK.

"Saya menerima tanggapan Dewas. Saya terima dan tidak ada upaya-upaya lain. Saya terima," ujar Lili, dikutip dari Tribunnews.com.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com