Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Validitas Data Bantuan Sosial Masih Bermasalah

Kompas.com - 19/08/2021, 20:48 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan, validitas data bantuan sosial (bansos) masih menjadi masalah.

Persoalan data penerima bansos yang tidak valid dapat menjadi celah korupsi yang merugikan keuangan negara.

"Maka validitas data itu harus dibangun dari ketepatan kita memotret (mengambil data) dan keterpaduan antarlembaga dalam memotret," ujar Ghufron dalam diskusi virtual, Kamis (19/8/2021).

Baca juga: KPK: Risiko Korupsi Tinggi jika Data Penerima Bansos Tak Sesuai NIK

Menurut dia, selama ini data masyarakat yang ada di kementerian atau lembaga tidak memiliki satu kesatuan data induk.

Bahkan, kata Ghufron, setiap departemen dalam satu kementerian kerap memiliki data klasifikasi yang berbeda-beda.

"Maka tidak boleh ada lagi banyak data, banyak status yang masing-masing, sehingga mengakibatkan duplikasi," ujar dia.

Oleh sebab itu, KPK berharap pemerintah memiliki satu data induk yang dipadankan untuk menciptakan validitas data.

Sehingga ke depan, kata Ghufron, negara dapat mengetahui data-data masyarakatnya untuk menghindari kerugian hingga korupsi.

"Kalau satu data Indonesia tercapai, maka validitas data, baik struktur ekonomi, struktur keluarganya, agama dan lain-lain itu bisa menjadi terverifikasi secara tepat," ujar dia.

"Sehingga ketika ada bantuan-bantuan atau pun ada krisis-krisis, kita tidak kemudian masih mendata ulang, seakan-akan kita ini tidak memahami terhadap rakyatnya," kata Ghufron.

Baca juga: KPK Perkirakan Perbaikan Data Penerima Bansos Selamatkan Uang Negara hingga Rp 10,5 Triliun

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, pemadanan data penerima bansos penting untuk mencegah korupsi.

Oleh sebab itu, KPK merekomendasikan agar Kementerian Sosial memadankan data penerima bansos dengan data nomor induk kependudukan (NIK).

"Risiko korupsi di paling atas, kalau data tidak padan dengan NIK. Ini bisa jadi ganda, karena tidak bisa secara cepat diidentifikasi siapa yang terima (bansos) dua," kata Pahala.

Ia mengatakan, penerima bantuan sosial bisa saja memiliki berbagai penyebutan nama. Misalnya M Nasir, Muh Nasir, Muhammad Nasir dan Mohamad Nasir.

Jika tidak berdasarkan NIK, nama tersebut bisa saja dimiliki oleh empat orang.

"Nah kasus yang sebelumnya terjadi adalah, kami mendapati bahwa penerima di daerah bisa nemerima dua kali, karena datanya di ujung tidak pasti ada NIK-nya," ujar Pahala.

Baca juga: Cerita Risma Temukan Banyak Permasalahan Data Ganda Bansos Saat Awal Jabat Mensos

KPK pun mengapresiasi perbaikan data di Kemensos yang menggabungkan data Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Pahala mengatakan, dari penggabungan data tersebut, yang awalnya tercatat sebanyak 193 juta, setelah digabung dan dipadankan dengan NIK tersisa 155 juta penerima.

"Buat saya, kalau ada NIK-nya, berarti manusiannya ada di Indonesia, paling enggak pernah tercatat," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com