Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Temukan 2 Masalah Terkait Tingginya Harga Tes Usap PCR Di Indonesia

Kompas.com - 15/08/2021, 19:30 WIB
Tatang Guritno,
Rakhmat Nur Hakim

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dua masalah terkait dengan tingginya harga tes usap berbasis polymerase chain reaction (PCR) di Indonesia.

Peneliti ICW Wana Alamsyah memaparkan masalah yang pertama adalah tidak adanya biaya impor yang dibebankan pada pelaku usaha untuk produk tes kit dan reagent laboratorium.

Hal itu, lanjut Wana, diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.

“Dijelaskan bahwa atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Covid-19 diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berupa pembebasan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 salah satunya tes PCR,” jelas Wana dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (15/8/2021).

Baca juga: Jokowi: Saya Minta Hasil Tes PCR Diketahui Maksimal 24 Jam, Kita Butuh Kecepatan


Dampak tidak adanya biaya impor tersebut, sambung Wana, mempengaruhi komponan dalam menyusun tarif PCR.

“Yang menjadi masalah adalah publik tidak pernah diberikan informasi mengenai apa saja komponen pembentuk harga dalam kegiatan tarif pemeriksaan PCR,” kata dia.

Wana menyebut masalah kedua adalah rentan harga reagen PCR yang selama ini dibeli oleh Pelaku Usaha senilai Rp 180.000 hingga Rp 375.000.

“Setidaknya ada enam merek reagen PCR yang beredar di Indonesia sejak tahun 2020, seperti Intron, SD Biosensor, Toyobo, Kogene, Sansure dan Liverifer,” ucapnya.

Wana menuturkan jika dibandingkan antara penetapan harga dalam SE milik Kementerian Kesehatan dengan harga pembelian oleh pelaku usaha, gap harga reagen PCR mencapai 5 kali lipat.

Baca juga: Jokowi Minta Harga Tes PCR Diturunkan Jadi Rp 450.000-Rp 550.000

Masalahnya, ungkap Wana, Kemenkes tidak pernah menyampaikan besaran keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha yang bergerak pada industri pemeriksaan PCR.

“Kebijakan yang dibuat tanpa adanya keterbukaan berakibat pada kemahalan harga penetapan pemeriksaan PCR dan pada akhirnya hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja,” imbuh Wana.

karena itu ICW mendesak pemerintah untuk melakukan tiga hal. Pertama merevisi Surat Edaran Kemenkes Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR.

“Kedua, Kemenkes segera membuka informasi mengenai komponen penetapan tarif PCR pada publik. Ketiga Kemenkes harus memberikan subsidi terhadap pemeriksaan PCR yang dilakukan secara mandiri,” ujar dia.

Diketahui, Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya, pada Minggu sore, meminta agar tarif PCR diturunkan menjadi Rp 450.000 hingga Rp.550.000.

Baca juga: Kata Guru Besar FKUI soal Harga PCR di India Lebih Murah dari Indonesia

Jokowi juga meminta agar hasil PCR segera keluar dalam waktu 1x24 jam.

Adapun pada Oktober 2020, Kemenkes menetapkan batas harga pemeriksaan PCR di laboratorium swasta sebesar Rp 900.000. Namun masih ditemukan praktik tes PCR dengan harga diatas Rp 1 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com