Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Dinas Pegawai KPK Dibiayai Penyelenggara, Aturan Baru yang Rawan Konflik Kepentingan

Kompas.com - 10/08/2021, 09:16 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Peraturan Pimpinan (Perpim) Komisi Pemberantasan Korupsi  Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi tertanggal 30 Juli 2021.

Dalam Perpim itu disebutkan bahwa perjalanan dinas pegawai KPK dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.

Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa mengatakan, peraturan terbaru tentang biaya perjalanan dinas pegawai itu merupakan penyesuaian terhadap peraturan Menteri Keuangan.

Baca juga: Sekjen KPK: Aturan Biaya Perjalanan Dinas Pegawai Menyesuaikan Peraturan Menkeu

Ia mengatakan, Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK tersebut merupakan konsekuensi beralihnya status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN) per 1 Juni 2021.

Dengan demikian, aturan mengenai biaya perjalanan dinas pegawai KPK harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.

"Hal tersebut agar tidak terjadi pertentangan pedoman dalam pelaksanaannya, salah satunya yakni pengaturan tentang perjalanan dinas," kata Cahya dalam konferensi pers, Senin (9/8/2021).

Penyesuaian aturan dalam Peraturan Pimpinan KPK antara lain tercantum dalam Pasal 2A Ayat (1).

Pasal tersebut berbunyi, "Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara."

Kemudian, pada Pasal 2A Ayat (2), “Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda.”

Baca juga: ICW Sebut Keberadaan Aturan Perjalanan Dinas Kian Degradasi Integritas KPK

Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 11 Ayat (1) Peraturan Menkeu yang menyatakan, pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.

"Hal tersebut merupakan praktik yang berlaku secara sah di seluruh kementerian lembaga," kata Cahya.

Namun, Cahya menekankan, dalam hal panitia penyelenggara tidak menanggung biaya perjalanan dinas, maka biaya dibebankan kepada anggaran KPK, dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda dan mengedepankan efisiensi anggaran.

Sebaliknya, dalam sebuah kegiatan bersama di lingkup kementerian lembaga atau antar-ASN, KPK juga dapat menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait.

"Kami perlu tegaskan bahwa pembebanan atas biaya perjalanan dinas kepada pihak penyelenggara hanya berlaku antar-kementerian lembaga atau dalam lingkup ASN," kata Cahya.

"Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta," ujar dia.

Baca juga: Bisa Berdampak pada Biaya Perjalanan Dinas Pegawai KPK, Apa Itu Konflik Kepentingan?

Selain itu, Cahya menyampaikan, pegawai KPK yang menjadi narasumber dalam rangka menjalankan tugas tidak diperkenankan menerima honor.

Dengan demikian, menurut Cahya, kini sistem perjalanan dinas KPK bisa mengakomodasi pembagian (sharing) pembiayaan.

Hal ini untuk mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak.

Pembagian pembiayaan, menurut Cahya, merupakan salah satu implementasi nilai kode etik yakni sinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya, dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.

"KPK mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya, bukan gratifikasi apalagi suap," ujar Cahya.

Di sisi lain, Cahya mengatakan, pembiayaan terkait proses penanganan suatu perkara tetap menggunakan anggaran KPK. Hal ini untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan.

Cahya menegaskan, pegawai KPK dalam pelaksanakan tugasnya tetap berpedoman pada kode etik pegawai dengan pengawasan ketat oleh Dewan Pengawas dan Inspektorat untuk menolak gratifikasi dan menghindari konflik kepentingan.

"Kami juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi penggunaan anggaran negara, agar terus taat terhadap aturan dan mengedepankan ketepatan sasaran serta manfaatnya," tutur dia.

Baca juga: Biaya Perjalanan KPK Ditanggung Penyelenggara, Abraham Samad: Runtuhkan Marwah

Setelah diterbitkannya aturan baru perjalanan dinas KPK tersebut, berbagai kalangan khususnya pemerhati pemberantasan korupsi pun bereaksi.

KPK dinilai telah keluar dari jalur dan semangat awal dibentuknya lembaga antirasuah tersebut.

Penegak hukum tak boleh terima apa pun

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, dalam hukum sesungguhnya aparat penegak hukum tidak boleh menerima apa pun dari pihak yang diawasi.

"Menurut hukum sendiri sebenarnya aparat penegak hukum tidak boleh kemudian menerima dalam bentuk apa pun dari lembaga yang mereka awasi," ujar Feri kepada Kompas.com, Senin (9/8/2021).

Menurut Feri, tidak wajar jika aparat penegak hukum segala aktivitas dan kegiatannya dibiayai oleh lembaga-lembaga tengah diawasi dan berpotensi melakukan tindak pidana korupsi.

Baca juga: Pusako Kritik Peraturan Pimpinan KPK soal Biaya Perjalanan Dinas Pegawai

Oleh karena itu, dia menilai, peraturan pimpinan KPK tersebut sangat jauh dari gagasan lembaga antikorupsi.

"Ini anehnya KPK saat ini, mindset-nya sangat jauh dari gagasan KPK yang sangat antikorupsi, transparan, berintegritas, yang betul-betul menjauhkan diri dari konflik kepentingan," kata Feri.

Lebih lanjut, Feri juga mengatakan, saat ini KPK telah keluar jalur dari lembaga khusus pemberantasan korupsi.

Padahal, sebelumnya KPK menjadi perhatian publik sebagai lembaga negara yang tindak-tanduknya patut dicontoh.

"Ini maknanya KPK sudah keluar dari jalur lembaga khusus pemberantasan korupsi, nilai-nilai antikorupsi yang dulu dihidupkan KPK dan menjadi perhatian publik sebagai contoh suri tauladan bagaimana sebuah lembaga negara antikorupsi bergerak, telah hilang di era Firli," ujar Feri.

Ia pun mengatakan, dengan dibukanya ruang berbagai perjalanan dinas menggunakan anggaran dari penyelenggara yang berkaitan dengan kerja KPK, bukan tidak mungkin akan ada konflik kepentingan atau conflict of interest.

Menurut dia, akhirnya biaya perjalanan dinas, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kerja KPK akan lebih banyak di-support oleh lembaga-lembaga terkait.

Dengan demikian, ujar Feri, relasi KPK dengan lembaga-lembaga tersebut bukan lagi relasi antara aparat penegak hukum dengan lembaga yang harus KPK awasi.

"Akhirnya ini sama saja dengan peristiwa masa lalu dimana terjadi kongkalikong berbagi kepentingan dengan berbagai pihak, sehingga ewuh pakewuh-nya muncul" ujar Feri.

"Tidak ada lagi upaya dan niatan untuk memberantas korupsi, tapi telah berubah menjadi se-iya sekata untuk korupsi, nah ini menurut saya agak janggal," ucap dia.

Baca juga: Perjalanan Dinas Dibiayai Penyelenggara, Mindset KPK Kini Dinilai Jauh dari Antikorupsi

Tak hanya pemerhati pemberantasan korupsi, kritik atas aturan perjalanan dinas KPK itu juga dilayangkan mantan pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

Perpim KPK itu, dinilai akan menjatuhkan wibawa dan marwah yang selama ini telah dibangun.

Hancurkan KPK

Mantan pimpinan KPK Abraham Samad menilai, aturan baru pimpinan KPK terkait perjalanan dinas yang dibiayai penyelenggara dapat meruntuhkan wibawa dan marwah lembaga antirasuah tersebut.

"Perpim ini sama sekali sudah melegalkan gratifikasi dan ini akan meruntuhkan marwah dan wibawa KPK, yang selama ini sangat kuat menjaga interigritas insan KPK," kata Samad, Senin.

Baca juga: Biaya Perjalanan KPK Ditanggung Penyelenggara, Abraham Samad: Runtuhkan Marwah

Menurut Samad, melalui aturan baru tersebut, pimpinan KPK saat ini dinilai tengah menghancurkan integritas yang selama ini dibangun insan KPK.

"Dengan diberlakukannya Perpim ini, akan membawa KPK pada kehancuran dan kematian dalam pemberantasan korupsi," ujar Samad.

"Jadi yang menghancurkan dan mematikan KPK sebenarnya pimpinan KPK itu sendiri dengan kebijakan perpim-nya ini," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com