SITUASI pandemi Covid-19 yang belum mereda ternyata tak menyurutkan para elite partai untuk melakukan manuver politik dalam rangka mencari dukungan kepentingan pemilihan serentak nasional 2024.
Meski proses penyelenggaraan tahapannya belum dimulai, namun munculnya banyak nama seperti Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini (Risma), Prabowo Subianto serta Agus Harimurti Yudhoyono menandakan bahwa nuansa kontestasi begitu kental.
Apalagi, setelah pemerintah menyatakan sikap politiknya untuk tidak melakukan revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada, persiapan politik bisa dilakukan jauh sebelum memasuki tahapan pencalonan.
Masing-masing kandidat menggunakan strategi komunikasi politik yang berbeda, ada yang melalui media sosial, silaturami politik serta pemasangan iklan politik berupa baliho. Semuanya itu membuat ruang publik semakin pengap.
Baca juga: Wacana Presiden Tiga Periode Ditolak Publik dan Partai Politik
Meskipun sebenarnya sah-sah saja melakukan strategi sejak dini, namun yang harus dipahami adalah menjaga agar situasi demokrasi dapat terjaga.
Terlebih dalam situasi darurat seperti ini, ada hal yang jauh lebih substansi untuk diprioritaskan dari kepentingan politik yakni fokus hadapi pandemi.
Oleh karenanya, langkah politik yang diambil haruslah berdasarkan nilai dan etika, bukan menghalalkan segala cara dengan mengabaikan aspek moralitas, norma, hukum serta rasionalitas publik.
Sungguh tak elok di saat kondisi pandemi memburuk, elite politik malah membuat kegaduhan. Padahal, siapa pun belum bisa mengunci kemenangan.
Belum ada satu pun capres yang memperoleh suara signifikan. Kondisi politik yang terjadi masih sangat dinamis.
Politik yang dinamis ini, satu sisi mengharuskan meraih simpati publik, namun sisi lain menjadi keliru tatkala yang dikejar elektabilitas dan popularitas.
Baca juga: Pengamat Ungkap 4 Kepala Daerah Ini Potensial Diusung Saat Pilpres 2024, Siapa Saja?
Munculnya baliho Puan Maharani yang masif di seluruh wilayah Indonesia telah mengundang perhatian dan menjejali ruang-ruang publik masyarakat.
Peletakannya pun bervariasi, mulai dari yang dipajang secara legal di tempat yang sudah disediakan, titik strategis hingga dipasang pada tiang-tiang listrik dan pepohonan.
Tanggapan dari masyarakat terhadap baliho Puan yang terpampang kian beragam. Ada yang berasumsi pencitraan, menaikkan popularitas, kampanye terlalu dini hingga ada yang beranggapan sampah visual sampai di coret-coret warga dengan ditambahkan kata-kata yang tidak etis.