Majelis hakim menilai Edhy Prabowo terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama," kata ketua majelis hakim Albertus Usada, dalam persidangan virtual yang ditayangkan melalui akun YouTube Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menjatuhkan pidana pada terdakwa selama lima tahun dan denda sejumlah Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," ujar hakim Albertus.
Baca juga: ICW: Janggal, Penanganan Kasus Korupsi Bansos Jadi Salah Satu yang Terburuk di KPK
Selain itu, Edhy juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan 77.000 dollar AS subsider dua tahun penjara.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Edhy selama tiga tahun terhitung sejak Edhy selesai menjalankan masa pidana pokok.
"Menjatuhkan pidana pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak terdakwa selesai menjalankan masa pidana pokoknya," tutur hakim Albertus.
Adapun vonis ini sesuai dengan tuntutan jaksa KPK.
Akan tetapi, hakim memberikan pencabutan hak politik lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa yang meminta hak politik Edhy dicabut selama empat tahun.
Baca juga: Dugaan Gratifikasi Firli Tak Diproses, ICW: Dewas Bertransformasi Jadi Kuasa Hukum
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo dinilai telah menerima suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL).
Edhy dinyatakan telah menerima suap sebesar Rp 25,7 miliar dari para eksportir BBL.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.