Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli Dilanjutkan ke Pemeriksaan Pendahuluan

Kompas.com - 12/07/2021, 21:37 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memproses laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Dugaan itu dilaporkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) Sujanarko dan dua penyidik KPK, Novel Baswedan serta Rizka Anungnata.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebutkan, laporan pelanggaran etik tersebut kini masuk tahap pemeriksaan pendahuluan.

"Mengenai pemeriksaan ini, sudah berlangsung pengumpulan bukti-bukti, klarifikasi sudah dilaksanakan juga, kemudian sudah masuk ke pemeriksaan pendahuluan sesuai dengan hukum acara yang ada di dalam peraturan Dewas 03 tahun 2020," kata Albertina dalam konferensi pers, Senin (12/7/2021).

Baca juga: Soal Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli, Dewas: Dalam Tahap Klarifikasi

Albertina menuturkan, nantinya Dewas akan menyampaikan apakah dugaan pelanggaran etik tersebut dapat dilanjutkan ke sidang etik atau dinyatakan tidak cukup bukti.

Jika dugaan pelanggaran etik tersebut tidak cukup bukti, Dewas akan memberikan surat kepada pelapor terkait temuan selama proses pengumpulan bukti dan pemeriksaan pendahuluan.

"Itu nanti ada hasil dari pemeriksaan pendahuluan, jadi teman-teman media bersabar dulu ya. Kalau dilanjutkan ke sidang etik, sidangnya juga tertutup seperti biasa, jadi nanti putusannya saja yang akan terbuka," ucap Albertina.

Sebelumnya, penyidik KPK Novel Baswedan meminta Dewas untuk menyampaikan kepada publik apa pun putusan hasil pemeriksaan terhadap pelaporan tersebut.

Demikian juga jika Dewas KPK menyatakan Lili tidak terbukti melakukan pelanggaran etik, sehingga KPK akan bebas dari stigma adanya kebiasaan yang tidak benar dalam penanganan perkara.

“Ini penting dan berdampak besar bagi keberlangsungan KPK dan merupakan isu yang menyangkut roh dan jiwa, harkat dan martabat KPK sebagai lembaga penindakan tindak pidana korupsi,” ucap Novel dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (9/6/2021).

Baca juga: Dugaan Pelanggaran Etik, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Tunggu Panggilan Dewas

Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Kota Tanjungbalai.

M Syahrial merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di Pemerintah Kota Tanjungbalai, 2020-2021.

"Kejadian seperti ini membuat KPK sangat terpuruk dan sangat tidak lagi dipercayai publik," ujar Direktur PJKAKI KPK Sujanarko.

Lili disebut melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Pasal ini mengatur, "Insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi."

Baca juga: Dewas Kumpulkan Bukti Terkait Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com