Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPKM Darurat, Kemacetan Jabodetabek, dan Ancaman bagi Perusahaan yang Nekat Buka

Kompas.com - 06/07/2021, 09:07 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali mulai diterapkan sejak 3 Juli 2021.

Sedianya, dilakukan pembatasan kegiatan pada berbagai sektor, mulai dari sektor usaha, pendidikan, retail, transportasi, wisata, seni/budaya, hingga sosial kemasyarakatan.

Upaya itu ditempuh demi menekan laju penularan virus corona yang belakangan melonjak di Indonesia.

Pada Senin (5/7/2021), bertambah 29.745 kasus baru Covid-19. Hal itu menyebabkan total kasus Covid-19 di Tanah Air kini mencapai 2.313.829 orang, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.

Baca juga: MA Berlakukan WFH untuk Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Selama PPKM Darurat

Dalam periode yang sama, ada 558 pasien Covid-19 yang tutup usia, sehingga angka kematian akibat Covid-19 dihitung sejak awal pandemi mencapai 61.140 orang.

Lantas, apakah berbagai aturan pembatasan PPKM Darurat sudah berjalan optimal?

Nampaknya jawabannya belum memuaskan. Hal ini dibuktikan dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut bahwa jalanan Jabodetabek masih macet pada hari Senin pertama PPKM Darurat diterapkan atau 5 Juli 2021.

Baca juga: Luhut: Kasus Covid-19 di Indonesia Akan Terus Naik dalam 10-12 Hari Mendatang

Berdasarkan pantauan petugas di lapangan, jalanan di Jabodetabek masih dipenuhi warga yang melakukan mobilisasi untuk bekerja, baik di perusahaan sektor esensial maupun non-esensial.

"Saya sendiri tadi juga sempat keliling sebentar, memang saya lihat macetnya luar biasa," kata Luhut dalam konferensi pers daring, Senin (5/7/2021) malam.

Selain kemacetan di jalan, Luhut mengungkap, KRL lintas Jabodetabek juga masih dipadati penumpang. Akibatnya, muncul kerumunan di berbagai titik.

Hal itu sangat disayangkan lantaran PPKM Darurat sebenarnya telah membatasi kegiatan di berbagai sektor.

Baca juga: Evaluasi PPKM Darurat di Hari Kerja, Luhut: Macetnya Luar Biasa!

Perkantoran yang bergerak di sektor non-esensial wajib menerapkan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah kepada seluruh karyawan.

Pada sektor esensial, karyawan yang boleh bekerja dari kantor atau work from office (WFO) maksimal 50 persen.

Sektor esensial yang dimaksud meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.

Sementara itu, pada sektor kritikal, WFO boleh dilakukan 100 persen dengan protokol kesehatan ketat.

Cakupan sektor kritikal yakni energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman, dan penunjangnya, petrokimia, semen, obyek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi utilitas dasar (seperti listrik dan air), hingga industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.

Lapor jika ada pemaksaan

Luhut menegaskan bahwa semua karyawan yang bekerja di sektor non-esensial harus WFH.

Baca juga: Luhut Minta Karyawan Lapor Jika Dipaksa Perusahaan untuk WFO Selama PPKM Darurat

Jika ada karyawan di sektor tersebut yang masih diminta bekerja dari kantor atau WFO, Luhut meminta mereka melapor ke dinas ketenagakerjaan masing-masing provinsi.

"Saya juga menegaskan agar seluruh karyawan yang dipaksa harus bekerja di kantor pada perusahaan sektor non-esensial agar segera melaporkan kepada pemerintah," kata Luhut.

Khusus bagi karyawan yang bekerja di wilayah DKI Jakarta, bisa melaporkan melalui aplikasi Jakarta Kini (Jaki) yang dapat diakses melalui ponsel.

Luhut mengatakan, selama masa PPKM Darurat, perusahaan tidak bisa melakukan pemberhentian sepihak pada karyawannya yang bekerja dari rumah.

Luhut yang merupakan Koordinator PPKM Darurat ini pun meminta Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan surat perintah agar perusahaan sektor non-esensial tidak memberhentikan karyawannya yang bekerja dari rumah, serta mewajibkan perusahaan untuk memberlakukan WFH kepada seluruh karyawan.

"Jadi kalau dia tidak bekerja di kantor tapi bekerja dari rumah itu jangan sampai diberhentikan," ucap dia. 

Pengecekan hingga sanksi

Untuk memastikan setiap perusahaan mematuhi aturan PPKM Darurat, Luhut meminta pemerintah daerah dan kepolisian melakukan pengecekan langsung.

Harus dipastikan bahwa perusahaan yang masih beroperasi dan menerapkan WFO bagi karyawannya merupakan perusahaan sektor non-esensial.

Baca juga: Luhut Minta Anies dan Kapolda Tertibkan Industri Non Esensial yang Masih Beroperasi

Jika didapati perusahaan yang melanggar ketentuan PPKM Darurat, pemda dan aparat keamanan diminta memberikan sanksi tegas.

"Dan juga tidak segan untuk memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut dan memberikan penjelasan juga dampaknya ini," ujar Luhut.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat, sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan PPKM Darurat berupa sanksi administratif hingga penutupan usaha.

"Untuk pelaku usaha, restoran, pusat perbelanjaan, transportasi umum sebagaimana dimaksud dalam diktum ketiga huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf j yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Instruksi ini dikenakan sanksi administratif sampai dengan penutupan usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian diktum kesepuluh huruf b Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021.

Tak main-main

Luhut mewanti-wanti seluruh pihak mematuhi aturan PPKM Darurat. Ia tidak ingin ada pihak yang menyepelekan kebijakan tersebut.

"Saya ingin, tidak boleh ada yang main-main mengenai ini, kita harus kompak mengenai ini," kata dia.

Baca juga: Luhut: Tak Boleh Ada yang Main-main selama PPKM Darurat

Luhut mengingatkan bahwa situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air belakangan sudah semakin parah.

Varian baru virus corona pun semakin cepat menyebar. Luhut menyebut, di Jakarta, penyebaran virus corona varian delta sudah mencapai 90 persen dari total kasus.

Perburukan kondisi itu diperkirakan masih akan terjadi dalam 10-12 hari ke depan.

"Mungkin tahun lalu orang yang kena Covid itu ada di luar lingkungan kita kebanyakan. Sekarang itu sudah banyak di lingkaran kita, jadi keadaan ini sudah parah," ujar Luhut.

Luhut menekankan agar seluruh pihak disiplin mematuhi aturan PPKM Darurat serta protokol kesehatan pencegahan virus corona.

"Kalau (perburukan situasi) ini terus terjadi, saya kira akan mempersulit kita semua dan akan Anda menyumbang orang yang bisa cedera atau kena Covid karena ketidakdisiplinan saudara. Dan itu bisa saudaramu, bisa keluargamu, bisa anak istrimu, atau bisa dirimu sendiri," kata dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com