JAKARTA, KOMPAS.com - Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) meluncurkan program Isolasi Mandiri Terpantau (Isomantau) untuk memantau kondisi pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri.
Dokter MER-C, Hadiki Habib mengatakan, setiap pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri (isoman) harus ada pemantauan dari petugas medis.
Hal tersebut disampaikan Hadiki saat konferensi pers program Isolasi Mandiri Terpantau (Isomantau) yang digagas MER-C secara daring, Senin (5/7/2021).
"Ketika kondisi Covid-19 tinggi seperti sekarang, kegiatan isolasi mandiri ini harus diperkuat dengan pemantauan karena tidak boleh isoman dilepas begitu saja," kata Hadiki.
Baca juga: Layanan Telemedicine Gratis untuk Pasien Isolasi Mandiri Akan Diuji Coba di Jakarta
Dalam pelaksanaan pemantauan itu pun, kata dia, harus dikerjakan secara berkelompok dan tidak tergantung individu.
Hadiki mengatakan, Covid-19 bukan penyakit yang dalam 7 hari bisa sembuh. Penyakit tersebut, kata dia, gejalanya bisa berhari-hari bahkan bisa lebih dari dua pekan.
Dengan demikian pelayanan kesehatan Covid-19 pun harus memikirkan kondisi-kondisi pemanjangan lama penyakit.
"Kita juga harus paham, dari banyaknya kasus Covid-19 ada sebagian besar kasus yang kondisinya ringan tapi butuh informasi, edukasi, dan tata laksana," kata dia.
Hadiki menuturkan, tata laksana tersebut dalam gawat darurat kondisinya relatif ringan tetapi pada kondisi bencana masuk ke dalam trease kategori hijau atau orang-orang yang gejala ringan.
Pada pandemi Covid-19 ini, kata dia, jumlah pasien bergejala ringan relatif banyak. Banyak pula orang yang memiliki potensi tertular.
Oleh karena itu, mereka mesti mendapat layanan perawatan tetapi bukan di unit gawat darurat (UGD).
"Karena ketika masuk UGD, maka ini harus kondisi-kondisi pasien yang butuh tata laksana medis yang cepat dan agresif," ujar Hadiki.
"Apabila layanan UGD dipenuhi kelompok ringan tapi tidak dapat edukasi, maka layanan kesehatan rujukan akan dipenuhi kelompok ini sehingga kelompok yang betul-betul perlu tidak dapat trease yang kuat," lanjut dia.
Dengan demikian, kasus-kasus dengan gejala relatif ringan tersebut perlu dikelola melalui layanan primer.
Untuk itu lah, kata Hadaki, Mer-C menggagas Isomantau. Program konsultasi ini dilakukan dengan proses telemdicine secara gratis.
Baik menggunakan telepon, Whats App, Zoom, maupun aplikasi-aplikasi lainnya.
"Tapi tetap fasilits kesehatan (faskes) dibutuhkan sehingga harus ada yang namanya Poly Covid, poliklinik yang memang mengelola pasien statusnya terkonfirmasi Covid-19," kata dia.
Baca juga: Panduan Isolasi Mandiri di Rumah bagi Pasien Covid-19 Tanpa dan Gejala Ringan
Sebab, mereka yang terpapar Covid-19 dengan gejala ringan pun ada yang diikuti dengan berbagai hal. Antara lain gejala ringan tetapi hamil, pasca operasi, membutuhkan hemodialisis, membutuhkan terapi suntikan seperti penambah darah, dan masih banyak lagi.
Menurut dia, hal-hal tersebut harus dikeola di layanan primer atau rawat jalan dan bukan di UGD.
"Jadi beban bisa terurai dan orang-orang yang dipantau tidak lepas pemantauan. Diharapkan orang-orang yang dikirim ke rumah sakit memang terindikasi agar menurunkan masa rawan," ucap dia.
Masyarakat bisa mengontak nomor 0822 9922 5050 melalui aplikasi Whats App untuk informasi lebih lanjut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.