Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didorong Berani Ambil Kebijakan Pengetatan Sikapi Lonjakan Kasus Covid-19

Kompas.com - 19/06/2021, 10:57 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah mendorong pemerintah memiliki keberanian dalam menerapkan kebijakan penanganan pandemi Covid-19.

Pasalnya, kasus Covid-19 beberapa hari terakhir mengalami lonjakan.

Menurut dia, saat ini pemerintah harus bisa memilih antara mengambil kebijakan untuk lockdown wilayah dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro.

"Saya membutuhkan satu keberanian dari pemerintah. Keberanian untuk membuat kebijakan yang tegas. Kalau memang mau lockdown ya di-lockdown. Kalau tetap mau PPKM mikro ya PPKM mikro sampai tanggal 28, keputusannya PPKM mikro," kata Trubus dalam diskusi virtual Perspektif Indonesia "Menyiasati Lonjakan Covid-19", Sabtu (19/6/2021).

Baca juga: Libur Lebaran, Lonjakan Kasus Covid-19, dan Kekhawatiran Fasilitas Kesehatan Kolaps

Trubus menyadari, keputusan yang telah dipilih pemerintah adalah melanjutkan PPKM mikro hingga 28 Juni 2021.

Atas hal tersebut, ia meminta pemerintah konsisten dan tegas melaksanakan kebijakan tersebut.

Salah satu cara penegasan itu adalah konsisten menerapkan sanksi bagi pelanggar PPKM mikro.

"Tinggal mau melaksanakan ketegasan di situ. Kalau memang PPKM mikro ya itu tadi, pengawasan dan low imposement-nya ditegakkan. Karena apa, selama ini enggak ada sanksi-sanksi kepada masyarakat, supaya jera itu kan enggak ada," jelasnya.

Terkait penegasan sanksi, Trubus menilai beberapa daerah belum konsisten menjalankannya.

Ia mengambil contoh bagaimana DKI Jakarta yang sebetulnya memiliki aturan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 yang mencantumkan sanksi terkait vaksinasi Covid-19.

Pasal yang dimaksud Trubus adalah Pasal 30 Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang pidana bagi orang yang menolak vaksinasi Covid-19.

"Salah satu pasal mengatakan orang yang menolak divaksin itu didenda Rp 5 juta. Apakah itu sampai diterapkan sampai hari ini? Tidak ada, masyarakat yang menolak vaksin itu juga banyak di Jakarta," nilai Trubus.

Pasal 30 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000.

Baca juga: Langkah Pemerintah Cegah Pandemi Memburuk: Hapus Cuti Bersama Natal 2021 hingga Tiadakan Hak Cuti ASN

Padahal, Trubus mengingatkan bahwa Jakarta ditargetkan mencapai vaksinasi kepada 7,5 juta orang karena dinilai sebagai role model.

"Tapi kenyataannya kan enggak sampai itu, sampai hari ini kan. Makanya kemarin Gubernur DKI kan dipanggil Presiden ya kaitannya itu, untuk memberikan satu dorongan kepada Gubernur untuk mengambil keputusan. Tapi sampai hari ini, Gubernur juga belum berani mengambil keputusan," tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com