JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah mendorong pemerintah memiliki keberanian dalam menerapkan kebijakan penanganan pandemi Covid-19.
Pasalnya, kasus Covid-19 beberapa hari terakhir mengalami lonjakan.
Menurut dia, saat ini pemerintah harus bisa memilih antara mengambil kebijakan untuk lockdown wilayah dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro.
"Saya membutuhkan satu keberanian dari pemerintah. Keberanian untuk membuat kebijakan yang tegas. Kalau memang mau lockdown ya di-lockdown. Kalau tetap mau PPKM mikro ya PPKM mikro sampai tanggal 28, keputusannya PPKM mikro," kata Trubus dalam diskusi virtual Perspektif Indonesia "Menyiasati Lonjakan Covid-19", Sabtu (19/6/2021).
Baca juga: Libur Lebaran, Lonjakan Kasus Covid-19, dan Kekhawatiran Fasilitas Kesehatan Kolaps
Trubus menyadari, keputusan yang telah dipilih pemerintah adalah melanjutkan PPKM mikro hingga 28 Juni 2021.
Atas hal tersebut, ia meminta pemerintah konsisten dan tegas melaksanakan kebijakan tersebut.
Salah satu cara penegasan itu adalah konsisten menerapkan sanksi bagi pelanggar PPKM mikro.
"Tinggal mau melaksanakan ketegasan di situ. Kalau memang PPKM mikro ya itu tadi, pengawasan dan low imposement-nya ditegakkan. Karena apa, selama ini enggak ada sanksi-sanksi kepada masyarakat, supaya jera itu kan enggak ada," jelasnya.
Terkait penegasan sanksi, Trubus menilai beberapa daerah belum konsisten menjalankannya.
Ia mengambil contoh bagaimana DKI Jakarta yang sebetulnya memiliki aturan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 yang mencantumkan sanksi terkait vaksinasi Covid-19.
Pasal yang dimaksud Trubus adalah Pasal 30 Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang pidana bagi orang yang menolak vaksinasi Covid-19.
"Salah satu pasal mengatakan orang yang menolak divaksin itu didenda Rp 5 juta. Apakah itu sampai diterapkan sampai hari ini? Tidak ada, masyarakat yang menolak vaksin itu juga banyak di Jakarta," nilai Trubus.
Pasal 30 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000.
Padahal, Trubus mengingatkan bahwa Jakarta ditargetkan mencapai vaksinasi kepada 7,5 juta orang karena dinilai sebagai role model.
"Tapi kenyataannya kan enggak sampai itu, sampai hari ini kan. Makanya kemarin Gubernur DKI kan dipanggil Presiden ya kaitannya itu, untuk memberikan satu dorongan kepada Gubernur untuk mengambil keputusan. Tapi sampai hari ini, Gubernur juga belum berani mengambil keputusan," tuturnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.