JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemeriksaan strain virus dalam proses whole genome sequencing (WGS) tidak mutlak dilakukan pada semua kasus positif Covid-19.
Menurutnya, tidak semua kasus positif Covid-19 layak dilacak genomiknya.
"Pemeriksaan strain virus bukanlah kewajiban mutlak pada kasus positif. Karena WGS memiliki metode khusus. Tidak semua kasus positif layak dilacak (ditelusuri) genomiknya. Misalnya kasus dengan gejala tidak biasanya maupun kasus pada pelaku perjalanan luar negeri dan lain-lain," ujar Wiku dikutip dari siaran pers KPC-PEN, Jumat (18/6/2021).
Baca juga: Satgas Covid-19 Percepat Proses Penelusuran untuk Temukan Varian Baru Jadi 1 Minggu
WGS merupakan proses penelusuran genomik secara keseluruhan sebagai upaya untuk mengetahui penyebaran mutasi virus corona.
Oleh karena itu, Wiku menekankan, apapun jenis varian virus corona yang ada di tengah-tengah masyarakat, yang perlu dilakukan ialah memperketat protokol kesehatan.
Ia menegaskan tidak ada ada jalan lain sebaik disiplin protokol kesehatan.
"Karena hal itulah kita dapat memutus rantai penularan secara efektif dan efisien. Dengan mematuhi protokol kesehatan, maka masyarakat akan terlindungi dari paparan varian-varian Covid-19," ujar Wiku.
"Dan bagi yang sakit dan terinfeksi, untuk menjalani pengobatan sesuai prosedur untuk mempercepat kesembuhan," lanjutnya.
Baca juga: Prediksi Pandemi Covid-19 Berlangsung 3-5 Tahun, IDAI Minta Pemerintah Tarik Rem Darurat
Meski demikian, Wiku menegaskan pemerintah berkomitmen mempercepat proses WGS di laboratorium dari yang sebelumnya membutuhkan waktu 2 minggu menjadi 1 minggu.
Dengan semakin cepatnya rentang waktu pemeriksaan ini, diharapkan data yang didapat semakin aktual dan dapat dilakukan penanganan yang cepat.
Wiku menuturkan, WGS akan terus dilakukan karena dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan kesehatan yang tepat.
Dan hasil WGS digunakan untuk mengendalikan distribusi varian virus corona yang menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Sementara itu, sejumlah perhimpunan organisasi profesi dokter meminta pemerintah transparan dalam menyajikan data temuan kasus Covid-19 akibat varian corona yang terdeteksi di sejumlah daerah.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan mengatakan, transparansi data tersebut diperlukan agar masyarakat dapat mengetahui wilayah yang terdeteksi varian corona sehingga lebih waspada.
"Dari WHO sendiri, negara itu harus transparan setiap minggu genome sequencing harus dipaparkan, harusnya di kita genom setiap daerah itu setiap minggunya juga dipaparkan jadi orang tahu Jakarta sudah ada varian ini, di Kudus ini," kata Aman dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (18/6/2021).
Baca juga: Covid-19 Melonjak, Satgas: Perketat Prokes, Kita Tak Tahu di Mana Potensi Penularan
Aman mengatakan, anjuran WHO tersebut belum dilakukan di Indonesia karena jumlah laboratorium yang dapat melakukan WGS sangat terbatas.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah memperbanyak laboratorium yang dapat melakukan WGS agar jumlah kasus Covid-19 akibat varian corona dapat terdeteksi dengan cepat.
"Laboratorium WGS kita tidak sampai 10, tidak sampai di seluruh provinsi. Jadi kita kayak berjalan pada situasi gelap atau mata tertutup untuk mendeteksi masalah apa," ujarnya.
Adapun perhimpunan dokter yang menegaskan usulan ini terdiri dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.