Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data 279 Juta Peserta BPJS Diduga Bocor, Anggota Komisi I DPR: Alarm bagi Indonesia

Kompas.com - 21/05/2021, 14:07 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai dugaan bocornya data 279 juta peserta BPJS Kesehatan merupakan sebuah peringatan akan pentingnya ketahanan siber serta keamanan data pribadi.

Pasalnya, kasus kebocoran data pribadi ini sudah sering terjadi, baik data yang diperoleh dari ranah swasta maupun dari instansi publik seperti data pasien Covid-19 dan data pemilih di KPU.

"Data BPJS Kesehatan ini sangat besar, 279 juta, termasuk data peserta yang sudah meninggal. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah total penduduk Indonesia. Ini alarm bagi Indonesia," kata Sukamta dalam keterangan tertulis, Jumat (21/5/2021).

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan, pemerintah harus segera menginvestigasi kasus tersebut agar mengetahui sumber kebocoran data.

Pemerintah juga diminta melakukan mitigasi agar data yang terlanjur bocor dapat dihentikan penyebarannya dan dimusnahkan.

Selain itu, pemerintah juga harus mengantisipasi efek kebocoran data ini yang berpotensi menimbulkan 'serangan' lain di dunia maya.

Baca juga: 5 Langkah Menghindari Kebocoran Data Pribadi Pengguna Aplikasi

"Harus ada langkah-langkah ke depannya agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Ini penting untuk digarisbawahi karena sepertinya akan ada lagi kasus-kasus kebocoran data yang lebih parah dari sebelumnya," ujar Sukamta.

Ia juga menekankan urgensi penyelesaian Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menyusul maraknya kasus kebocoran data.

Menurut Sukamta, pembahasan RUU PDP selama ini terhambat karena ada perbedaan pandangan terkait bentuk otoritas perlindungan data pribadi, berbentuk lembaga independen atau dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Seharusnya, kasus dugaan bocornya data BPJS Kesehatan ini menjadi tamparan bagi kita semua, bahwa bentuk otoritas yang paling tepat adalah lembaga independen," kata dia.

"Bagaimana jadinya jika badan publik yang karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya kegagalan pelindungan data pribadi. Aneh rasanya kemudian badan publik menghukum sesama badan publik," ujar Sukamta melanjutkan.

Ia berharap, perbedaan pandangan itu segera menghasilkan kesepakatan agar perlindungan data pribadi dapat segera memiliki payung hukum yang kuat.

Sebagai informasi, publik dihebohkan dengan isu bocornya data 279 juta penduduk Indonesia yang dijual di situs surface web Raid Forum.

Baca juga: Jaga Kerahasiaan Data Pribadi, Masyarakat Diminta Tak Unggah Dokumen Kependudukan ke Media Sosial

Situs tersebut dapat diakses siapa saja dengan mudah karena bukan merupakan situs gelap atau situs rahasia (deep web). Ratusan juta data itu dijual oleh seorang anggota forum dengan akun "Kotz".

Dalam keterangannya, Kotz menuturkan bahwa data tersebut berisi NIK, nomor ponsel, e-mail, alamat, dan gaji. Data itu termasuk data penduduk Indonesia yang telah meninggal dunia.

Unggahan itu juga menyebutkan bahwa data tersebut bersumber dari BPJS Kesehatan.

Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan atas dugaan kebocoran data tersebut

“Saat ini kami sedang melakukan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan apakah data tersebut berasal dari BPJS Kesehatan atau bukan,” kata Iqbal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com